Program ini dilaksanakan sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM yang subsidinya ditarik oleh pemerintah pusat.
Kenaikan harga BBM tersebut jelas berdampak pada naiknya harga bahan pangan sembilan bahan pokok, salah satunya beras.
Program Raskin ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan
pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah dengan jumlah maksimal 15 Kgrumah tangga miskinbulan dengan masing-masing seharga Rp
1600,00Kg netto di titik distribusi. Program ini mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke titik
distribusi di pegang oleh Perum Bulog. Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan
pokok dalam rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein.
2.4. Penelitian Terdahulu
Studi empiris tentang kemiskinan dan ketahanan pangan dilakukan oleh Saputra 2008 menyatakan adanya hubungan lurus antara pendapatan masyarakat
dengan pola konsumsi pangan masyarakat miskin, dimana 80 dari pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Dengan demikian keterbatasan
pendapatan, berimplikasi pada kerawanan pangan. Analisis ketahanan pangan rumahtangga pertanian dilakukan oleh Hardono
2002 dengan model persamaan simultan dan metode 2 SLS. Hasil analisis menunjukan faktor-faktor determinan ketahanan pangan rumahtangga pada
indikator : produksi usahatani, pendapatan, ketersediaan, pengeluaran pangan dan kecukupan energi adalah luas sawah garapan, alokasi tenaga kerja, harga padi,
pendapatan istri, perbedaan lokasi dan agroekosistem, pendapatan disposable, jumlah anggota keluarga, ketersediaan pangan, pengeluaran pangan, non pangan
dan pendidikan. Upaya peningkatan akses rumahtangga pertanian terhadap pangan terkendala oleh tidak responsifnya luas garapan terhadap perubahan harga padi,
jumlah tenaga kerja dan modal usaha. Ketersediaan pangan responsif terhadap harga padi dan pendapatan, sedangkan kecukupan energi ditentukan oleh
pengeluaran pangan dan jumlah anggota keluarga. Nilai tabungan berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan dan cadangan pangan. Sedangkan faktor
eksternal yang berpengaruh pada peningkatan ketahanan pangan rumahtangga adalah kenaikan harga padi, luas garapan, alokasi waktu berburuh dan cadangan
pangan. Faktor eksternal yang menurunkan ketahanan pangan rumahtangga adalah kenaikan harga pupuk dan upah buruh tani.
Asmarantaka 2007 menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani yang dikaitkan dengan tingkat ketahanan pangan, menggunakan model persamaan
simultan dan metode 2 SLS. Hasil analisis menunjukkan pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga pertanian di desa pangan dan perkebunan termasuk dalam
kategori tahan pangan berdasarkan pendekatan setara beras, dimana ketahanan pangan tertinggi terdapat pada desa perkebunan dan terendah di desa pangan.
Dengan demikian, konsep ketahanan pangan tidak selalu searah dengan ketersediaan produksi, tetapi ditentukan oleh akses ketersediaan pangan melalui
tingkat pendapatan rumahtangga pertanian. Model persamaan simultan menunjukan bahwa produksi responsif terhadap penggunaan tenaga kerja
sehingga peningkatan penggunaan tenaga kerja akan berdampak positif terhadap produktifitas usahatani yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan rumahtangga petani sehingga mendukung ketahanan pangan rumahtangga. Pengeluaran konsumsi, investasi pendidikan, kesehatan dan
tabungan dipengaruhi dan responsif terhadap pendapatan. Peningkatan harga output komoditas utama maupun kenaiakan harga input mempunyai dampak
positif terutama bagi desa pangan, yaitu peningkatan pendapatan usahatani, tabungan dan biaya investasi.
Penelitian lain tentang ekonomi rumahtangga dilakukan Rochaeni 2005 dengan pembahasan tentang waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran
rumahtangga pertanian menggunakan model persamaan simultan dengan metode 2 SLS. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa alokasi waktu kerja anggota
rumahtangga petani lebih banyak pada non usahatani karena pendapatan dari non usahatani lebih besar dari pendapatan usahatani. Pengeluaran total rumahtangga
pertanian terbesar dialokasikan untuk konsumsi pangan dan non pangan, yakni sebesar 50,52 dari pendapatan total rumahtangga, sedangkan untuk investasi
sebesar 22,77 dari pendapatan total rumahtangga. Perubahan curahan kerja anggota rumahtangga akan berpengaruh pada tingkat pendapatan rumahtangga.
Sementara perubahan harga input dan output padi menurunkan curahan kerja suami pada usahatani padi dan meningkatkan pendapatan dari non usahatani padi.
Hasil penelitian Smith dan Strauss 1986 dalam Singh et.all 1986 menggunakan data Sierra Leone merupakan simulasi data mikro untuk
mengetahui konsekuensi intervensi kebijakan terhadap berbagai tipe rumahtangga yang menunjukan bahwa kenaikan harga padi memperbaiki gizi penduduk
pedesaan secara keseluruhan . Bagi rumahtangga berpendapatan rendah yang umumnya mempunyai persediaan jumlah padi lebih banyak untuk dijual sebagai
tambahan keuntungan, maka kenaikan harga padi memberi dampak positif terhadap status gizi. Tambahan keuntungan ketika harga padi naik dapat
digunakan untuk mengimbangi kenaikan harga pangan lain yang dibeli untuk dikonsumsi sehingga status gizi mereka bertambah baik.
Penelitian ini membahas peranan bantuan modal PUAP dalam meningkatkan produktifitas usahatani dan pendapatan petani serta proporsi raskin
dalam pengeluaran pangan rumahtangga sehingga diketahui peranan kedua program penanggulangan kemiskinan tersebut terhadap ketahanan pangan
rumahtangga petani.
III. KERANGKA PEMIKIRAN