Model Kodifikasi Pengetahuan Disain Proses

Karakteritik ketebalan produk sangat dipengaruhi oleh kondisi lateks pekat, formulasi koagulan, serta kondisi proses saat pencelupan koagulan dan pencelupan kompon lateks. Kondisi saat lateks saat penerimaan dapat bervariasi mulai dari kadar karet kering KKK 60 atau lebih rendah lagi. Bila KKK lebih besar tentu akan menghasilkan ketebalan produk yang lebih tinggi karena lebih kental. Formulasi koagulan juga berpengaruh kuat karena fungsinya untuk menarik lateks sebanyak mungkin. Beberapa produk yang tipis seperti kondom tidak memakai koagulan karena produk tipis. Produk balon koagulannya encer dan waktu tinggal di lateks tidak lama. Koagulannya menggunakan senyawa ion CaCl 2 atau CaNO 3 Karakteristik teknis produk tidak bocor atau tidak adanya pinhole atau fisheye memiliki karakteristik kuat terhadap formulasi anti busa. Hal ini dikarenakan timbulnya busa pada kompon lateks dapat menyebabkan kebocoran. Bahan anti ditambahkan ke dalam kompon lateks sebanyak 0,01-0,3 dari volume kompon lateks. Buih dalam kompon lateks biasanya dihilangkan juga dengan mendiamkan kompon lateks minimal semalam. Biasanyan timbul busa saat pengadukan sehingga perlu waktu diam yang cukup untuk menghilangkan busa. Timbulnya kebocoran antara lain juga karena saat pencelupan kompon dengan hubungan sedang. Bila kompon lateks terlalu banyak mengandung sabun serta pengadukan yang tidak hati-hati sehingga menimbulkan buih maka akan mengakibatkan kebocoran pada produk. . Beberapa produk tebal seperti spigmomanometer atau komponen tensimeter menggunakan jenis bentonit sebagai koagulan. Pencelupan cetakan ke dalam koagulan dan kompon lateks juga memiliki hubungan kuat dengan pencapaian ketebalan produk yang diinginkan. Bila hanya sebentar maka sifat pembasahan dari koagulan sangat rendah sehingga nantinya kompon lateks hanya menempel tipis. Sifat-sifat fisika produk barang jadi lateks seperti tegangan putus, perpanjangan putus dan modulus memiliki hubungan kuat dengan sistem vulkanisasi seperti dapat dilihat pada Gambar 38. Hal ini dikarenakan tegangan putus ditentukan oleh reaksi atau ikatan antar rantai karet melalui jembatan sulfur yang disebut dengan reaksi ikatan silang. Jenis pencepata atau katalis pada reaksi ikatan silang, dosis, dan perbandingan sulfur berpengaruh terhadap sifat-sifat fisika seperti tegangan putus, perpanjangan putus dan kekerasan. Selain itu sifat fisika juga memiliki hubungan kuat dengan anti oksidan yang memang fungsinya untuk menjaga penurunan sifat fisika. Sifat fisika juga memiliki hubungan kuat dengan pencampuran lateks dengan dispersi bahan kimia serta pemeraman. Hal ini ditentukan oleh sifat homogenitas bahan kimia karet dengan lateks dan pemeraman terkait dengan kematangan. Makin lama diperam akan makin kuat sifat fisikanya. Karakteristik tidak ada perubahan warna memiliki hubungan kuat dnegan bahan pewarna. Jika yang digunakan adalah bahan pewarna organik pewarna yang bagus maka tidak terjadi perubahan warna. Biasanya yang dipakai anorganik sehingga bisa jadi pudar. Titan bersifat anorganik dan biasanya digunakan hanya sebagai pemutih. Timbulnya cacat fisika memiliki hubungan kuat dengan lateks pekat dimana bila lateks sudah mengalami prakoagulasi maka dapat dipastikan akan timbul kecacatan pada produk. Bahan penstabil yang kurang serta ketiadaan anti busa juga dapat menyebabkan cacat fisik pada produk. Kandungan protein pada lateks memiliki