pendidikan. Selain usahatani padi, 67,5 rumahtangga petani atau 27 rumahtangga memiliki usahatani non padi berupa tanaman tahunan seperti
singkong, jahe, dan kencur. Menurut Siswati 2012, diversifikasi usahatani memungkinkan peningkatan pendapatan pertanian. Usahatani singkong pada
daerah penelitian tidak memberi keuntungan bagi petani karena seluruh petani singkong menjual singkong dalam bentuk mentah sehingga mendapatkan harga
rendah yang tidak mampu menutupi biaya usahatani. Pendapatan sektor pertanian lebih rendah dari pendapatan sektor non pertanian menunujukan penurunan peran
relatif sektor pertanian dan meningkatnya peran sektor non pertanian yang disebabkan oleh 1 terbukanya akses perekonomian desa-kota sehingga
kesempatan kerja semakin terbuka, 2 kecilnya investasi di sektor pertanian sehingga tidak memberikan nilai tambah, dan 3 perubahan kenaikan upah di
sektor non pertanian lebih besar dari upah di sektor pertanian. Kegiatan produktif lain yang dilakukan oleh 22,5 rumahtangga sampel
atau 9 rumahtangga petani sampel sebagai sumber pendapatan adalah berburuh non pertanian dengan nilai upah di atas upah berburuh pertanian upah berburuh
pertania 15.000-30.000, sedangkan berburuh non pertanian di atas 35.000 sehingga berimplikasi pada peningkatan pendapatan rumahtangga.
Tabel 8. Pendapatan Rumahtangga Rata-rata Per Tahun Menurut Sumber
No. Sumber Pendapatan
Nilai RpTahun Persentase dari
Pendapatan Total
1. 2.
3. 4.
5. Usahatani Padi
Usahatani Non Padi Berburuh Pertanian
Berburuh Non Pertanian Lainnya
1 152 569 64 150
1 630 500 1 068 000
4 847 200 13.15
0.73 18.60
12.18 55.31
Pendapatan Total 8 763 419
100.00
Sejalan dengan temuan Nurmanaf 2005 yang menyatakan bahwa pendapatan berburuh non pertanian mencapai 58,3 dari pendapatan
rumahtangga. sebanyak 27,5 rumahtangga sampel atau 11 rumahtangga menjadi buruh di sektor pertanian untuk menambah pendapatan rumahtangga.
Sumber pendapatan lain dimiliki oleh 70 atau 28 rumahtangga petani sampel yakni berasal dari usaha kecil dan pendapatan kiriman.
5.2.4. Struktur Pengeluaran Rumahtangga
Pengeluaran rumahtangga terdiri dari pengeluaran pangan, non pangan, dan investasi sumberdaya manusia. Termasuk pengeluaran pangan adalah nilai dari
produksi padi yang dikonsumsi serta jumlah beras dibeli dan raskin. Struktur pengeluaran rumahtangga rata-rata per tahun dijelaskan pada Tabel 9.
Tabel 9. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Per Tahun Rp
No. Jenis Pengeluaran
Nilai RpTahun Persentase dari
Total Pengeluaran Rumahtangga
1. 2.
3. 4.
Pangan Non Pangan
Pendidikan Kesehatan
3 907 850 7 529 475
1 646 550 61 525
29.73 57.27
12.52 0.46
Total Pengeluaran Rumahtangga 13 145 400
100.00
Pengeluaran terbesar rumahtangga sampel adalah pengeluaran non pangan baik berupa pembayaran cicilan, kegiatan sosial, kebutuhan non pangan seperti
kebutuhan sehari-hari, rokok dan minyak serta biaya transportasi. Sejalan dengan temuan Nurmanaf 2005 dan Hanani 2010 yang menyatakan bahwa
pengeluaran non pangan rumahtangga petani lebih besar dari pengeluaran pangan karena keputusan rumahtangga untuk menyederhanankan pola konsumsi.
Sementara untuk pengeluaran pendidikan hanya 12,52 karena umumnya anak usia sekolah yang memiliki tanggungan biaya sekolah masih duduk di bangku
SD-SMP sehingga biaya sekolah masih didukung oleh biaya operasional sekolah. Pengeluaran kesehatan relatif rendah disebabkan oleh dua hal, yakni pemanfaatan
kartu berobat oleh masyarakat miskin dan keengganan masyarakat untuk berobat. Meurut Rochaeni 2005, pengeluaran investasi sumberdaya
manusia pengeluaran pendidikan dan kesehatan lebih kecil dari konsumsi pangan dan non
pangan yakni hanya sebesar 22,77 , sementara konsumsi pangan dan non pangan mencapai 50,52 yang menandakan kesadaran rumahtangga petani untuk
melakukan investasi sumberdaya manusia masih rendah.
5.2.5 Kecukupan Energi dan Protein
Kecukupan konsumsi energi dan protein merupakan indikator hasil ketahanan pangan yang menunujukan pemanfaatan pangan yang dikonsumsi anggota
keluarga. Penghitungan konsumsi energi dan protein berdasarkan nilai fisik makanan yang dikonsumsi anggota keluarga yang dikonversi berdasarkan nilai
konversi bahan makanan yang ditetapkan Departemen Kesehatan. Standar ketahanan pangan berdasarkan Widyakarya Pangan Nasional 2008 adalah
terpenuhinya konsumsi energi atau protein dengan persentase 70 dari kebutuhan energi 2000 Kkalkapitahari atau kebutuhan protein 52
gramkapitahari. Konsumsi energi menunjukan kandungan gizi dari jenis makanan yang dikonsumsi anggota keluarga baik sumber karbohidrat, protein dan
sayuran yang merupakan hasil recall konsumsi rumahtangga selama seminggu yang dirata-ratakan, dimana setiap jenis makanan yang dikonsumsi diketahui nilai
fisiknya untuk dikonversi dalam bentuk kalori dengan nilai konversi yang ditetapkan pada daftar komposisi bahan makanan DKBM.
Tabel 10. Kecukupan Energi dan Protein
No. Uraian
Nilai
1. 2.
3. 4.
Konsumsi energi KkalAEUhr Angka Kecukupan Energi
Konsumsi Protein GramAEUhr Angka Kecukupan Protein
1 165.4740 58.2737
19.9985 38.4587
Rumahtangga petani sampel pada umumnya 90 mampu memenuhi kebutuhan beras anggota keluarga dari produksi padi yang tidak dijual, raskin dan
beras yang dibeli di pasar. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, 2 rumahtangga sampel mencampur oyek olahan singkong pada proses pembuatan
nasi. Namun untuk konsumsi protein, 80 rumahtangga atau 32 rumahtangga sampel mengkonsumsi sumber protein seragam yakni tempe dan ikan asin yang
memiliki angka kecukupan protein di bawah 70 atau di bawah standar ketahanan pangan. Rumahtangga petani memilih tempe, tahu dan ikan asin
sebagai menu rutin sebagai bentuk penyesuaian terhadap rendahnya pendapatan rumahtangga, sementara harga sumber protein hewani tergolong mahal untuk
tingkat pendapatan rumahtangga petani.