Kebijakan Pemerintah dalam Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani

dibeli di pasar serta jumlah raskin yang dikonsumsi. Rumahtangga petani dinyatakan tahan pangan jika ketersediaan pangan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi anggota keluarga b. Akses rumahtangga petani terhadap pangan yang diproksi dari persentase jumlah pendapatan rumahtangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarga atau pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumahtangga petani. Dalam perilaku ekonomi rumahtangga, jumlah pendapatan yang digunakan untuk pangan ini terkait dengan kegiatan konsumsi pangan yang mencerminkan jumlah pengeluaran pangan rumahtangga petani. Dalam struktur pengeluaran rumahtangga pertanian, jumlah pengeluaran non pangan dan tabungan rumahtangga perlu dipertimbangkan karena hal ini akan mempengaruhi keputusan petani dalam mengalokasikan pengeluaran rumahtangga untuk pangan. c. Utilisasi atau aspek pemanfaatan dari konsumsi pangan yang diproksi dari angka kecukupan gizi sebagai indikator hasil ketahanan pangan rumahtangga. Kecukupan gizi merupakan perbandingan antara total konsumsi energi rumahtangga dengan angka kecukupan energi seluruh anggota keluarga Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004. Pemenuhan pangan dengan indikator kecukupan gizi akan berpengaruh pada kualitas sumberdaya manusia dalam rumahtangga pertanian.