hubungan kuat dengan lateks pekat karena memang lateks mengandung protein spesifik yang menimbulkan alergi. Bila dilakukan proses pencucian maka sebagian protein terlarut akan terbuang bersama dengan pencucian. Klorinasi juga berpengaruh untuk mengurangi protein dan pelapisan sekaligus. Kandungan bahan karsinogenik juga terkit dengan jenis pengawet lateks pekat. Bila menggunakan TZ tetapi perkembangan terakhir tidak terlalu berpengaruh karena jumlahnya sangat kecil. Jenis tiuram yang berada dalam TZ bersifat karsinogenik. TMTD precursor karsinogenik nitrosamine walaupun kecil. Berdasarkan hubungan antara karakteristik produk dengan karakteristik proses maka dapat ditentukan bobot masing-masing karakteristik proses untuk dapat diketahui manakah karaktersitik disain proses yang paling menentukan dalam pencapaian karaktersitik produk yang diinginkan. Tabel 22 menyajikan nilai bobot dan peringkat dari masing-masing karakteristik proses. Tabel 22 Hasil Defuzzifikasi Karakteristik Proses No. Karakteristik Teknis Triangular Fuzzy Number TFN Kepentingan Absolut Kepentingan Relatif Peringkat 1 Lateks Pekat [ 1,42 4,175 6,62 ] 4,072 8,60 4 2 Penstabil [ 0,3 0,95 2,41 ] 1,220 2,58 16 3 Sistem vulkanisasi [ 1,64 4,85 7,8 ] 4,763 10,06 2 4 Anti Busa [ 0,72 1,75 3,01 ] 1,827 3,86 10 5 Pewarna [ 0,4 1,125 2,81 ] 1,445 3,05 15 6 Antioksidan [ 1,34 3,75 6,3 ] 3,797 8,01 6 7 Pengisi [ 0,4 1,85 4,52 ] 2,257 4,76 9 8 Koagulan [ 0,52 1,375 2,81 ] 1,568 3,31 13 9 Dispersi [ 1,28 3,65 5,9 ] 3,610 7,62 7 10 Pencampuran [ 1,38 4,075 6,6 ] 4,018 8,48 5 11 Pembersihan [ 0,1 0,725 2,51 ] 1,112 2,35 17 12 Pencelupan [ 0,52 2,175 4,34 ] 2,345 4,95 8 13 Pencelupan [ 1,64 4,875 8,18 ] 4,898 10,34 1 14 Pematangan [ 1,68 4,65 7,06 ] 4,463 9,42 3 15 Pembedakan [ 0,6 1,5 3,01 ] 1,703 3,60 11 16 Pelepasan [ 0,3 0,75 2,11 ] 1,053 2,22 18 17 Pencucian [ 0,3 1,35 3,34 ] 1,663 3,51 12 18 Tumbler [ 0,1 1,125 3,44 ] 1,555 3,28 14 Perhitungan defuzzifikasi untuk masing-masing karakteristik teknis menggunakan pendekatan centroid. Contoh perhitungan TFN pada Tabel 22 dapat dilihat pada Lampiran 11. Sedangkan untuk perhitungan defuzzifikasi Karakteristik Lateks Pekat seperti pada Tabel 22 didapatkan nilai pembilang dan penyebut sebagai berikut : Pembilang = = = = 10,586 Penyebut Sehingga didapatkan nilai defuzzifikasi seperti dapat dilihat pada Tabel 22. 072 , 4 6 , 2 586 , 10 . = = . . = ∫ ∫ dx x xdx x x A A µ µ Berdasarkan tabel 22 dapat diketahui bahwa peringkat tertinggi adalah proses pencelupan kompon, sistem vulkanisasi, pematangan atau vulkanisasi serta kondisi dan jenis lateks pekat serta kelima adalah pencampuran dan pemeraman kompon lateks. Beberapa pengetahuan tersebut kemudian dikodifikasi dalam bentuk taksonomi pengetahuan dan peta pengetahuan seperti dapat dilihat pada Gambar 39. Gambar 39 Taksonomi pengetahuan proses barang celup lateks

6.4. Model Kodifikasi Pengetahuan Kegagalan Proses

Model kodifikasi pengetahuan kegagalan proses bertujuan untuk mengakusisi pengetahuan mengenai kegagalan proses sebagai bagian dari konversi pengetahuan tacit menjadi explisit serta mendapatkan bobot bentuk kegagalan proses yang memiliki nilai resiko terbesar dengan menggunakan metode FFMEA. Berdasarkan wawancara dengan pihak pabrik sarung tangan lateks dapat diketahui bahwa bahwa dalam proses pembuatan sarung tangan lateks terdapat 24 bentuk kegagalan proses yang biasa ditemukan. Bentuk kegagalan proses tersebut dikodekan dari