Latar Belakang Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan

6 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Pabrik Gula Rafinasi

Pabrik gula rafinasi adalah pabrik yang mengolah lebih lanjut dari gula mentah atau raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi manusia sebelum diproses lebih lanjut. Hal yang membedakan proses produksi gula rafinasi dan gula kristal putih adalah gula rafinasi menggunakan proses karbonasi sedangkan gula kristal putih menggunakan proses sulfitasi Krisnamurthi 2012. Bahan baku gula rafinasi adalah gula kristal mentah dan proses pembuatannya selain meliputi karbonasi juga menggunakan teknologi pertukaran ion atau ion-exchanger. Gula rafinasi sangat memenuhi ketentuan keamanan pangan, sehingga sangat sesuai bagi industri pangan dan farmasi maupun dikonsumsi langsung Agrifinasi 2013. Keberadaan pabrik gula rafinasi memiliki dampak negatif bagi lingkungan jika belum memiliki sistem pengelolaan limbah yang baik. Menurut Dwiastuti 2010 secara garis besar limbah pabrik gula rafinasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. Limbah padat Limbah padat ini berasal dari blotong yang merupakan limbah padat yang dihasilkan pabrik gula rafinasi dari proses pengepresan mud liquor atau filter mud. 2. Limbah gas Limbah gas yang dihasilkan berasal dari sisa pembakaran batubara pada boiler dan gas buangan dari karbonator. 3. Limbah cair Limbah cair berasal dari filter mud atau mud liquor dan bahan kimia. Filter mud atau mud liquor yang tidak tertampung lagi dalam tangki merupakan cairan yang mengandung kotoran sehingga berwarna coklat seperti lumpur, sedangkan limbah bahan kimia adalah bahan sisa hasil analisa laboratorium. Limbah tersebut merupakan bahan yang mudah bereaksi jika dibuang ke lingkungan tanpa perlakuan pengolahan limbah terdahulu. 7

2.2 Baku Mutu Air Limbah Pabrik Gula Rafinasi

Menurut Pergub Lampung Nomor 7 tahun 2010 baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan. Parameter utama yang digunakan dalam menilai kualitas air limbah industri gula adalah BOD 5 , COD, TSS, minyak dan lemak, sulfida, dan pH, seperti yang tertera pada Tabel 4. Tabel 4 Baku mutu air limbah pabrik gula rafinasi Parameter Kadar maks mgL Beban pencemaran maks kgton BOD 5 COD TSS Minyak dan lemak Sulfida Ph Debit limbah maksimum m 3 ton produk gula 60 100 50 5,0 0,5 6,0-9,0 5,0 0,3 0,5 0,25 0,025 0,0025 6,0-9,0 5,0 Sumber: Pergub Lampung Nomor 7 Tahun 2010 1. BOD 5 Biochemiycal Oxygen Demand Menurut Rahmawati 2011 BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah mendegradasi bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. 2. COD Chemical Oxygen Demand COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi Wardhana 2001. 3. TSS Total Suspended Solid TSS atau padatan tersuspensi merupakan padatan yang dapat menyebabkan kekeruhan air karena tidak terlarut dan tidak dapat mengendap. TSS terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad renik akibat erosi tanah dengan diameter 1µ m yang tertahan pada saringan berdiameter pori 0,45µm. Partikel menurunkan intensitas cahaya yang tersuspensi dalam air Rahmawati 2011. 8 4. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan kelompok pencemar padatan yang mengapung di atas permukaan air, karena berasal dari ceceran oli serta minyak pelumas mesin. Sumber utama pencemar minyak dari industri gula dan gula rafinasi adalah minyak tanah dan minyak pelumas dari mesin-mesin yang digunakan, senyawa tersebut mengandung unsur utama karbon dan hidrogen Kristanto 2004. 5. Sulfida Menurut Achmad 2004 dalam Handayani 2012 sulfida adalah senyawa yang berbau dan beracun sebagai akibat terjadinya penguraian protein karena pembusukan bahan organik yang mengandung belerang atau sebagai hasil reduksi sulfat pada kondisi anaerob oleh mikroorganisme. Pada limbah cair industri, sulfida dapat terbentuk dari bahan baku dan bahan penolong yang mengandung unsur sulfur. 6. pH Menurut Wardhana 2001 air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 sampai 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH antara 7 sampai 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah.

2.3 Pencemaran Air

Menurut Wardhana 2001 adanya kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air akan tetapi didasarkan pada keadaan normalnya. Sehingga apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal maka hal itu berarti air tersebut telah mengalami pencemaran. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya: 1. Adanya perubahan suhu. 2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen.