Tingkat Pendapatan Jumlah Tanggungan Keluarga

47 Selain penurunan kuantitas dan kualitas air tanah, aktivitas pabrik gula rafinasi tersebut berdampak pada penurunan kualitas air sungai. Kualitas air sungai yang menurun dapat menjadi masalah bagi petani yang memiliki sawah di dekat sungai dan ternak yang mengonsumsi air sungai. Beberapa indikator menurunnya kualitas air sungai dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Persentase responden terhadap kualitas air sungai No Kualitas air sungai Keterangan Jumlah orang Persentase 1 Sangat tercemar Air kotor keruh, berbau, memiliki rasa 39 53,42 2 Tercemar Air kotor keruh, tidak berbau, memiliki rasa 23 31,51 3 Cukup tercemar Air kotor keruh, tidak berbau, tidak memiliki rasa 11 15,07 4 Sedikit tercemar Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki rasa namun tidak dapat diminum 0,00 5 Tidak tercemar Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki dan masih bisa diminum 0,00 TOTAL 73 100 Persentase responden yang menyatakan air sangat tercemar sebesar 53,42 atau 39 orang, responden yang menyatakan kualitas air sungai tercemar sebesar 31,51 atau 23 orang, dan responden yang menyatakan cukup tercemar sebesar 15,07 atau sebelas orang. Tidak ada responden yang mengatakan kualitas air sedikit tercemar atau pun tidak tercemar. Adanya penurunan kualitas lingkungan dari pabrik gula rafinasi tersebut akan berdampak pada timbulnya kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat di sekitar pabrik. Kerugian yang dirasakan oleh masyarakat bisa dalam bentuk penurunan tingkat pendapatan, penurunan produktivitas pertanian, kenyamanan menjadi terganggu, peningkatan biaya pengeluaran, dan gangguan ternak. Berikut Gambar 16 merupakan persentase responden terhadap kerugian yang paling dirasakan. Gambar 16 Persentase responden terhadap kerugian yang paling dirasakan 61,06 3,54 35,40 Penurunan produktivitas pertanian gangguan ternak peningkatan biaya pengeluaran 48 Persentase kerugian terbesar adalah penurunan pada produktivitas pertanian yaitu sebesar 61,06. Penurunan produktivitas ini terjadi pada tanaman padi, palawija, dan jeruk. Kerugian terbesar kedua yaitu ada pada peningkatan biaya pengeluaran yaitu sebesar 35,40. Peningkatan biaya pengeluaran ini dapat berupa biaya pengganti air bersih untuk membeli galon, biaya bensin, dan listrik. Gangguan ternak menempati posisi kerugian yang paling kecil yaitu sebesar 3,54. Hal ini terjadi, karena hanya sedikit responden yang ternaknya mengalami gangguan akibat aktivitas pabrik tersebut.

6.2 Estimasi Biaya Eksternal Akibat Aktivitas Pabrik

Berdasarkan hasil pengamatan di Desa Kertosari dan Desa Mulyosari, terdapat dua kategori yang merasakan kerugian ekonomi akibat aktivitas pabrik gula rafinasi. Kategori pertama adalah rumahtangga yang memiliki sumur kering dan tercemar, sedangkan kategori kedua rumahtangga yang memiliki sawah di dekat aliran sungai dan ternak yang mengonsumsi air sungai. Biaya eksternal yang ditanggung kedua belah pihak tersebut merupakan kerugian ekonomi yang seharusnya ditanggung oleh pihak pencemar.

6.2.1 Biaya Eksternal yang Ditanggung oleh Rumahtangga untuk Sumur Kering dan Sumur Tercemar

Menurut hasil penelitian, kerugian ekonomi yang ditanggung oleh rumahtangga yang memiliki sumur kering dan tercemar bergantung pada biaya yang dikeluarkan responden untuk memperoleh air. Survei yang dilakukan terhadap 113 responden, sebanyak 40 responden yang memanfaatkan air tanah sebagai pemenuhan kebutuhannya, dengan rincian 37 responden yang mengalami sumur kering dan tiga responden yang mengalami sumur tercemar. Mereka menyatakan sebelum pabrik beroperasi, kualitas dan kuantitas air dalam keadaan baik dan tidak tercemar. Kondisi air tanah banyak digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, cuci, kakus, dan konsumsi air minum. Namun setelah pabrik beroperasi kembali, kondisi air tanah yang dimanfaatkan oleh responden mengalami penurunan kuantitas dan kualitas, sehingga 40 responden yang awalnya memanfaatkan air tanah sepenuhnya untuk kegiatan MCK dan konsumsi