ASPEK-ASPEK PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA ISLAM

undangan ataupun yang tercakup dalam lingkup substansial dari Undang- undang Peradilan Agama. 5 Peradilan Agama merupakan salah satu dari empat lingkungan peradilan yang berwenang menegakkan hukum dan keadilan yang ruang lingkup dan batas kompetensinya telah ditentukan oleh Undang-Undang. 6 Maka dari itu Peradilan Agama sering dikenal sebagai lembaga pencari keadilan bagi yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. 7 Dari catatan sejarah yang terpencar-pencar, dapat disimpulkan bahwa keberadaan Peradilan Agama di Indonesia telah dimulai sejak berdirinya berbagai kerajaan Islam. 8 Awal eksistensi Peradilan Agama sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia mulai terlihat setelah disahkan dan diundangkannya UU No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kemudian menyusul UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 9 5 A.Malik Fajar, ”Potret Hukum Pidana Islam; Deskripsi, Analisis Perbandingan dan Kritik Konstruktif”, dalam M. Arskal Salim GP dan Jaenal Aripin, ed., Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek dan Tantangan, Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001, h. 15. 6 Lihat Pasal 25 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 7 Lihat Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1989 jo.UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama 8 Busthanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan dan prospeknya, Jakarta:Gema Insani Press, 1996, h. 133. 9 Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, Cet.I, Bandung:PT Remaja Rosdakarya Bandung, 1997, h. 43. Pengesahan Undang-Undang Peradilan Agama itu merupakan peristiwa penting bukan hanya bagi pembangunan perangkat hukum nasional, melainkan juga bagi umat Islam di Indonesia. Sebabnya adalah, dengan mengesahkan undang-undang itu, semakin mantaplah kedudukan peradilan agama sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang mandiri di tanah air kita. 10 Hal ini juga merupakan langkah awal pemberlakuan hukum Islam di Indonesia melalui hukum positif. Namun sampai pada masa Orde Baru, kewenangan yang dimiliki Peradilan Agama baru menyangkut sebagian kecil dari persoalan kehidupan umat Islam, yakni dalam bidang hukum keluarga; nikah, ceraitalak, waris, wasiat dan wakaf. Hingga memasuki Era Reformasi, Peradilan Agama mendapat kewenangan baru yakni mengadili sengketa yang terkait dengan bidang; zakat, infaq, sedekah serta Ekonomi Syariah. 11 Namun tidak menyangkut bidang hukum pidana Islam Jinayah. Mengingat keterbatasan wewenang tersebut, rupanya ada pemikiran dan inisiatif dari warga negara Indonesia yang mencoba melakukan perluasan wewenang Peradilan Agama dalam bidang hukum pidana Islam Jinayah. Meskipun hukum pidana Islam masih dapat diakui secara konstitusional sebagai hukum, namun hukum pidana yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah yang terkandung dalam KUHP. Sebagai contoh, dalam hukum pidana Islam ada ketentuan hukuman rajam bagi pelaku zina yang sudah 10 K.H Abdurrahman Wahid, dkk, Hukum Islam Di Indonesia Pemikiran dan Praktek, Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 1991, h. 77. 11 Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, Jakarta:Kencana, 2008 h. 13.