23
Masalah yang
cukup serius
terlihat dalam
perkembangan investasi swasta, khususnya untuk kelompok
Penanaman Modal Dalam Negeri
PMDN. Sebagaimana terlihat pada Tabel 3.2 ternyata realisasi investasi PMDN di
Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010 adalah Rp. 405 miliar, dan meningkat menjadi hanya Rp. 1.678 miliar pada
tahun 2011. Tetapi pada tahun 2012 ternyata menurun drastis menjadi hanya Rp. 750 miliar dengan laju pertumbuhan -
55,303. Sedangkan perkembangan realisasi Penanaman Modal Asing PMA diProvinsi Sumatera Barat ternyata cukup baik,
yaitu US 18 juta pada tahun 2010 dan meningkat menjadi US 65 juta pada tahun 2011. Bahkan pada tahun 2012 terus
meningkat menjadi US 86 juta. Sedangkan perkembangan nilai Net Ekspor Provinsi Sumatera Barat Ekspor kurang
Impor ternyata pada tahun 2010 bernilai US 1.463 dan meningkat menjadi US 1.955 pada tahun 2011. Akan tetapi
pada tahun 2012, nilai net ekspor tersebut ternyata menurun menjadi hanya US 1.149. Ini berarti bahwa secara rata-rata
net ekspor Sumatera Barat menurun 11,38.
Dari analisis diatas bahwa tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi daerah pada tahun 2012 besar
kemungkinan disebabkan oleh dua hal yaitu menurunnya realisasi PMDN dan net ekspor pada tahun 2012 yang lalu.
Menurunnya realisasi PMDN tentunya berkaitan erat dengan iklim investasi daerah yang memang belum begitu kondusif.
Sedangkan penurunan Net ekspor terutama disebabkan oleh menurunnya nilai eksporyang cukup drastis pada tahun 2012.
Diperkirakan hal ini terutama disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi Eropa, penurunan kegiatan produksi Jepang akibat
terjadinya tsunami dan menurunnya kegiatan ekonomi Cina. Sedangkan negara-negara Eropa, khususnya Belanda, dan
Jepang adalah merupakan dua pasar tradisional ekspor Sumatera Barat.
2. Permasalahan dan Kendala
Dari analisis tingkat capaian sebagaimana diuraikan di atas terlihat bahwa tidak semua target yang telah ditetapkan
dalam RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2015
24
tercapai. Ini berarti bahwa tingkat capaian yang dihasilkan dalam pelaksanaan 3 tahun rencana pembangunan daerah
tersebut tidak semua dapat dikatakan berhasil dengan baik. Pada bagian ini dibahas berbagai permasalahan dan kendala
yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana tersebut yang selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan utama untuk
melakukan penyesuaian kebijakan pembangunan sehingga pelaksanaan kegiatan pembangunan daerah dalam sisa 2
tahun pelaksanaan RPJMD Provinsi Sumatera Barat periode 2010-2015 akan dapat terlaksana secara lebih baik dan sukses
sesuai dengan rencana dan target yang ditetapkan terdahulu.
Menyangkut dengan upaya dan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, permasalahan dan
kendala yang terdapat dalam masyarakat dan dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan daerah tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Tidak tercapainya realisasi pertumbuhan ekonomi
Provinsi Sumatera Barat sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam RPJMD disebabkan oleh
beberapa permasalahan yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Pertama
, realisasi PMDN yang relatif rendah dibandingkan dengan tahun 2010.
Kedua
, menurunnya kegiatan ekspor pada tahun 2012 sebagai
akibat dari
krisis ekonomi Eropah
dan mundurnya kegiatan ekonomi Jepang akibat terjadinya
Tsunami,
yang kedua hal ini menyebabkan permintaan terhadap komoditi ekspor Sumatera Barat menurun. Karena
Jepang dan Eropah adalah mitra utama ekonomi Indonesia, maka kondisi tersebut terasa sangat
berpengaruh kepada ekonomi Indonesia, baik pada tingkat nasional maupun daerah.
2. Peningkatan investasi yang masih relatif rendah juga
terjadi pada investasi pemerintah dan investasi swasta. Untuk investasi pemerintah, nilai yang relatif rendah
terutama disebabkan oleh relatif kecilnya proporsi belanja langsung dimana di dalamnya terdapat belanja
modal terutama yang berasal dari APBD Provinsi Sumatera Barat. Hal ini terjadi karena proporsi belanja
25
tidak langsung yang merupakan pengeluaran rutin ternyata cukup besar yaitu mencapai 60-70 dari total
APBD. Sedangkan nilai APBN yang masuk ke Provinsi Sumatera
Barat pada
tahun 2012
juga relatifkecil.Sedangkan RPJMD Provinsi Sumatera Barat
lebih banyak terkonsentrasi pada program dan kegiatan yang dibiayai oleh APBD. Akibat dari kedua hal tersebut
jumlah nilai
investasi pemerintah
yang dapat
ditanamkan di daerah menjadi relatif lebih kecil. 3.
Sedangkan peningkatan investasi swasta, baik dalam bentuk
Penanaman Modal Dalam Negeri
PMDN dan
Penanaman Modal Asing
PMA juga relatif kecil sebagai akibat dari keterbatasan infrastruktur daerah, baik
jaringan jalan dan tenaga listrik serta iklim investasi yang kurang kondusif. Iklim yang kurang kondusif ini
terutama disebabkan oleh birokrasi dalam perizinan investasi karena belum efektifnya pelaksanaan kantor
pelayanan satu atap yang telah dibangun di beberapa kabupaten dan kota. Disamping itu, tidak dapat
disangkal bahwa sampai saat ini masih terdapatnya beberapa pungutan liar dan kasus korupsi di daerah
yang menyebabkan terjadinya “ekonomi biaya tinggi”.
3. Penyesuaian Kebijakan PembangunanDaerah