Model Kodifikasi Pengetahuan Kegagalan Proses
Fuzzy logic menggunakan aturan-aturan fuzzy yaitu dengan if-then rules. Karena terdapat tiga variabel input dalam FMEA severity, occurrence dan
detection, dimana tiap-tiap variabel input ini dikelompokkan menjadi 5 kategori Very Low – Very High, maka terdapat 125 rules yang digunakan dapat dilihat
pada Lampiran. Berdasarkan rules tersebut dapat disimpulkan bahwa severity merupakan faktor yang paling menentukan untuk nilai FRPN. Dari rules di atas,
dapat dilihat bahwa apabila nilai severity termasuk kategori very high akan menghasilkan nilai FRPN yang juga berada dalam kategori very high, berapapun
nilai occurrence dan nilai detection-nya. Untuk proses fuzzifikasi mengubah nilai RPN menjadi Fuzzy RPN,
digunakan metode penalaran Mamdani karena baik input yang berupa nilai severity, occurrence dan detection maupun output yaitu nilai fuzzy RPN FRPN
sistem merupakan himpunan fuzzy. Metode penalaran Mamdani menggunakan fungsi implikasi MIN. Tampilan basis aturan dapat pada Gambar 40. Basis aturan
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan konfirmasi dengan pakar dalam menyusun basis aturan, dapat disimpulkan bahwa severity merupakan
faktor yang paling menentukan untuk nilai FRPN. Dalam Lampiran 7 dapat dilihat bahwa apabila nilai severity termasuk kategori very high akan menghasilkan nilai
FRPN yang juga berada dalam kategori very high, berapapun nilai occurrence dan nilai detection-nya.
Gambar 40 Rule Editor Untuk Sistem Fuzzy
Tabel 24 Nilai FRPN
Fungsi Proses Kegagalan pada Proses
S O
D FRPN
Penerimaan lateks Waktu kemantapan mekanik
kurang 650 detik 6
4 1
401
5 3
601
Lateks berbau busuk atau tidak berwarna putih
10 2
2
883
Viskositas tinggi 120 cps 7
2 6
632
5 3
674
Lateks mengandung banyak sabun
8 3
4 748
Penerimaan bahan kimia
Umur bahan kimia sudah atau mendekati kadaluarsa
5 2
1 300
Dispersi bahan kimia
Hasil dispersi tidak sempurna 8
2 6
708
5 2
708
3 3
748
4 2
708
Pengomponan lateks
Timbul busa pada kompon lateks
9 6
2 883
8 2
883
Lateks kompon kurang homogen
5 4
3 461
Timbul gumpalan-gumpalan kecil
3 4
3
356
Pemeraman kompon lateks
Masih terdapat buih pada kompon lateks
9 3
2 883
Pembuatan koagulan
Viskositas koagulan terlalu rendah
7 3
2 595
Tingkat pembasahan wetting kurang
7 6
2 632
Pencelupan cetakan ke dalam
koagulan Lapisan koagulan tidak rata
pada cetakan 8
2 5
708
3 3
748
Pencelupan ke dalam kompon
lateks Timbul buih pada saat
pencelupan lateks 4
3 3
404
4 7
448
Terdapat kotoran pada cetakan dan lateks
3 3
3 356
Hasil pencelupan tidak rata 3
5 6
401
Tabel 24 Nilai FRPN lanjutan
Fungsi Proses Kegagalan pada Proses
S O
D FRPN
Pengeringan hasil celup dan bending
Produk kurang kering 5
3 2
364
Gulungan kurang padat 4
3 2
318
Pencucian post leaching
Pencucian kurang bersih 4
3 3
404
Pengovenan Terlalu matang
2 3
2
155
2 2
155
Kurang matang 4
3 2
318
2 2
318
Pemberian powder
Powder kurang merata 3
3 3
356
2 2
258
Stripping Lengket dan sulit dilepas
3 2
2
258
3 5
356
3 2
258
Tumbling Lengket dan berubah bentuk
3 3
4 356
Tabel 24 menyajikan nilai output tingkat prioritas resiko untuk masing- masing kegagalan proses serta penyebabnya. Dapat diketahui bahwa beberapa
jenis kegagalan proses memiliki nilai terbesar yaitu l
ateks berbau busuk atau tidak berwarna putih saat penerimaan lateks, timbul busa pada kompon lateks pada saat
pengomponan atau pencampuran lateks dengan dispersi bahan kimia serta masih terdapat buih pada kompon lateks pada saat pemeraman lateks. Perhitungan proses defuzzifikasi
terdapat pada Lampiran.
Pengetahuan yang didapatkan dari FMEA ini kemudian dijadikan basis pengetahuan dalam sistem pakar dan penyusunan logic tree sebagai bentuk
representasi pengetahuan. Metode inferensi yang digunakan dalam sistem adalah metode forward chaining yaitu dimulai dari sekumpulan fakta-fakta tentang suatu
efek yang ditemukan pengguna sebagai masukan sistem untuk kemudian dilakukan pelacakan jenis kegagalan proses dan penyebab dari kegagalan proses
sampai tercapainya tujuan akhir berupa kesimpulan kegagalan proses yang terjadi dan rekomendasi upaya penanggulangan.
