Qanun No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam di
kekuasaan dan kekuatan, baik secara politik maupun ekonomi. Bisa dikatakan bahwa pemberlakuan aspek-aspek hukum pidana Islam pada masa kerajaan
adalah benar adanya karena didukung oleh kehendak politik penguasaraja. Namun pada masa-masa awal kedatangan Belanda dengan politik hukumnya,
secara bertahap dan sistematis, Belanda berusaha mengurangi peran dan wewenang dari institusi Peradilan Agama. Bukan hanya hukum keluarga yang
dibatasi, tetapi juga hukum pidana Islam yang dipinggirkan pemberlakuannya. Setelah Indonesia merdeka, perjuangan sebagian umat Islam untuk
menjadikan negara agama yang termasuk di dalamnya pemberlakuan hukum pidana Islam, juga mengalami dinamika politik yang fluktuatif. Hingga pada
akhirnya, meskipun hukum pidana Islam tidak bisa diberlakukan secara nasional, namun daerah Aceh mendapat keistimewaan untuk menjalankan
syariat Islam termasuk di dalamnya hukum pidana Islam. Adalah suatu kenyataan bahwa penerapan Syari‟at Islam secara Formal di Nanggroe Aceh
Darussalam merupakan bagian dari proses politik dalam rangka menciptakan perdamaian di Aceh.
58
58
Masykuri Abdillah, Formalisasi Syari’at Islam Di Indonesia:Sebuah pergulatan yang
tak pernah tuntas, Jakarta:Renaisan, 2005, h. 210,
45