Hasil Validasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani

Hasil analisis persentase kesalahan pada model menunjukan model layak untuk dilakukan simulasi. Tabel 33. Hasil Validasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Variabel RMSPE UM US UC U-THEIL GRPN 35.1421 0.43 0.57 0.1242 PRDI 73.0207 0.31 0.69 0.2678 JPU 134.3 0.5 0.5 0.2715 JPT 63989.7 0.48 0.52 0.3378 TKDK 444.1 0.58 0.42 0.5551 TKLK 715.8 0.67 0.33 0.4827 TKER 309.2 0.68 0.32 0.436 TKNP 465 1 0.3858 BUT 168.1 0.35 0.65 0.2868 PUTP 70.4332 0.03 0.97 0.226 PTP 99.4529 0.03 0.97 0.2225 PBNP 264.8 0.03 0.97 0.2919 PTRT 58.007 0.01 0.99 0.081 PI 87.1997 0.4 0.6 0.2804 NPPG 17.2237 0.04 0.96 0.0739 PNP 84.7855 0.3 0.7 0.2846 PPK 87.2983 0.41 0.59 0.2808 PKS 966.2 0.76 0.24 0.6618 TAB 997 0.19 0.81 0.369 AKE 13.8295 0.15 0.85 0.0723 TPRT 39.346 0.3 0.7 0.1998 7.2. Evaluasi Dampak Kebijakan PUAP dan Raskin Simulasi pertama yaitu peningkatan jumlah PUAP 30 dengan mempertimbangkan jumlah biaya usahatani rata-rata petani sampel. Peningkatan PUAP 30 akan menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan luas garapan 6,15 sehingga produksi meningkat 5,52 . Hal ini diikuti juga dengan peningkatan input-input produksi pupuk dan tenaga kerja luar keluarga sebesar 10,49-16,68 . Peningkatan alokasi tenaga luar keluarga untuk padi akan meningkatkan alokasi waktu tenaga kerja keluarga untuk kegiatan beburuh non pertanian sebesar 1,3 sehingga pendapatan berburuh non pertanian meningkat 0,096 . Namun terjadi penurunan pendapatan rumahtangga sebesar 1,14 . Hal ini terjadi karena terjadi peningkatan biaya usahatani 10,6 akibat penggunaan input produksi, sementara petani sampel adalah petani subsisten yang mengkonsumsi hasil usahatani padinya untuk kebutuhan pangan rumahtangga sehingga nilai pendapatan yang diperhitungkan selisih nilai padi yang dimakan dengan biaya usahatani menurun 11,62 . Peningkatan produksi akan mendukung pemenuhan kebutuhan beras rumahtangga petani subsisten sehingga menurunkan nilai pengeluaran pangan 0,79 . Penurunan nilai pengeluaran pangan memungkinkan anggaran rumahtangga digunakan untuk konsumsi non pangan meningkat 17,14 . Untuk pengeluaran investasi sumberdaya manusia meningkat 0,18 . Peningkatan PUAP 30 akan meningkatkan tabungan sebesar 13,44 . Terjadi penurunan angka kecukupan energi 0,19 yang mengindikasikan bahwa peningkatan produksi padi tidak serta merta meningkatkan kecukupan energii jika tidak diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan gizi selain karbohidrat. Simulasi yang kedua adalah peningkatan jumlah pagu raskin 30 sesuai dengan wacana Bulog pada lokakarya dengan perguruan tinggi pada Januari 2012. Peningkatan raskin 30 hanya menurunkan nilai pengeluaran pangan sebesar 0,26 sehingga petani subsisten tetap menutupi kebutuhan berasnya dari produksi sendiri dengan peningkatan produksi meski hanya 0,02 yang diikuti dengan peningkatan penggunaan input-input produksi pupuk sebesar 0,04 . Penambahan jumlah pagu raskin 30 atau 1,5 kg dari pagu raskin sebelumnya tidak merubah luas garapan sehingga tidak terjadi penambahan pada tenaga kerja luar keluarga yang umumnya dibutuhkan dalam pengolahan lahan. Petani juga menambah alokasi waktu tenaga kerja keluarga untuk kegiatan berburuh non pertanian sebesar 0,05 sehingga pendapatan berburuh non pertanian meningkat 0,03 . Namun terjadi penurunan pendapatan total rumahtangga dalam jumlah kecil yakni 0, 00082 karena dalam proses produksi, terjadi kenaikan biaya usahatani sebesar 0,04 , sehingga menurunkan pendapatan usahatani diperhitungkan 0,045 nilai padi tidak dijual lebih kecil dari peningkatan biaya