2.3. Kebijakan Pemerintah dalam Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani

Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena: 1. Akses terhadap pangan dengan gizi seimbang bagi segenap rakyat Indonesia merupakan hak yang paling azasi bagi manusia. 2. Keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi. 3. Ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan Suryana, 2004 Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan me- rupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut. 1. Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu. 2. Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia di semua lokasi yang membutuhkan, tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk. Akses ekonomi masyarakat terhadap pangan sangat ditentukan oleh pendapatan masyarakat, sehingga kebijakan ketahanan pangan hendaknya dikaitkan pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pengentasan kemiskinan untuk memperbaiki daya beli masyarakat terhadap pangan. 3. Subsistem konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Dalam subsistem konsumsi terdapat aspek penting lain yaitu aspek diversifikasi. Badan Ketahanan Pangan, 2006 Diversifikasi pangan merupakan suatu cara untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu, yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi dapat memicu instabilitas apabila pasokan pangan tersebut terganggu. Pembangunan ketahanan pangan memerlukan keharmonisan dari ketiga subsistem tersebut. Pembangunan subsistem ketersediaan pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan kesinambungan ketersediaan pangan, yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan sub-sistem distribusi pangan ber- tujuan menjamin aksesibilitas pangan dan stabilitas harga pangan. Pembangunan sub-sistem konsumsi bertujuan menjamin setiap rumah tangga mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang cukup, bergizi dan aman. Keberhasilan pembangunan masing-masing sub-sistem tersebut perlu didukung oleh faktor ekonomi, teknologi dan sosial budaya.yang pada akhirnya akan berdampak pada status gizi . Permasalahan ketahanan pangan rumahtangga petani salah satunya disebabkan oleh rendahnya pendapatan rumahtangga sehingga mengakibatkan daya beli terhadap pangan rendah. Dimensi yang fundamental dalam rendahnya pendapatan yang mencerminkan kemiskinan adalah food security ketahanan pangan, karena kemiskinan menyebabkan hilangnya akses untuk mencukupi pangan FAO, 2005. Rumah tangga miskin menggunakan tidak kurang dari 80 dari seluruh pengeluarannya untuk pengeluaran pangan dan 60 diantaranya untuk beras Siswono, 2001. Jadi ketergantungan rumah tangga miskin pada pangan sangat besar bahkan merealokasikan dana pendidikan dan kesehatan guna mengalihkan ke pangan. Jenis pangan inferior menjadi pilihan, walau tidak kaya dengan kandungan energi dan protein sehingga berdampak pada menurunnya konsumsi energi dan protein. Bagi rumah tangga pertanian berpendapatan rendah, kendala anggaran akan mempengaruhi perubahan porsi pengeluaran, baik pangan maupun non pangan dan preferensi menabung. Pengurangan alokasi sumber daya untuk pengeluaran pangan akan berpengaruh pada ketahanan pangan. Pemerintah berupaya menjaga ketahanan pangan rumah tangga petani dengan program yang baik langsung maupun tidak langsung mendukung ketahanan pangan rumahtangga. Berdasarkan jenis bantuan yang diberikan, program tersebut terdiri dari program yang berhubungan langsung dengan ketahanan pangan berupa pemberian bantuan natura yang bertujuan untuk pemenuhan konsumsi sesaat dan program pemberdayaan ekonomi berupa bantuan modal untuk kegiatan produktif masyarakat. Program raskin beras untuk keluarga miskin merupakan program yang berhubungan langsung dengan ketahanan pangan dan mempengaruhi keputusan konsumsi rumah tangga pertanian. Sedangkan salah satu program yang secara tidak langsung bertujuan untuk ketahanan pangan rumah tangga pertanian dan bersifat pemberdayaan ekonomi rumahtangga adalah program PUAP Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan dengan tujuan peningkatan pendapatan dan produksi petani sehingga memperbaiki daya beli terhadap pangan dan ketersediaancadangan pangan rumahtangga. Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP adalah program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani sehingga mampu meningkatkan daya beli terhadap pangan dan program beras untuk masyarakat miskin yang bertujuan mengurangi pengeluaran pangan dan meningkatkan ketersediaan pangan rumahtangga petani sehingga mendukung ketahanan pangan rumahtangga. Program Pemberdayaan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP dilaksanakan oleh petani pemilik danatau penggarap, buruh tani dan rumah tangga tani miskin di perdesaan melalui koordinasi Gapoktan sebagai lembaga yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Kementerian Pertanian mulai tahun 2008 telah melaksanakan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP dibawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri PNPM-Mandiri dan berada dalam kelompok program pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP tahun 2011 mengacu kepada pola dasar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09Permentan OT.14022011 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11Permentan OT.1403201 untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM-PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani dalam mendukung 4 empat sukses Kementerian Pertanian yaitu 1 swasembada dan swasembada berkelanjutan, 2 diversifikasi pangan, 3 nilai tambah, daya saing, dan ekspor, dan 4 peningkatan kesejahteraan petani. Strategi dasar yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, optimalisasi potensi agribisnis, fasilitasi modal usaha petani kecil, penguatan dan pemberdayaan kelembagaan. Dana BLM PUAP yang disalurkan Kementrian Pertanian kepada Gapoktan dimanfaatkan sebagai modal usaha yang dikelola secara berkelanjutan oleh pengurus Gapoktan sesuai RUB Rencana Usaha Bersama. Dana BLM PUAP kemudian disalurkan pada kelompok tani sesuai RUK Rencana Usaha Kelompok yang diajukan masing-masing kelompok tani. Dana PUAP di setiap kelompok tani diberikan pada anggota kelompok tani sebagai modal usaha produktif petani sesuai dengan RUA Rencana Usaha Anggota. Dilakukan pelaporan berkala oleh Gapoktan dan kelompok tani tentang perkembangan usahatani petani penerima BLM-PUAP. PUAP yang berkelanjutan diharapkan berkembang menjadi unit usaha simpan pinjam otonom atau Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKMA. Sementara penyaluran Raskin Beras untuk Rumah Tangga Miskin sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan Raskin yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus OPK, kemudian diubah menjadi Raskin mulai tahun 2002, Raskin diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat social safety net melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Melalui sebuah kajian ilmiah, penamaan Raskin menjadi nama program diharapkan akan menjadi lebih tepat sasaran dan mencapai tujuan Raskin. Penetapan jumlah beras per bulan per RTM yang pada awalnya 10 kg, selama beberapa tahun berikutnya bervariasi dari 10 kg hingga 20 kg, dan pada 2009 menjadi 15 kg. Frekuensi distribusi yang pada tahun-tahun sebelumnya 12 kali, pada 2006 berkurang menjadi 10 kali, dan pada 2007 sampai sekarang ini kembali menjadi 12 kali per tahun. Sasaran penerima manfaat yang sebelumnya menggunakan data keluarga prasejahtera KPS dan keluarga sejahtera 1 KS-1 alasan ekonomi hasil pendataan BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, sejak 2006 berubah menggunakan data RTM hasil pendataan BPS Badan Pusat Statistik. Program ini dilaksanakan sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM yang subsidinya ditarik oleh pemerintah pusat. Kenaikan harga BBM tersebut jelas berdampak pada naiknya harga bahan pangan sembilan bahan pokok, salah satunya beras. Program Raskin ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah dengan jumlah maksimal 15 Kgrumah tangga miskinbulan dengan masing-masing seharga Rp 1600,00Kg netto di titik distribusi. Program ini mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke titik distribusi di pegang oleh Perum Bulog. Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein.

2.4. Penelitian Terdahulu