Menurut Arskal Salim, bahwa pemberlakuan hukum pidana lslam di Nusantara menunjukan betapa pelaksanaan hukum pidana Islam tidak pernah
berlaku secara seragam dan konsisten.
21
Karena keberlakuannya sangat ditentukan oleh kebijakan penguasa pada masanya. Ia menambahkan,
pemberlakuan hukum pidana Islam di sejumlah kerajaan Nusantara
22
adalah sebuah proses interaksi yang aktif antara hukum lslam dan tradisi lokal
setempat yang kemudian menjelma menjadi sebuah akulturasi.
23
B. Pada Masa Kolonial Belanda
Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam menggantikan kerajaan HinduBudha berarti untuk pertama kalinya hukum Islam telah ada di
Indonesia sebagai hukum yang diterima dan diakui. Karena para penguasa ketika itu memposisikan hukum Islam sebagai hukum negara.
24
Belanda sejak zaman VOC Vereenigde Oostindische Compagnie 1602-1798 M tetap
membiarkan lembaga asli yang ada dalam masyarakat sebagaimana sebelumnya. Langkah ini diambil sebagai upaya menghindari perlawanan dari
masyarakat Muslim dan VOC juga tetap mengakui apa yang berlaku sejak
21
Arskal Salim, “Perkembangan Awal Hukum Islam di Nusantara”, Hukum Respublica,
Vol. 5, No. 1, Tahun 2005, h. 67-68.
22
Selain Aceh, beberapa kerajaan lain seperti Banten dan Mataram juga pernah memberlakukan aspek hukum pidana Islam. Bisa di lihat dalam Arskal Salim, Perkembangan
Awal Hukum Islam di Nusantara , h. 67, Azyumardi Azra, Implementasi Syari’at Islam di
Nanggroe Aceh Darussalam: Perspektif Sosio-Historis, dalam Rusjdi Ali Muhammad, Revitalisasi Syari’at Islam di Aceh: Problem, Solusi dan Implementasi Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003, h.
Xxviii, Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2002, h. 39.
23
Arskal Salim, “Perkembangan Awal Hukum...”, h. 72.
24
Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia, Ciputat:Ciputat Press, 2005, h. 48.
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara seperti hukum keluarga Islam, perkawinan, waris dan wakaf.
25
Keadaan hukum Islam pada zaman VOC lebih maju daripada sebelumnya, karena telah terhimpun dalam beberapa kitab hukum. Pemerintah
Belanda sendiri pada waktu itu, hampir pertengahan abad ke-18 , berusaha menyusun buku-buku hukum Islam sebagai pegangan hakim-hakim pengadilan
negeri landraad dan pejabat pemerintahan. Dalam Statuta Jakarta 1642 bahkan hukum keluarga diakui dan diterapkan dengan peraturan Resolutie der
Indiesche Regeering pada 25 Mei 1760, yang merupakan aturan hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam yang dikenal dengan Compendium
Freijer.
26
Selain itu juga diadakannya Pepakem Cirebon sebagai pegangan bagi hakim-hakim peradilan adat yang isinya antara lain memuat sistim hukuman
seperti pemukulan, cap bakar, dirantai dan lain sebagainya. Selain itu juga terdapat kitab hukum Mugharaer yang berlaku untuk pengadilan negeri
Semarang yang berisi perkara-perkara perdata dan pidana yang sebagian besar bermuatan hukum pidana Islam.
27
Posisi syariat Islam tampak strategis ketika Belanda masih menggunakan teori Reception in Complexu. Digagas oleh Loedewyk Willem Christian Van
Den Berg, teori ini menyatakan pemberlakuan hukum Islam secara penuh terhadap orang Islam karena mereka telah memeluk agama Islam. Dengan kata
25
Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2002, h. 47.
26
Ismail Sunny, “Kedudukan Hukum Islam dalam sistem Ketatanegaraan indonesia”,
dalam Amrullah Ahmad SF, dkk, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta:Gema Insani press, 1996, h. 131.
27
Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di Indonesia, Malang:Bayumedia Publishing, 2005, h. 34.