Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Kesehatan PKS
Variabel Parameter
Dugaan Standar Error
t Value Pr |t|
Elastisitas Intercept
309606.8 155784.1
1.99 0.0545
PTRT 0.002387
0.005709 0.42
0.6784 AKE
-4037.75 2540.537
-1.59 0.1207
-3.82437 PPK
-0.02008 0.030628
-0.66 0.5162
F hitung = 0,94, Pr F = 0,4333, R
2
= 0,07236
Peningkatan pendapatan rumahtangga akan meningkatkan pengeluaran kesehatan, dimana peningkatan pendapatan tersebut mendorong rumahtangga
memberi pelayanan kesehatan terbaik bagi anggota keluarganya. Peningkatan angka kecukupan gizi yang menandakan terpenuhinya kebutuhan gizi anggota
keluarga akan mengurangi pengeluaran kesehatan. Sedangkan peningkatan pengeluaran pendidikan juga akan mengurangi pengeluaran kesehatan sebagai
upaya rumahtangga meminimumkan pengeluaran rumahtangga. Pada taraf nyata 5 , pengeluaran kesehatan kurang responsif terhadap angka kecukupan energi,
dimana setiap terjadi kenaikan angka kecukupan energi 1 akan menurunkan pengeluaran kesehatan sebesar 3,8 . Tingginya nilai elastisitas angka kecukupan
energi terhadap pengeluaran kesehatan mengindikasikan bahwa kesehatan anggota rumahtangga sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi anggota
rumahtangga tersebut dari pangan yang dikonsumsi. Angka kecukupan energi merupakan indikator hasil ketahanan pangan karena terpenuhinya kebutuhan gizi
anggota rumahtangga menandakan kemampuan rumahtangga megoptimalkan pemanfaatan pangan yang dikonsumsi sehingga kesehatan anggota rumahtangga
yang baik dapat tercapai. Oleh karena itu, pengeluaran kesehatan juga mencerminkan tingkat ketahanan pangan rumahtangga yang ditunjukan dari
kinerja indikator hasil ketahanan pangan, yakni angka kecukupan energi. Bagi rumahtangga dengan pendapatan terbatas, pangan murah menjadi pilihan dalam
memenuhi konsumsi pangan sehari-hari. Jika kandungan gizi pangan tersebut tidak memenuhi angka kecukupan energi maka akan memicu masalah kesehatan
bagi anggota rumahtangga sehingga pengeluaran kesehatan akan meningkat.
6.4.4 Pengeluaran Non Pangan
Pengeluaran non pangan dalam struktur pengeluaran rumahtangga termasuk rumahtangga miskin memiliki porsi yang cukup besar. Kebutuhan non pangan
seperti biaya sosial kemasyarakatan, biaya transportasi dan kebutuhan sehari-hari menjadi kebutuhan sekunder yang tidak terhindarkan untuk dipenuhi sehingga
porsi tabungan atau pinjaman modal usaha produktif tidak jarang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut apabila porsi pendapatan rumahtangga digunakan
untuk pengeluaran kebutuhan primer seperti pangan.
Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Non Pangan PNP
Variabel Parameter
Dugaan Standar
Error t Value
Pr |t| Elastisitas
Intercept 2784103
2733611 1.02
0.3153 PTRT
0.177213 0.166803
1.06 0.2951
JAS -818395
1460254 -0.56
0.5786 PUAP
3.406815 1.330138
2.56 0.0148
0.579719 F hitung = 4,22, Pr F = 0,0117, R
2
= 0,26022
Peningkatan PUAP secara nyata dan positif akan meningkatkan pengeluaran non pangan. Hal ini menandakan bahwa pinjaman PUAP tidak hanya
digunakan untuk kegiatan produktif, melainkan juga untuk kegiatan konsumtif. Peningkatan pendapatan rumahtangga akan diikuti dengan keberagaman jenis
kebutuhan non pangan sehingga peningkatan pendapatan tersebut akan meningkatkan pengeluaran non pangan, meskipun tidak signifikan. Sedangkan
jumlah anak sekolah yang meningkat akan menjadi pertimbangan bagi rumahtangga untuk mengurangi pengeluaran non pangan. Pada taraf nyata 5 ,
pengeluaran non pangan kurang responsif terhadap perubahan pinjaman PUAP, dimana peningkatan 1 pinjaman PUAP akan meningkatkan pengeluaran non
panmgan sebesar 0,58 . Nilai elastisitas PUAP terhadap pengeluaran pangan yang rendah menandakan bahwa pinjaman PUAP tidak hanya digunakan untuk
konsumsi non pangan.
6.4.5. Angka Kecukupan Energi
Angka kecukupan energi merupakan indikator hasil ketahanan pangan dimana terpenuhinya angka kecukupan enrgi mengindikasikan kemampuan
rumahtangga mengoptimalkan pemanfaatan pangan yang dikonsumsi. Indikator hasi ketahanan pangan ini dapat menjelaskan bagaimana pendapatan rumahtangga
mampu digunakan untuk memilih konsumsi pangan yang memenuhi kebutuhan gizi anggota rumahtangga. Oleh karena pendekatan ekonomi rumahtangga yang
digunakan dalam peneltiuan ini adalah konsep marginal utility maka nilai konsumsi energi setiap anggota rumahtangga diasumsikan sama atau tidak ada
perbedaan konsumsi energi antar anggota rumahtangga. Angka kecukupan energi AKE merupakan persentase dari energi yang dikonsumsi anggota keluarga.
Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Angka Kecukupan Energi AKE
Variabel Parameter
Dugaan Standar
Error t Value
Pr |t| Elastisitas
Intercept 73.24976
6.567416 11.15
.0001 PTRT
6.39E-07 2.66E-07
2.41 0.0214
0.0932 NPPG
1.99E-06 1.36E-06
1.47 0.1503
JAK -6.61001
1.224703 -5.4
.0001 -0.45089
F hitung = 9,62, Pr F = .0001, R
2
=0,44487
Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh nyata dan mengurangi angka kecukupan energi. Sedangkan peningkatan pendapatan yang mencerminkan
peningkatan daya beli rumahtangga terhadap pangan juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan angka kecukupan energi. Sejalan dengan temuan Handono
2002 yang menyatakan peningkatan pendapatan rumahtangga 7,39 akan diikuti dengan peningkatan angka kecukupan energi sebesar 0,56 . Peningkatan
nilai pengeluaran pangan yang diharapkan digunakan untuk membeli bahan makanan yang mampu nemenuhi gizi seluruh anggota keluarga akan
meningkatkan angka kecukupan energi. Pada taraf nyata 5 , angka kecukupan energi responsif dengan perubahan pendapatan rumahtangga , dimana kenaikan
pendapatan rumahtangga 10 , akan meningkatkan angka kecukupan energi 0,932 , sementara angka kecukupan energi kurang responsif terhadap perubahan