Belanja tidak langsung: Evaluasi Pendapatan Daerah

42 4.2. Struktur Belanja dan Evaluasi Kemampuan Keuangan Daerah Belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah terkait fungsi pemerintah daerah itu sendiri. Sesuai dengan konsep perencanaan berbasis kinerja, pengeluaran daerah tersebut dibedakan atas belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kebijakan pengeluaran yang utama yang dijalankan Provinsi Sumatera Barat dalam 2 tahun terakhir ini adalah meningkatkan kualitas belanja dengan tetap memperhatikan kecukupan belanja Gaji PNS dan tanggungjawabnya sebagai provinsi yang juga harus membagihasilkan sebagian PAD yang diperoleh dan memberikan bantuan keuangan kepada kabupatenkota dan pemerintahan desa. Secara lebih rinci, arah kebijakan belanja yang dituangkan dalam RKPD tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Belanja tidak langsung:

a. Mengarahkan penggunaan terutama pada pengeluaran gaji PNS dengan mengantisipasi kenaikan gaji pada tahun 2012. b. Pada belanja bagi hasil kepada kabupatenkota diberikan porsi sesuai dengan persentase yang telah ditetapkan yang mengacu kepada pendapatan asli daerah. c. Terhadap bantuan keuangan kepada kabupatenkota diusahakan seefektif mungkin sesuai dengan program provinsi yang harus dilaksanakan ditingkat kabupatenkota. d. Pengurangan belanja bantuan sosial dan belanja hibah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bahwa belanja hibah dan bantuan sosial tidak boleh terlalu besar. e. Belanja tak terduga diarahkan penggunaannya untuk mengantisipasi kejadian kebencanaan baik bencana alam maupun bencana sosial. 43 2. Belanja langsung: a. Melaksanakan fungsi pemerintah berdasarkan urusan pokok dan urusan pilihan b. Meningkatkan alokasi anggaran untuk melaksanakan urusan wajib seperti peningkatan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan, peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan peningkatan pemeratan pelayanan kesehatan. c. Menganggarkan untuk mengembangkan ekonomi rakyat, peningkatan infrastruktur yang menunjang peningkatan ekonomi, meningkatkan anggaran untuk kesiapsiagaan bencana. d. Meningkatkan belanja publik atau belanja modal guna pembiayaan kegiatan pembangunan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. e. Mengalokasikan anggaran untuk penunjang operasional perkantoran. Sebelum pembahasan tentang kemampuan keuangan daerah perlu dilakukan analisis belanja daerah. Analisis dilakukan dengan mengeluarkan belanja hibah Dana BOS yang berasal dari pemerintah pusat. Anggaran belanja pada tahun 2011 berjumlah Rp. 2.328,8 Milyar dan realisasi pada tahun yang sama berjumlah Rp. 2.133,0 Milyar. Hal ini berarti tingkat capaian realisasi anggaran belanja tahun 2011 adalah 91,6. Sedangkan capaian realisasi anggaran belanja tahun 2012 lebih rendah yaitu menjadi 92,9, dimana anggaran belanja berjumlah Rp. 2611,7 Milyar dan realisasi belanja Rp. 2.426,2 Milyar. Analisis berdasarkan klasifikasi belanja langsung dan belanja tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah belanja tidak langsung pada tahun 2011 dan tahun 2012 mengalami sedikit penurunan. Pada tahun 2011, realisasi belanja tidak langsung berjumlah Rp. 1.087,7 Milyar dan pada tahun 2012 adalah Rp. 1.056,3 Milyar. Sedangkan untuk realisasi belanja langsung terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Jika 44 pada tahun 2011 jumlah belanja langsung adalah Rp. 1.045,2 Milyar dan pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp. 1.369,9 Milyar. Dengan demikian, kebijakan untuk lebih meningkatkan pengeluaran untuk belanja langsung baca kinerja merupakan keputusan yang baik yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pembangunan, pelayanan kepada masyarakat, dan daya saing daerah. Dua 2 komponen belanja tidak langsung yang terbesar adalah belanja pegawai dan belanja bagi hasil kepada kotakab dan pemerintahan desa. Sesuai dengan kenaikan gaji PNS, jumlah belanja tidak langsung pegawai mengalami peningkatan dari Rp. 490,3 Milyar pada tahun 2011 menjadi Rp. 524,5 Milyar pada tahun 2012. Sebaliknya, jumlah belanja bagi hasil kepada kotakab dan pemerintahaan desa mengalami sedikit penurunan yaitu dari Rp. 403,0 pada tahun 2011 menjadi Rp. 390,9 Milyar pada tahun 2012. Demikian juga dengan belanja sosial dan belanja bantuan keuangan, relatif lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama akibat perubahan kebijakan untuk membagihasilkan PAD yang dihasilkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dua 2 komponen belanja langsung yang terbesar adalah belanja barang dan jasa serta belanja modal. Realisasi belanja modal meningkat