Murtad Pada Masa Kerajaan Aceh

berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara seperti hukum keluarga Islam, perkawinan, waris dan wakaf. 25 Keadaan hukum Islam pada zaman VOC lebih maju daripada sebelumnya, karena telah terhimpun dalam beberapa kitab hukum. Pemerintah Belanda sendiri pada waktu itu, hampir pertengahan abad ke-18 , berusaha menyusun buku-buku hukum Islam sebagai pegangan hakim-hakim pengadilan negeri landraad dan pejabat pemerintahan. Dalam Statuta Jakarta 1642 bahkan hukum keluarga diakui dan diterapkan dengan peraturan Resolutie der Indiesche Regeering pada 25 Mei 1760, yang merupakan aturan hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam yang dikenal dengan Compendium Freijer. 26 Selain itu juga diadakannya Pepakem Cirebon sebagai pegangan bagi hakim-hakim peradilan adat yang isinya antara lain memuat sistim hukuman seperti pemukulan, cap bakar, dirantai dan lain sebagainya. Selain itu juga terdapat kitab hukum Mugharaer yang berlaku untuk pengadilan negeri Semarang yang berisi perkara-perkara perdata dan pidana yang sebagian besar bermuatan hukum pidana Islam. 27 Posisi syariat Islam tampak strategis ketika Belanda masih menggunakan teori Reception in Complexu. Digagas oleh Loedewyk Willem Christian Van Den Berg, teori ini menyatakan pemberlakuan hukum Islam secara penuh terhadap orang Islam karena mereka telah memeluk agama Islam. Dengan kata 25 Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2002, h. 47. 26 Ismail Sunny, “Kedudukan Hukum Islam dalam sistem Ketatanegaraan indonesia”, dalam Amrullah Ahmad SF, dkk, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta:Gema Insani press, 1996, h. 131. 27 Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di Indonesia, Malang:Bayumedia Publishing, 2005, h. 34. lain, hukum mengikuti agama yang dianut penduduk. Jika orang memeluk agama Islam maka hukum Islamlah yang berlaku. 28 Meskipun demikian, hukum pidana Islam belum menjadi hukum yang berlaku bagi pribumi Muslim. Belanda hanya baru mengakui hukum perdata Islam Pernikahan, perceraian, waris dan wakaf. Politik hukum Belanda masih meminggirkan hukum jinayah sebagai bagian dari totalitas pemberlakuan syari‟at Islam. Seiring adanya perubahan orientasi politik, Belanda mulai melakukan penyempitan ruang gerak serta perkembangan hukum Islam. Di sisi lain, Belanda memberikan keleluasaan kepada adat kebiasaan dan membenturkannya dengan hukum Islam. Pemerintah Belanda berusaha meminggirkan peranan hukum Islam dari kehidupan masyarakat dan mendukung adat setiap kali terjadi pertentangan tersebut. 29 Inilah yang disebut sebagai periode penerimaan hukum Islam oleh adat yang disebut Theorie Receptie yang dikemukakan oleh Van Volennhoven dan Snouck Hurgronje 30 . Teori ini menegaskan bahwa hukum Islam baru dapat belaku bila dikehendaki atau diterima oleh hukum adat. Pendapat ini diberi dasar hukumnya dalam Undang-Undang dasar Hindia Belanda yang menjadi pengganti Regeerningsreglement R.R, yang disebut Wet de Staatsinricting van Nederlands Indie, disingkat Indische Staatregeling IS. Berdasarkan IS yang 28 Ibid, h. 37-38. 29 Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam:Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, Jakarta:Prenada Media Group, 2010, h. 252. 30 Imam Syaukani, Rekonstruksi Epistimologi Hukum Islam Indonesia, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2006, h. 75.