usahatani. Penurunan pendapatan rumahtangga tersebut diikuti dengan penurunan konsumsi non pangan 0,00016 , namun terjadi peningkatan pada pengeluaran investasi sumberdaya manusia 0,08 . Pengeluaran total rumahtangga menurun 0,05 akibat penurunan pengeluaran non pangan dan nilai pengeluaran pangan. Namun demikian, rumahtangga tidak mengalokasikan anggaran untuk menabung sehingga tabungan rumahtangga berkurang 0,00424 . Terjadi penurunan angka kecukupan energi 0,02 , karena peningkatan pagu raskin 30 belum sesuai dengan kebutuhan beras riil rumahtangga dan penambahan sumber karbohidrat tersebut tidak diimbangi dengan pemenuhan gizi dari sumber protein tinggi oleh rumahtangga petani. Simulasi ketiga adalah peningkatan PUAP dan raskin secara bersamaan sebesar 30 . Peningkatan PUAP dan raskin secara bersama-sama akan meningkatkan produksi 5,54 diikuti dengan peningkatan penggunaan input- input produksi pupuk dan alokasi tenaga kerja luar keluarga sebesar 10-16 . Alokasi waktu berburuh juga meningkat 1,4 karena untuk usahatani padi, petani menyewa tenaga kerja luar keluarga. Sehingga pendapatan berburuh meningkat 0,99 . Sementara biaya usahatani meningkat 10,6 karena terjadi peningkatan penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena petani subsisten mengkonsumsi hasil usahatani padi untuk kebutuhan anggota keluarga, maka biaya usahatani yang meningkat tidak tertutupi dengan nilai padi yang tidak dijual sehingga pendapatan usahatani yang diperhitungkan menurun 11,67 . Hal ini menurunkan pendapatan total rumahtangga sebesar 1,14 . Peningkatan produksi padi oleh PUAP dan peningkatan raskin 30 memperbaiki daya beli pangan rumahtangga petani dengan menurunkan nilai pengeluaran pangan sebesar 1,06 . Namun hal ini diikuti dengan peningkatan konsumsi non pangan 17,143 , dan pengeluaran investasi 0,27 sehingga pengeluaran total rumahtangga meningkat 10,37 .. Terjadi penurunan angka kecukupan energi sebesar 0,21 karena perbaikan daya beli hanya terjadi pada pangan utama, sehingga belum memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga. Penurunan nilai pengeluaran pangan meningkatkan jumlah tabungan 13,44 .. Tabel 34. Rekapitulasi Hasil Simulasi Perubahan Kebijakan PUAP dan Raskin Variabel Dasar SIM 1 SIM 2 SIM 3 GRPN 0.208 0.2208 6.153846 0.208 0.2209 6.201923 PRDI 485.1 511.9 5.524634 485.2 0.020614 512 5.545248 JPU 83.2497 91.9861 10.49421 83.2866 0.044324 92.023 10.53854 JPT 35.2023 41.0755 16.68414 35.2161 0.039202 41.0894 16.72362 TKDK 21.8208 21.6534 -0.76716 21.8201 -0.00321 21.6527 -0.77037 TKLK 148.2 168.8 13.90013 148.2 168.9 13.96761 TKER 170 190.4 12 170.1 0.058824 190.5 12.05882 TKNP 177.2 179.6 1.354402 177.3 0.056433 179.7 1.410835 BUT 1021971 1130309 10.60089 1022395 0.041488 1130733 10.64238 PUTP 932029 823691 -11.6239 931605 -0.04549 823267 -11.6694 PTP 996179 887841 -10.8754 995755 -0.04256 887417 -10.9179 PBNP 1065164 1075391 0.960134 1065518 0.033234 1075745 0.993368 PTRT 8539043 8440932 -1.14897 8538973 -0.00082 8440862 -1.14979 PI 1708052 1711198 0.184186 1709505 0.085068 1712651 0.269254 NPPG 2950838 2927368 -0.79537 2942937 -0.26775 2919467 -1.06312 PNP 7537021 8829129 17.14348 7537009 -0.00016 8829117 17.14332 PPK 1646541 1649539 0.182079 1647958 0.086059 1650957 0.268199 PKS 61511.7 61659 0.239467 61546.7 0.0569 61694 0.296366 TAB 3918322 4445212 13.44683 3918156 -0.00424 4445046 13.44259 AKE 58.3036 58.1942 -0.18764 58.2878 -0.0271 58.1784 -0.21474 TPRT 12195911 13467695 10.42795 12189451 -0.05297 1346125 10.37499 Keterangan Tabel 34: Simulasi 1 : Kenaikan pinjaman PUAP 30 Simulasi 2 : Kenaikan pagu raskin 30 Simulasi 3 : Kenaikan PUAP dan raskin 30

