Perkembangan Raskin di Wilayah Penelitian

15 kgbulanrumahtangga atau 50 dari kebutuhan beras riil rata-rata rumahtangga dengan nilai tebus Rp 1600Kg. Perkembangan distribusi raskin di lokasi penelitian dijelaskan oleh Tabel 16. Tabel 16. Perkembangan Raskin di Desa Sadang Kulon per Juni 2012 No. Kategori Rumahtangga Raskin Jumlah Rumahtangga Penerima Jumlah RaskinKK Kg Nilai Tebus Rp 1. 2. Rumahtangga Sasaran Terdata Rumahtangga Penerima 353 1 259 15 5 24 000 11 500 Pada lokasi penelitian, raskin tidak hanya diterima oleh rumahtangga sasaran yang terdaftar, melainkan juga didistribusikan pada sebagian besar masyarakat Desa Sadang Kulon 49,6 dari total penduduk menerima raskin sehingga jumlah raskin yang diterima setiap rumahtangga hanya 5 Kg setiap bulannya atau hanya memenuhi 16,67 dari kebutuhan beras riil rata-rata rumahtangga. Hal ini sejalan dengan penelitian Hutagaol 2007 tentang studi pelaksanaan raskin di Provinsi Jawa Barat dimana raskin tidak hanya dibagikan pada rumahtangga sasaran sehingga setiap rumahtangga hanya menerima 10 kgbulan. 5.4. Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani 5.4.1. Analisis Indikator Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Ketahanan pangan rumahtangga petani merupakan hasil dari keputusan ekonomi rumahtangga yakni kegiatan produksi dan konsumsi yang dilakukan rumahtangga petani. Hasil analisis deskriptif kualitatif terhadap tingkat ketahanan pangan rumahtangga dengan indikator tahan pangan 1 ketersediaan pangan perbulan KSPB lebih dari kebutuhan beras riil perbulan KBRB, 2 rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan RPP per bulan kurang dari atau sama dengan 60 dan 3 angka kecukupan energi AKE lebih dari atau minimal sama dengan 70 , dimana untuk menyesuaikan dengan pemenuhan konsumsi energi yang masih rendah oleh rumahtangga petani sampel di daerah penelitian, maka untuk angka kecukupan energi AKE tahan pangan adalah 65 ke atas menunjukan bahwa 90 dari rumahtangga sampel atau 36 rumahtangga mampu memenuhi kebutuhan pangan utama yakni beras baik dari hasil produksi padi yang tidak dijual, alokasi raskin dan sejumlah beras yang dibeli di pasar. Ketersediaan pangan rata-rata perbulan pada rumahtangga sampel lebih dari kebutuhan beras riil rata-rata per bulan mengindikasikan bahwa ketersediaan beras pada rumahtangga sampel memenuhi kebutuhan bears riil anggota keluarga. Ketersediaan pangan utama tidak hanya digunakan untuk konsumsi pangan anggota rumahtangga, melainkan juga sebagai biaya sosial kemasyarakatan pada saat menghadiri acara pernikahan. Pada indikator rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan rumahtangga, 37,5 dari rumahtangga sampel atau 15 rumahtangga memiliki nilai rasio di atas 60 yang mengindikasikan masih tingginya porsi pengeluaran pangan dalam pendapatan rumahtangga pada 15 rumahtangga tersebut. Hal ini disebabkan rendahnya pendapatan pada rumahtangga tersebut jika dibandingkan dengan pengeluaran pangan. Sejalan dengan asumsi Berg 1986 yang menyatakan bahwa porsi pengeluaran pangan semakin tinggi jika pendapatan rumahtangga tersebut semakin rendah. Untuk tetap memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarga, rumahtangga dengan pendapatan rendah memilih jenis protein dengan harga murah Rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan yang tinggi mengindikasikan daya beli pangan rumahtangga rendah. Keputusan rumahtangga untuk menyederhanakan pola konsumsi pangan tanpa mempertimbangkan kebutuhan energi anggota rumahtangga berimplikasi pada rendahnya angka kecukupan energi sebagai indikator hasil ketahanan pangan rumahtangga. Pilihan untuk mengkonsumsi jenis protein dengan harga murah namun belum memenuhi kebutuhan energi protein anggota rumahtangga tidak hanya disebabkan karena daya beli pangan rumahtangga yang masih rendah, melainkan pengetahuan rumahtangga akan kebutuhan energi anggota keluarga yang masih rendah sehingga 62,5 dari rumahtangga sampel atau 25 rumahtangga memiliki angka kecukupan energi di bawah 65 dari total energi yang dibutuhkan anggota keluarga. Tabel 17. Nilai Rata-rata Indikator Ketahanan Pangan Rumahtangga No. Indikator Nilai 1. 2. 3. 4. Ketersediaan Pangan KgBulan Kebutuhan Beras Riil KgBulan Rasio Pengeluaran Pangan dengan Pendapatan Rumahtangga Angka Kecukupan Energi 52.37 39.75 75.51 58.27 Berdasarkan indikator ketahanan pangan yang digunakan, 25 rumahtangga sampel atau 10 rumahtangga digolongkan sebagai rumahtangga tahan pangan dan 75 rumahtangga sampel atau 30 rumahtangga digolongkan sebagai rumahtangga tidak tahan pangan. Indikator ketahanan pangan rumahtangga yang tidak terpenuhi oleh sebagian besar rumahtangga tidak tahan pangan adalah rasio pengeluaran pangan dengan pendapatan RPP dan angka kecukupan energi.. Faktor daya beli pangan yang rendah ditunjukan dengan tingginya nilai rasio pengeluaran pangan dalam pendapatan rumahtangga akibat rendahnya pendapatan dan rendahnya kesadaran rumahtangga pada kebutuhan energi anggota rumahtangga menjadikan rumahtangga petani sampel menyederhanakan pola konsumsi pangan sehingga belum mampu memenuhi standar konsumsi energi untuk kategori tahan pangan.