Berdasarkan kaidah-kaidah hasil representasi pengetahuan, maka disusun rules yang akan digunakan pada sistem pakar yang dibuat. Rules mencakup semua
kombinasi jawaban yang mungkin diinput oleh user dan kombinasi outputnya. Adapun rules dan diagram tree dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran.
Selain itu, pada sistem pakar ini digunakan juga teknik penelusuran depth first search. Teknik penelusuran ini merupakan teknik penelusuran dari node ke
node bergerak menurun ke tingkat dalam yang berurutan. Teknik penelusuran ini hanya digunakan pada jenis-jenis kegagalan proses yang memiliki efek yang
sama. Sistem pakar untuk identifikasi kegagalan proses pada proses produksi
sarung tangan lateks menggunakan software Winexsys Professional Ver. 5.0.8-W. Dalam Winexsys dikenal 3 komponen pembentuk rule, yaitu :
• Qualifier Qualifier merupakan komponen yang memberikan pilihan kepada
pemakai. • Variable
Variable merupakan komponen yang memberikan keleluasaan kepada pemakai untuk memasukkan input berupa angka.
• Choice merupakan tujuan akhir atau output dari sistem pakar. Adapun sistem pakar untuk identifikasi kegagalan proses pada proses
produksi sarung tangan lateks ini hanya menyusun komponen pembentuk qualifier dan choice. Komponen variable tidak disusun karena sistem ini tidak
memberikan keleluasaan kepada user untuk memasukkan input berupa angka. User hanya diberikan pilihan untuk menjawab “Ya” atau “Tidak” saja
berdasarkan hal yang diamati.
Qualifier List - Efek Dari Kegagalan Proses
E1 = Lateks kurang stabil mudah menggupal dan mudah membentuk
lapisan lateks kering permukaan lateks E2
= Lateks cepat rusak
E3 = Timbul pinhole atau fisheye pada produk sarung tangan.
E4 = Tampilan produk buruk
E5 = Produk sarung tangan mudah sobek atau lengket.
E6 = Ketebalan produk sarung tangan bervariasi
E7 = Sarung tangan menjadi kasar
E8 = Timbul cacat dekok dan kerutan pada produk sarung tangan
E9 = Terdapat kotoran pada sarung tangan
E10 = Ketebalan produk bervariasi
E11 = Gulungan tidak rapih
E12 = Gulungan mudah lepas
E13 = Timbul bintik-bintik pada bending, warna menjadi coklat, dan
susah dilepas dari cetakan E14
= Produk sobek E15
= Produk sulit dilepas dan lengket
Choice List - Upaya Penanggulangan
• Penerimaan lateks
S1 = Diamkan selama 2-4 hari S2 = Penambahan KOH atau laurat sebanyak 1,5 - 2,5 liter dan
didiamkan selama 1 malam agar dapat bereaksi S3 = Tingkatkan kebersihan tangki atau gunakan plastik pelindung ke
dalam drum S4 = Beli lateks pekat dari pabrik yang berasal dari klon khusus
penghasil lateks pekat, misalnya klon GT1. S5 = Lakukan pengenceran dengan air dan KOH 10
S6 = Campur dengan lateks yang tidak mengandung banyak sabun. Setiap pemindahan lateks dilakukan sehati-hati mungkin
mempertimbangkan timbulnya buih. Setiap kali penuangan standby harus cukup agar buih naik ke permukaan. Pembersihan buih harus
dilakukan dengan benar. Buih dikumpulkan terlebih dahulu di tengah,
kemudian selanjutnya dipinggirkan. • Penerimaan bahan kimia
S7 = Kembalikan ke pemasok • Dispersi bahan kimia
S8 = Pastikan bahwa bahan kimia yang digunakan yaitu Sulphur, ZDEC, ZDBC, ZnO, ZO, TiO2 sesuai ketentuan takaran dan ditimbang
dengan timbangan analitis S9 = Waktu proses minimal 2 hari atau sesuai dengan petunjuk operasi
S10 = Melakukan pemeriksaan berkala terhadap jumlah dan kondisi bola-bola dispersi
S11 = Bola-bola harus memenuhi setengah botol dan setelah ditambah
bahan kimia dan air masih menyisakan ruang kosong 13 volume botol • Pengomponan lateks
S12 = Pengadukan diperlambat, kontinu dan jangan sampai menimbulkan busa
S13 = Penuangan didekatkan dengan dinding wadah atau tempelkan ke permukaan lateks
S14 = Lamanya pengadukan campuran lateks 60 dengan stabilizer sebelum ditambahkan dispersi kimia harus mencapai 30 menit.
Sedangkan lamanya pengadukan campuran lateks 60 setelah ditambahkan stabilizer, dispersi kimia dan wetting agent harus
mencapai 30 menit.