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

8.1 Kesimpulan

1. Keterkaitan keputusan ekonomi rumahtangga petani miskin yang menjadi sampel ditunjukan dengan keputusan penggunaan produksi padi untuk konsumsi pangan rumahtangga, sedangkan kegiatan produktif yang digunakan untuk pengeluaran non pangan, investasi sumberdaya manusia dan tabungan bersumber dari pendapatan non pertanian. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga sampel dilihat dari indikator angka kecukupan energi dan rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan cerminan daya beli pangan masih jauh dari standar ketahanan pangan. 2. PUAP tidak hanya berperan dalam peningkatan produksi padi yang mendukung ketersediaan pangan, melainkan juga berperan dalam peningkatkan pengeluaran non pangan. Di lain pihak, raskin berperan dalam mengurangi pengeluaran pangan rumahtangga. 3. Dampak perubahan kebijakan peningkatan jumlah pinjaman PUAP dan raskin secara bersamaan memungkinkan terjadi peningkatan ketersediaan pangan beras dan penurunan pengeluaran pangan, tetapi belum mampu meningkatkan angka kecukupan energi sebagai indikator hasil ketahanan pangan karena besaran perubahan nilai PUAP dan raskin digunakan untuk konsumsi non pangan.

8.2 Implikasi Kebijakan

1. Program PUAP yang berupa bantuan peminjaman modal bagi usahatani khususnya padi dalam pembahasan penelitian ini tidak sepenuhnya digunakan untuk kegiatan produksi, melainkan juga untuk konsumsi non pangan rumahtangga. Untuk itu, bantuan berupa sarana produksi natura lebih tepat dilakukan untuk meningkatkan produksi, meminimumkan biaya usahatani dan meningkatkan keuntungan dari usahatani. 2. Jumlah raskin yang diterima rumahtangga miskin belum memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarga. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan jumlah pagu raskin yang disesuaikan dengan kebutuhan beras rill rumahtangga tanpa disertai tambahan biaya bagi rumahtangga miskin untuk penambahan pagu tersebut. 3. Rendahnya angka kecukupan energi akibat konsumsi protein dengan kandungan gizi di bawah standar ketahanan pangan, perlu dilakukan program distribusi protein gizi tinggi dengan harga murah bagi masyarakat miskin.

8.3 Saran Penelitian Lanjutan

1. Menganalisis ketahanan pangan rumahtangga petani tanaman pangan selain padi seperti ubi kayu yang juga banyak diusahakan oleh petani miskin sehingga dapat dibandingkan kinerja indikator ketahanan pangan rumahtangga antar petani tanaman pangan. 2. Dalam penelitian ini, analisis angka kecukupan energi menggunakan pendekatan utilitas total atau tidak membedakan kebutuhan energi masing- masing individu. Untuk itu disarankan menggunakan pendekatan individual pada penghitungan konsumsi energi mengingat perbedaan kebutuhan energi masing-masing anggota keluarga sehingga kondisi ketahanan pangan rumahtangga dicerminkan dengan terpenuhinya kebutuhan energi setiap anggota keluarga. 3. Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah kecilnya jumlah sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sehingga kendala teknis dalam analisis tidak dapat dihindari. Disarankan memperluas cakupan penelitian sehingga dapat meningkatkan jumlah sampel. 4. Menarik untuk menganalisis ketahanan pangan rumahtangga petani berdasarkan perbedaan kondisi geografis dan karakteristik petani sampel misalnya berdasarkan perbedaan luas lahan, menerima atau tidaknya bantuan, atau petani subsisten dengan petani semi komersil sehingga dapat dilakukan perbandingan perilaku ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga petani yang komperehensif. 5. Ketahanan pangan rumahtangga tidak dapat dipisahkan dari isu kemiskinan sehingga agar kajian ketahanan rumahtangga lebih komperehensif jika disempurnakan dengan kajian bagaimana faktor-faktor kemiskinan berpengaruh dalam ketahanan pangan rumahtangga.