Sumber Hukum Pidana Islam

dengan asumsi diyat itu dapat menghidupi dirinya dan anak-anaknya setelah kematian suaminya. Dalam hal ini kepentingan korban keluarga korban untuk diperlakukan adil sangat diperhatikan. Sedangkan hukum pidana positif hanya fokus dalam menangani pelaku dan tidak ada upaya untuk meringankan penderitaan korban atau keluarga korban. 25 Ketiga, dari sisi penegak hukum. Hukum pidana Islam telah memiliki landasan yang kuat dan tidak dapat diubah oleh siapapun yaitu Al-Q ur‟an dan As-sunnah. Dengan demikian tidak ada upaya untuk mengubah aturan, menyimpanginya dan mengesampingkannya. Jika ada seorang penegak hukum yang berpaling dari ketentuan hukum pidana Islam maka akan dapat diketahui dengan mudah. Dengan kata lain, aturan yang jelas dan tegas menutup ruang bagi penegak hukum untuk berbuat sewenang-wenang 26 Dari perbedaan di atas tergambarlah dengan jelas sifat kedua hukum tersebut. Hukum positif merupakan produk manusia yang tentu saja tidak lengkap dan tidak sempurna. Karena penciptanya juga serba tidak sempurna dan terbatas kemampuannya. Itulah sebabnya undang-undang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Sebaliknya, hukum Islam adalah ciptaan Allah yang sempurna dan tidak dapat diubah-ubah atau diganti. 25 Ibid 26 Ibid 28

BAB III ASPEK-ASPEK PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA ISLAM

DI INDONESIA Pada bab ini penulis akan menguraikan aspek-aspek hukum pidana Islam yang pernah berlaku di Indonesia. Penulis membaginya kepada tiga periode besar yaitu; pada masa kerajaan, kolonial Belanda dan pasca kemerdekaan. Meskipun terdapat sejumlah kerajaan yang memberlakukan hukum pidana Islam di Indonesia, pada bab ini penulis akan fokus hanya kepada kerajaan Aceh. Hal ini dimaksudkan agar pembaca dapat mengetahui bahwasanya hukum pidana Islam pernah dipraktekkan di kerajaan Nusantara walaupun hingga perkembangannya saat ini, Indonesia masih menggunakan hukum Pidana peninggalan Belanda. Meskipun demikian, wacana hukum pidana Islam masih terus bergulir yang nantinya akan penulis uraikan pada bab selanjutnya.

A. Pada Masa Kerajaan Aceh

Jika dilihat dari sejarah Kerajaan Aceh Darussalam 1514-1903, Sultan Ali Mughayat Syah 1516-1530 M tercatat dalam sejarah sebagai pembangun Kerajaan Aceh Darussalam. Sedangkan Sultan Alauddin Riayat Syah II Abdul Qahhar 1537-1571 M sebagai pembina organisasi kerajaan dengan menyusun undang-undang dasar negara yang diberi nama Qanun Al-Asyi. Qanun ini kemudian disempurnakan oleh Sultan Iskandar Muda 1607-1636 M . Dalam perjalanan sejarahnya, Qanun Al-Asyi ini disebut juga sebagai Adat Meukuta Alam atau Qanun Meukuta Alam. Dalam Qanun Meukuta Alam ditetapkan