S15 = Saring dengan saringan stainless 100 mesh • Pemeraman kompon lateks
S16 = Pemeraman kompon lateks dilakukan minimal selama 2 hari sebelum digunakan dan pembersihan busa dilakukan menggunakan
saringan plastik dengan cara diangkat pelan-pelan
• Pembuatan koagulan
S17 = Naikkan konsentrasi kalsium nitrat dan karbonat
S18 = Pemeraman koagulan harus mencapai 1 hari • Pencelupan cetakan ke dalam koagulan
S19 = Proses dipping dimulai jika larutan koagulan sudah stabil 30-60 menit setelah pengaturan koagulan selesai. Selain itu, ratakan lapisan
koagulan pada cetakan dengan spon agar lapisan koagulan merata pada cetakan.
S20 = Pencucian cetakan harus dilakukan sebersih mungkin hingga tidak terdapat kotoran papaun pada cetakan. Bila perlu, menggunakan
konsentrasi asam nitrat 1-2 dan temperatur 27-30ºC. • Pencelupan ke dalam kompon lateks
S21 = Lateks harus bebas dari bubble, busa, dan pengotor lainnya. Pengadukan dilakukan secara perlahan dan gumpalan lateks harus
dikeluarkan dari lateks dip. S22 = Lakukan penyapuan buih setiap kali akan melakukan
pencelupan. Penyapuan busa harus dilakukan dengan benar. Busa dikumpulkan terlebih dahulu di tengah, kemudian selanjutnya
dipinggirkan. S23 = Lakukan proses penyaringan dengan alat penyaring yang terbuat
dari kawat stainless steel dengan mess 100 S24 = Diambil permukaan yang mengental dan tambah stabilizer
kemudian diaduk • Pengeringan hasil celup dan bending
S25 = Waktu stanby kira-kira 5 menit S26 = Perbaiki cara penggulungan. Lakukan dengan hati-hati dan tidak
terburu-buru. • Pencucian post leaching
S27 = Rendam dengan air panas 50-60ºC selama 30 menit dan bilas
dengan air dingin, kemudian masukkan wet powder dan tumbler. • Pengovenan
S28 = Kontrol thermometer thermocouple dan lakukan kalibrasi serta
pengovenan dilakukan selama 1.5-2 jam dengan suhu 85-95ºC • Pemberian powder
S29 = Jumlah powder sebaiknya ditambah sesuai dengan kebutuhan
S30 = Memberikan pengarahan kepada operator agar dapat memberikan powder secara merata baik pembedakan kering maupun
pembedakan basah • Stripping
S31 =Sebaiknya kuku operator dipotong untuk menghindari sarung tangan menjadi sobek ketika dilepaskan
S32 = Sarung tangan dilepaskan dari bagian dalam menjadi bagian luar. Menarik sarung tangan dari bagian cuff dan semuanya terbalik. Pakai
sarung tangan katun sehingga kuku tidak kontak langsung dengan karet. S33 = Jumlah powder sebaiknya ditambah sesuai dengan kebutuhan
• Tumbling
S34 = Sarung tangan dimasukkan ke dalam tumbler per 10 kg. Suhu tumbler di-setting 50-70ºC selama 30 menit. Setelah selesai proses
tumbling, sarung tangan dimasukkan ke dalam keranjang. Contoh tampilan sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 41 dimana
pengguna pertama kali akan ditanyakan mengenai efek kegagalan proses yang ingin diketahui penyebab dan solusinya. Diagram pohon yang menjadi dasar
dalam penyusunan basis aturan dalam sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 42.
Gambar 41 Tampilan Sistem Pakar dalam Menanyakan Masalah
F1 E1
C1 C2
S1 S2
E2 F2
C3 S3
E3 F3
F4 F7
F10 F14
C4 C5
C6 S4
S5 S6
C12 C13
S12 S13
C16 S16
C21 C22
S21 S22
E4 F5
C7 S7
E5 F6
C8 C9
C10 C11
S8 S9
S10 S11
E6 F8
F11 F13
C14 S14
C17 S17
C19 S19
C20 S20
E7 F9
C15 S15
E8 F12
C18 S18
E9 F15
F19 C23
S23 C27
S27 E10
F16 C24
S24 E11
F17 C25
S25 E12
F18 C26
S26 E13
F20 C28
C29 E14
F21 F23
F24 C30
C31 S28
C34 C35
S31 S32
E15 C32
S33 C36
S34 F22
C32 C33
S29 S30
Gambar 42 Tree Diagram dalam Sistem Pakar
Gambar 43 Tampilan Sistem Pakar dalam Mengkonfirmasi Penyebab Kegagalan Gambar 41 sd Gambar 45 menjelaskan proses penemuan penyebab
kegagalan proses yang mengakibatkan terjadinya pinhole atau fish eye dengan kode E3. Kode ini dapat berasal dari beberapa kegagalan proses seperti dapat
dilihat pada Gambar 42. Basis aturan dapat dilihat pada Lampiran 9 sedangkan validation tree dapat dilihat pada Lampiran 10.
Gambar 44 Tampilan Sistem Pakar dalam Mengkonfirmasi Penyebab Kegagalan Berikutnya
Gambar 44 menampilkan solusi dari sistem pakar mengenai efek kegagalan pinhole dan fish eye.
Gambar 45 Tampilan Sistem Pakar dalam Memberikan Solusi