5.4.2. Distribusi Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani

Distribusi ketahanan pangan rumahtangga petani yang dijelaskan pada Tabel 18 menunjukan kinerja masing-masing indikator ketahanan pangan rumahtangga dengan karakteristik rumahtangga petani yang mempengaruhinya. Tabel 18. Nilai Rata-rata Indikator Ketahanan Pangan Pada Distribusi Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Kriteria Jumlah Rumahtangga Ketersediaan Pangan KgBln Kebutuhan Beras KgBln Rasio P.Pangan dengan Pendapatan Angka Kecukupan Energi Tahan Pangan 10 58.10 31 28.94 71.78 Tidak Tahan Pangan 30 50.46 43.33 89.71 56.89 Rumahtangga tahan pangan mempunyai ketersediaan pangan lebih besar dari rumahtangga tidak tahan pangan. Hal ini dikarenakan rumahtangga tahan pangan memiliki jumlah produksi padi tidak dijual lebih besar dari rumahtangga tidak tahan pangan, dimana produksi padi tidak dijual adalah sumber pemenuhan utama kebutuhan beras rumahtangga sampel. Rata-rata produksi padi tidak dijual pada rumahtangga tahan pangan adalah 48,25 kgbulan atau 83,04 dari pangan yang tersedia , sementara rumahtangga tidak tahan pangan memiliki produksi padi tidak dijual sebesar 37,73 kgbulan atau 74,77 dari pangan yang tersedia. Di sisi lain, kebutuhan beras riil rumahtangga tidak tahan pangan lebih besar dari rumahtangga tahan pangan karena jumlah anggota keluarga rumahtangga tidak tahan pangan lebih besar dari rumahtangga tahan pangan. Rumahtangga tahan pangan memiliki rasio pengeluaran pangan dengan pendapatan rumahtangga yang lebih rendah dari rumahtangga tidak tahan pangan. Hal ini mengindikasikan rumahtangga tahan pangan memiliki daya beli yang baik terhadap pangan. Daya beli pangan yang rendah pada rumahtangga tidak tahan pangan dikarenakan rendahnya pendapatan rumahtangga sampel. Daya beli pangan yang rendah yang diperkuat dengan rendahnya kesadaran akan kebutuhan energi anggota rumahtangga berimplikasi pada rendahnya angka kecukupan energi pada rumahtangga tidak tahan pangan. Rendahnya angka kecukupan energi merupakan cerminan dari pola konsumsi rumahtangga tidak tahan pangan, baik konsumsi karbohidrat, protein maupun sayuran. Rumahtangga tidak tahan pangan memilih jenis makanan khususnya sumber protein yang memiliki harga murah tetapi belum memenuhi kebutuhan energi protein anggota keluarga dengan pertimbangan terbatasnya pendapatan rumahtangga.