menikah. Apabila hukuman rajam itu dilakukan tanpa adanya payung hukum berupa perundang-undangan yang mengaturnya dan tanpa institusi penegak
hukum yang sah, maka jika dilihat dari dari tinjauan politik hukum, eksekusi rajam tersebut dapat dianggap melanggar hukum positif. Oleh karna itu
berbagai macam cara dilakukan oleh sebagian masyarakat untuk mewujudkan hukum pidana Islam di Indonesia. Salah satu inisiatif untuk menjadikan hukum
pidana Islam ke dalam hukum positif adalah dengan mengajukan permohonan Judicial Review terhadap pasal 49 ayat 1 UU Peradilan Agama kepada
Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, dengan latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk
melakukan suatu penelitian yang terkait bagaimana wacana pemberlakuan hukum pidana Islam yang berkembang di Indonesia melalui analisis putusan
Mahkamah Konstitusi secara mendalam terkait undang-undang Peradilan Agama. Hal ini akan penulis ungkap ke dalam sebuah penelitian skripsi yang
berjudul “Wacana Pemberlakuan Hukum Pidana Islam dalam Kompetensi Absolut Peradilan Agama Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
19PUU- VI2008”
B. Batasan dan Perumusan Masalah
Agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu penulis
perjelas tentang pokok-pokok bahasan dengan memberikan pembatasan dan perumusan masalah.
Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam penelitian ini penulis melakukan pembatasan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Hukum Pidana Islam yang penulis maksud ialah hukum pidana Islam yang
juga merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah yang berarti segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang
dilakukan oleh orang-orang mukallaf orang yang dapat dibebani kewajiban, sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang
terperinci dari Al- Qur‟an dan Hadits.
12
Tindakan kriminal yang dimaksud adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum
serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-
Qur‟an dan Hadits.
13
Hukum pidana Islam mengenal ada tiga macam ketentuan pidana atau jarimah, istilah yang sekaligus juga menyebut nama
hukumannya yaitu hudud, qishahsh diyat dan ta’zir.
14
2. Putusan Mahkamah Konstitusi yang penulis maksud ialah Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 19PUU-VI2008 terkait permohonan Judicial Review pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Peradilan Agama terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
12
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta:Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1992, h. 86.
13
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, h. 1.
14
Jarimah Hudud ialah jarimah yang diancamkan hukuman had, yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi hak Allah. Jarimah hudud ada tujuh yaitu:
zina, qadzaf,minum khamr, mencuri, perampokan, murtad dan pemberontakan. Jarimah Qishas Diyat adalah jarimah yang diancamkan hukuman qishas atau hukuman diyat, yaitu hukuman yang
telah ditentukan batasnya. Jarimah qishas diyat ada lima yaitu: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena alpa, penganiayaan sengaja dan penganiayaan tidak sengaja.
Sedangkan jarimah ta‟zir ialah jarimah yang diancamkan hukuman ta‟zir, yaitu hukuman yang diserahkan kepada penguasa. Kategori jarimah ta‟zir adalah jarimah selain jarimah hudud dan
qishas diyat. Lihat A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, h. 7.
3. Institusi Penegak Hukum yang penulis maksud ialah Lembaga Peradilan
Agama sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Peradilan Agama.
15
Dalam hal ini tidak termasuk Mahkamah Syari‟ah yang merupakan peradilan khusus dalam
Undang-undang peradilan agama. Dari pembatasan masalah di atas, rumusan masalah yang dapat
diuraikan dalam skripsi ini menjadi 3 tiga sub masalah yaitu : 1.
Apa saja aspek-aspek hukum pidana Islam yang sudah pernah diberlakukan di Indonesia pada masa Kerajaan Aceh, masa Kolonial Belanda dan masa
pasca Kemerdekaan ? 2.
Bagaimana isi putusan MK No. 19PUU-VI2008 dan mengapa putusan tersebut tidak dapat memperluas kompetensi Absolut Peradilan Agama
sebagaimana diharapkan pemohon judicial review ? 3.
Mungkinkah suatu waktu nanti hukum pidana Islam dilaksanakan oleh Peradilan Agama di masa depan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan merumuskan dan menjelaskan bagaimana wacana pemberlakuan hukum pidana Islam dalam kompetensi
absolut Peradilan Agama. Secara spesifik penelitian ini bertujuan :
15
Lihat pasal 2 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
a. Menjelaskan apa saja aspek-aspek hukum Pidana Islam di Indonesia yang
pernah diberlakukan pada masa kerajaan Aceh, masa kolonial Belanda hingga masa pasca kemerdekaan;
b. Memberi gambaran isi dan menjelaskan mengapa putusan MK No. 19PUU-
VI2008 menolak wacana pemberlakuan hukum pidana Islam dalam komptensi absolut Peradilan Agama;
c. Menjelaskan prospek pemberlakuan aspek-aspek hukum pidana Islam di
Indonesia dari segi konstitusi khususnya pasca putusan judicial review yang sudah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada civitas akademik terkait wacana pemberlakuan hukum pidana Islam dalam
kompetensi Absolut Peradilan Agama di indonesia. b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pembaca bahwasanya sejumlah aspek hukum pidana Islam suatu waktu di
masa lalu pernah berlaku dan diterapkan dalam sejarah bangsa Indonesia. c.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait prospek pemberlakuan aspek-aspek hukum pidana Islam dalam kompetensi absolut
Peradilan Agama di Indonesia.