F1 sd F24. Bentuk-bentuk kegagalan proses pada masing-masing proses dapat dilihat pada Tabel 23. Kemudian dari masing proses tersebut ditanyakan dampak atau efek kegagalannya serta diberikan rating mengenai seberapa serius dampaknya dengan skala 1 sd 10. Setelah itu wawancara dilanjutkan dengan menanyakan penyebab dari masing—masing kegagalan proses serta diberikan penilaian mengenai frekuensi kemunculan penyebab serta mudah tidaknya penyebab tersebut dideteksi. Perhitungan nilai risk priority number RPN yang besar menandakan bahwa nilai severity, occurance dan detectability memilki angka penilaian yang besar. Pendekatan fuzzy yang digunakan dalam menentukan RPN memilki pola yang berbeda dengan perhitungan RPN biasa yang hanya dengan cara perkalian. Tabel 23 Bentuk-bentuk kegagalan proses dalam proses sarung tangan lateks Proses Bentuk Kagagalan Proses Kode Penerimaan lateks Waktu kemantapan mekanik kurang 650 detik F1 Lateks berbau busuk atau tidak berwarna putih F2 Viskositas tinggi 120 cps F3 Lateks mengandung banyak sabun F4 Penerimaan bahan kimia Umur bahan kimia sudah atau mendekati kadaluarsa F5 Dispersi bahan kimia Hasil dispersi tidak sempurna F6 Pengomponan lateks Timbul busa pada kompon lateks F7 Lateks kompon kurang homogen F8 Timbul gumpalan-gumpalan kecil F9 Pemeraman kompon lateks Masih terdapat buih pada kompon lateks F10 Pembuatan koagulan Viskositas koagulan terlalu rendah F11 Tingkat pembasahan wetting kurang F12 Pencelupan cetakan ke dalam koagulan Lapisan koagulan tidak rata pada cetakan F13 Pencelupan ke dalam kompon lateks Timbul buih pada saat pencelupan lateks F14 Terdapat kotoran pada cetakan dan lateks F15 Hasil pencelupan tidak rata F16 Pengeringan hasil celup dan bending Produk kurang kering F17 Gulungan kurang padat F18 Pencucian Pencucian kurang bersih F19 Pengovenan Terlalu matang F20 Kurang matang F21 Pemberian powder Powder kurang merata F22 Stripping Lengket dan sulit dilepas F23 Tumbling Lengket dan berubah bentuk F24 Fuzzy logic menggunakan aturan-aturan fuzzy yaitu dengan if-then rules. Karena terdapat tiga variabel input dalam FMEA severity, occurrence dan detection, dimana tiap-tiap variabel input ini dikelompokkan menjadi 5 kategori Very Low – Very High, maka terdapat 125 rules yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan rules tersebut dapat disimpulkan bahwa severity merupakan faktor yang paling menentukan untuk nilai FRPN. Dari rules di atas, dapat dilihat bahwa apabila nilai severity termasuk kategori very high akan menghasilkan nilai FRPN yang juga berada dalam kategori very high, berapapun nilai occurrence dan nilai detection-nya. Untuk proses fuzzifikasi mengubah nilai RPN menjadi Fuzzy RPN, digunakan metode penalaran Mamdani karena baik input yang berupa nilai severity, occurrence dan detection maupun output yaitu nilai fuzzy RPN FRPN sistem merupakan himpunan fuzzy. Metode penalaran Mamdani menggunakan fungsi implikasi MIN. Tampilan basis aturan dapat pada Gambar 40. Basis aturan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan konfirmasi dengan pakar dalam menyusun basis aturan, dapat disimpulkan bahwa severity merupakan faktor yang paling menentukan untuk nilai FRPN. Dalam Lampiran 7 dapat dilihat bahwa apabila nilai severity termasuk kategori very high akan menghasilkan nilai FRPN yang juga berada dalam kategori very high, berapapun nilai occurrence dan nilai detection-nya. Gambar 40 Rule Editor Untuk Sistem Fuzzy