Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir Perjudian dan Sejenisnya

45

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 19PUU-VI2008

TERKAIT WACANA PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA ISLAM DALAM KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN AGAMA Jika pada bab-bab sebelumnya penulis telah menguraikan apa yang dimaksud dengan istilah hukum pidana Islam serta sejarah pemberlakuan aspek hukum pidana Islam di Indonesia, pada bab ini penulis akan menguraikan putusan Mahkamah Konstitusi terkait wacana hukum pidana Islam ke dalam kompetensi absolut Peradilan Agama. Yang mana dalam hal ini penulis akan menganalisa lebih lanjut amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19PUU-VI2008 serta bagaimana prospek pemberlakuan hukum pidana Islam di Indonesia di masa mendatang.

A. Profil Singkat Mahkamah Konstitusi

1. Sejarah dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Sebagaimana yang telah penulis uraikan pada bab pendahuluan di atas bahwa Indonesia adalah negara hukum, dalam artian yang menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya, baik berdasarkan hukum tertulis maupun yang tidak tertulis. 1 Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, maka salah satu substansi penting dari amandemen UUD NRI 1945 sebanyak 4 empat kali adalah harus dibentuknya Mahkamah Konstitusi sebaga lembaga negara yang berfungsi 1 Arief Budiman, Teori Negara;Negara, Kekuasaan dan Idiologi, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 1996, h. 1. menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan cita-cita demokrasi. Hal ini masih merupakan mata rantai reformasi 1998 yang menghendaki perlunya reformasi konstitusi yang dapat menjamin secara konsisten penegakan hak-hak asasi manusia dan demokrasi melalui sistem pemerintahan konstitusional. Oleh karena itu, pada tanggal 13 Agustus 2003 diterbitkanlah UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Seperti dikatakan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa keberadaan MK bagi suatu negara umumnya merupakan negara-negara yang pernah mengalami krisis konstitusional dan baru keluar dari sistem pemerintahan otoriter. 2 Yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji UU terhadap UUD NRI 1945, memutus sengketa antar lembaga negara yang kewenangannya diatur di dalam UUD NRI 1945, memutus sengketa hasil pemilu dan memutus pembubaran parpol. Sedangkan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memutus pendapat atau dakwaan impeachment DPR bahwa presidenwakil presiden telah melanggar hal-hal tertentu di dalam UUD NRI 1945 atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. 3 Sejak keluarnya UU No. 12 tahun 2008 yang merupakan perubahan atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan MK ditambah satu lagi yakni memeriksa dan memutus sengketa hasil pemilihan kepala daerah pilkada yang sebelumnya menjadi kompetensi Mahkamah Agung. Pengalihan 2 H. Achmad Sukarti, “Kedudukan dan Wewenang MK Ditinjau dari Konsep Demokrasi Konstitusional Studi Perbandingan di Tiga Negara Indonesia, Jerman dan Thailand ”, Equality Vol. 11 No. 1, Februari 2006, h. 42. 3 Lihat pasal 10 ayat 1-ayat 3 UU No. 24 tahun 2003 jo. UU No. 8 tahun 2011 tantang Mahkamah Konstitusi.