sangat signifikan, yaitu dari Rp. 525,0 Milyar pda tahun 2011 menjadi Rp. 645,6 Milyar pada tahun 2012. Sedangkan realisasi belanja barang dan jasa meningkat lebih tinggi, yaitu dari Rp. 440,3 Milyar pada tahun 2011 menjadi Rp. 606,9 Milyar pada tahun 2012. Di samping karena kebijakan belanja langsung yang ditetapkan, peningkatan belanja barang dan jasa yang lebih besar ini juga disebabkan adanya kekeliruan penganggaran belanja modal tertentu sehingga harus direklasifikasi menjadi belanja barang dan jasa. Lebih besarnya jumlah belanja daerah dibandingkan pendapatan yang dihasilkan mengakibatkan sebagian belanja tersebut didanai dengan pembiayaan, khususnya terjadi pada tahun 2012. Jika pada tahun 2011 penerimaan pembiayaan berjumlah Rp. 335,2 Milyar dan sampai akhir tahun 2011 45 ternyata sisa lebih pembiayaan anggaran masih lebih besar yaitu sebesar Rp. 361,3 Milyar. Tetapi pada akhir tahun 2012, jumlah sisa lebih pembiayaan anggaran menjadi Rp. 271,2 Milyar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 Provinsi Sumatera Barat belum mampu membelanjakan seluruh pendapatan yang diperoleh pada tahun yang sama. Tetapi, pada tahun 2012, Provinsi Sumatera Barat telah menggunakan seluruh pendapatan yang diperoleh pada tahun yang sama, bahkan telah menggunakan sebagian sisa lebih pembiayaan anggaran tahun sebelumnya. Tabel berikut menyajikan anggaran dan realisasi belanja dan pembiayaan Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 dan tahun 2012. 46 47 Analisis realisasi menunjukkan bahwa capaian realisasi belanja tidak langsung pada tahun 2011 lebih tinggi dibandingkan capaian realisasi belanja langsung. Jika capaian realisasi belanja tidak langsung tahun 2011 sebesar 94,5 maka capaian realisasi belanja langsung 88,7. Kondisi seperti ini menunjukkan kinerja yang kurang baik, karena kurang memperhatikan belanja yang berorientasikan peningkatan kinerja. Kinerja capaian realisasi belanja pada tahun 2012 berbeda dengan tahun 2011. Jika capaian realisasi belanja tidak langsung tahun 2012 adalah 93,1, maka capaian realiasi belanja langsung sedikit lebih rendah yaitu 92,9. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja pelaksanaan anggaran belanja pada tahun 2012 lebih baik dibandingkan tahun 2011, dimana capaian belanja langsung lebih tinggi dari belanja tidak langsung, yang berarti lebih memperhatikan belanja yang berorientasi pada peningkatan kinerja. Metode lain yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan belanja Provinsi Sumatera Barat adalah berdasarkan proporsi masing-masing elemen belanja. Jika pada tahun 2011 belanja pegawai tidak langsung dan langsung merupakan pengeluaran daerah yang terbesar, sedangkan pada tahun 2012 pengeluaran daerah terbesar digunakan untuk belanja modal. Analisis peningkatan proporsi belanja menunjukkan bahwa untuk belanja pegawai terjadi penurunan, yaitu dari 26,7 pada tahun 2011 menjadi 26,5 pada tahun 2012. Sedangkan untuk belanja barang dan jasa serta belanja modal terjadi peningkatan. Jika pada proposi belanja barang dan jasa tahun 2011 berjumlah 20,6 dan meningkat menjadi 25,0 pada tahun 2012, atau terjadi peningkatan sebesar 4,4. Demikian juga untuk belanja modal, jika pada proporsi pada tahun 2011 adalah 24,6 meningkat menjadi 26,6 pada tahun 2012.Dengan demikian dapat disimpulkan kualitas belanja tahun 2012 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2011. Tabel 4.4 berikut memperlihatkan distribusi belanja tahun 2011 dan tahun 2012. 48 Tabel 4.4 Persentase Distribusi Belanja Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 –2012 Sumber: Laporan Keuangan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 diolah Peraturan Menteri Keuangan No. 73PMK.022006 Tentang Peta Kapasitas Fiskal Dalam Rangka Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Kepada Daerah Dalam Bentuk Hibah, serta dipertegas oleh Permendagri No. 21 Tahun 2007 tentang Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah, Penganggaran dan Pertanggung-jawaban Penggunaan Belanja Penunjang Operasional Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Serta Tata Cara Pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif dan Dana Operasional, menjelaskan bahwa penentuan kemampuan keuangan daerah dihitungdari selisih antara pendapatan umumdaerah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah PNSD. Pendapatan umum daerah terdiri atas pendapatan asli daerah ditambah dana bagi hasil dan dana alokasi umum, sedangkan belanja PNSDterdiri atas gaji dan tunjangan PNSD yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan beras, dan tunjangan pajak penghasilan PPh Pasal 21. Dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2007 selanjutnya dijelaskan bahwa pengelompokkan kemampuan keuangan daerah untuk provinsi, diatur sebagai berikut: 49 1. di atas Rp.1.500.000.000.000,00 satu trilyun lima ratus milyar rupiah dikelompokkan pada kemampuan keuangan daerah tinggi; 2. antara Rp.600.000.000.000,00 enam ratus milyar sampai dengan Rp.1.500.000.000.000,00 satu trilyun lima ratus miliar rupiah dikelompokkan pada kemampuan keuangan daerah sedang; dan 3. di bawah Rp.600.000.000.000,00 enam ratus milyar dikelompokkan pada kemampuan keuangan daerah rendah. Hasil perhitungan berdasarkan Permendari Nomor 21 Tahun 2007 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 jumlah pendapatan umum daerah yang dihasilkan adalah Rp. 2.115,56 Milyar dan belanja gaji dan tunjangan Rp. 490,3 Milyar, sehingga kemampuan keuangan daerah pada tahun 2011 berjumlah Rp. 1.625,3 Milyar. Pada tahun 2012, jumlah Pendapatan Umum Daerah sebesar Rp. 2.336,8 Milyar dan belanja gaji dan tunjangan Rp. 524,5 Milyar, sehingga kemampuan keuangan daerah Provinsi Sumatera Barat sedikit mengalami peningkatan, yaitu menjadi Rp. 1.812,3 Milyar. Dengan demikian, kemampuan keuangan daerah Provinsi Sumatera Barat tergolong baik, karena baik pada tahun 2011 maupun pada tahun 2012 jumlah kemampuan keuangan daerah di atas Rp. 1.500 Milyar. Tabel 4.5 Kemampuan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2012 Sumber: Laporan Keuangan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 diolah 50 Di samping metode perhitungan di atas, kemampuan keuangan daerah juga dapat dihitung berdasarkan sejauhmana daerah mampu membiayai kebutuhan belanja daerah dari sumberdana yang berasal dari daerah sendiri. Metode perhitungan seperti ini juga sudah lazim digunakan oleh Bappenas. Dengan demikian, penentuan kemampuan keuangan daerah juga akan dihitung berdasarkan perbandingan antara PAD dengan jumlah belanja daerah. Sebagaimana yang dijelaskan pada bagian awal bab ini bahwa antara tahun 2011 dan tahun 2012 pendapatan daerah Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan pendapatan daerah tersebut terutama berasal dari Pendapatan Dana Perimbangan, sedangkan peningkatan PAD relatif jauh lebih rendah. Lebih rendahnya peningkatan PAD pada tahun 2012 mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan belanjanya. Perhitungan kemampuan keuangan daerah yang diukur dari Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan Belanja Daerah menunjukkan bahwa kemampuan Provinsi Sumatrera Barat dalam membiayai kebutuhan belanja mengalami penurunan dari 57,4 pada tahun 2011 menjadi 50,5 pada tahun 2012, atau turun sebesar 6,9 dari tahun 2011. Pada masa datang, Provinsi Sumatera Barat harus mengusahakan intensifikasi pemungutan pajak daerah agar penurunan kemampuan keuangan daerah seperti ini tidak terjadi lagi. Jika dibandingkan dengan kemampuan keuangan daerah yang direncanakan secara tidak langsung dihitung dari anggaran, capaian realisasi kemampuan keuangan daerah jauh lebih baik. Pada tahun 2011, kemampuan keuangan daerah yang direncanakan 49,3 dan menurun menjadi 47,2 tahun 2012 atau turun sebesar 2,1. Akibat penurunan realisasi kemampuan keuangan daerah sebagaimana dijelaskan di atas, maka terjadi penurunan capaian kinerja realisasi kemampuan keuangan daerah dari 116,4 pada tahun 2011 menjadi 107,0 pada tahun 2012. 51 Tabel 4.6 Persentase Kemampuan Keuangan Daerah Berdasarkan Anggaran, Realisasi, dan Tingkat Capaian Tahun 2011 Tahun 2012 Anggaran Realisasi Capaian Anggaran Realisasi Capaian 49,3 57,4 116,4 47,2 50,5 107,0 Sumber: Laporan Keuangan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 diolah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menetapkan berbagai kebijakan belanja dalam rangka mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan dalam RPJMD, namun salah satu kebijakan belanja sebagaimana yang diungkapkan dalam RKPD tah un 2011 yaitu “menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundangan melalui penetapan peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan seperti Standar Pelayanan Minimum SPM dan Analisa Standar Belanja ASB, Sistem Akuntansi dan Sistem Informasi Keuangan Daerah, belum dijalankan sepenuhnya”. Sampai saat ini Provinsi Sumatera Barat belum menyusun dan menetapkan target-target SPM yang ingin dicapai, serta belum menetapkan ASB yang akan digunakan tahap perencanaan dan penilaian kewajaran usulan belanja. Akibatnya, penilaian efisiensi capaian sasaran strategis Provinsi Sumatera Barat tidak dapat dilakukan dengan baik.

4.3. Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Berdasarkan Prioritas