Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya WTA

30 H 1 : β ≠ 0 model regresi Y terhadap X memiliki arti Statistik uji: F hit = ...........................................................................11 Dimana: JKR = jumlah kuadrat regresi JKG = jumlah kuadrat galat k = jumlah peubah n = jumlah responden Kriteria uji: Tolak H jika F hit ≥ F tab , F tab = Fαv 1 ,v 2 dimana v 1 = 1 dan v 2 = n  2 Menurut Statistical Data Analyst 2013 terdapat empat uji asumsi klasik terhadap model yang sering digunakan, yaitu uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas.

1. Uji normalitas

Uji normalitas adalah pengujian asumsi residual yang berdistribusi normal. Asumsi ini harus terpenuhi untuk model regresi linier yang baik. Uji normalitas dilakukan pada nilai residual model. Asumsi normalitas dapat diperika dengan pemeriksaan output normal P-P plot atau normal Q-Q plot. Asumsi normalitas terpenuhi ketika penyebaran titik-titik output plot mengikuti garis diagonal plot dan ketika pengujian menghasilkan P-value Sign α. Nilai α ditentukan sebesar 10, 15, atau 20.

2. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah pengujian asumsi residual dengan varians tidak konstan. Harapannya, asumsi ini tidak terpenuhi karena model regresi linier berganda memiliki asumsi residual dengan varians konstan homoskedastisitas. Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara membuat scatter plot dari nilai ZPRED nilai prediksi sumbu x dengan nilai SRESID nilai residualnya sumbu Y. Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola yang mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Selain itu, menurut Juanda 2009 dapat digunakan uji Gletjer yang meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Hipotesis yang digunakan yaitu: 31 H : homoskedastisitas H 1 : heteroskedastisitas Tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas jika nilai probabilitas p- value lebih dari alpha maka terima H .

3. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi adalah pengujian asumsi residual yang memiliki korelasi pada periode ke-t dengan periode sebelumnya t-1. Harapannya model regresi linier berganda memiliki residual yang tidak ada autokorelasi. Statistik uji yang sering digunakan adalah Uji Durbin-Watson. Tabel 8 merupakan selang nilai statistik DW serta keputusannya. Tabel 8 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya Hipotesis nol Keputusan Jika tidak ada autokorelasi positif tolak 0 d dl tidak ada autokorelasi positif tidak ada keputusan dl ≤ d ≤ du tidak ada autokorelasi negatif tolak 4-dl d 4 tidak ada autokorelasi negatif tidak ada keputusan 4- du ≤ d ≤ 4-dl tidak ada autokorelasi positif dan negatif jangan tolak du d 4-du Sumber : Juanda 2009 Cara mendeteksi autokorelasi apabila nilai DW mendekati dua maka tidak terjadi autokorelasi. Nilai statistik uji ini adalah: DW ≈ 2 1 - ρ.........................................................................12 Dimana: ρ = korelasi antar residual Tidak ada autokorelasi jika ρ sama dengan nol sehingga apabila nilai DW mendekati dua maka nilai ρ mendekati nol.

4. Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang signifikan antara variabel-variabel independen dalam model regresi linier berganda. Model regresi linier yang baik memiliki variabel-variabel bebas yang tidak berkorelasi. Statistik uji yang sering digunakan adalah Variance Inflation Factor VIF. Asumsi multikolinearitas tidak terpenuhi jika VIF10. 32 V GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Umum Pabrik Gula Rafinasi

Kondisi umum pabrik gula rafinasi yang dijelaskan dalam penelitian ini meliputi sejarah berdirinya pabrik, potensi dan jenis limbah pabrik, Instalasi Pengelolaan Air Limbah IPAL pabrik, hasil produksi dan pemasarannya, serta tata letak pabrik.

5.1.1 Sejarah Berdirinya Pabrik

Pabrik gula rafinasi yang dijelaskan dalam penelitian ini berlokasi di Jalan Sutami No. 45 Desa Malangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Adapun batas-batas wilayah dari Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Gunung Agung b. Sebelah Selatan : Sindang Anom c. Sebelah Timur : Sindang Anom d. Sebelah Barat : Desa Kertosari dan Sidodadi Asri Pabrik yang didirikan tahun 2005 ini memiliki luas 14 hektar dan merupakan salah satu pabrik rafinasi yang memproduksi gula super putih dengan memakai raw sugar yang diimpor dari beberapa negara, seperti Thailand, Brazil, dan Australia. Tenaga kerja yang mampu diserap oleh pabrik gula rafinasi di Provinsi Lampung kurang lebih 407 orang tenaga operasional dan 140 orang tenaga pendukung. Pada awalnya pabrik ini memiliki kapasitas terpasang 750 ton per hari dan pada Januari 2013 pabrik mampu memiliki kapasitas terpasang 1500 ton per hari.

5.1.2 Potensi dan Jenis Limbah Pabrik

Menurut Habsyie 2011 pembuatan gula rafinasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penanganan gula mentah, affinasi, pemurnian, penghilangan warna decolourization, penguapan evaporation, masakan boiling, putaran 33 sentrifugation, pengeringan drying, serta pengepakan dan pengarungan. Berikut diagram proses pembuatan gula rafinasi dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Potensi limbah yang muncul dari proses pembuatan gula rafinasi Proses produksi di atas yang berpotensi menimbulkan bahaya terhadap kualitas lingkungan adalah proses penanganan gula mentah yang akan menghasilkan uap zat mengandung bahan-bahan kimia beracun. Affinasi yang merupakan proses mencuci kristal GKM agar lapisan molases yang melapisi kristal berkurang sehingga warna ICUMSA lebih kecil . Pada proses affinasi ini akan menghasilkan uap panas dari tangki air panas. Klarifikasi dengan teknologi karbonatasi dan filtrasi akan menghasilkan bahan kimia berbahaya dari hasil reaksi karbonasi dengan menggunakan bahan susu kapur yang merupakan campuran CaO dan H 2 O yang akan menghasilkan kalor. Evaporasi bertujuan untuk menurunkan kadar air dan meningkatkan brix. Pada proses evaporasi dan masakan menggunakan multiple effect evaporator dengan kondisi vakum, sehingga akan menimbulkan bising dan panas karena menggunakan evaporator 34 bersuhu tinggi. Berdasarkan laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, jenis limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula rafinasi di Kabupaten Lampung Selatan adalah limbah padat, limbah gas, dan limbah cair. a. Limbah padat Limbah padat industri yang dihasilkan berupa “blotong” yang keluar dari unit “pressed filter”. Banyaknya blotong yang dihasilkan diperkirakan sekitar sembilan sampai sepuluh ton per hari. Limbah padat ini selanjutnya akan dibuang ke lokasi pembuangan sebagai filling di tanah milik pabrik gula rafinasi. b. Limbah gas Limbah gas yang dihasilkan berasal dari sisa pembakaran batubara pada boiler dan gas buangan dari karbonator. Limbah ini diserahkan kepada pihak ketiga untuk digunakan kembali sebagai tambahan untuk pembuatan paving blok dan batako. Selain itu juga abu batu bara ini dimanfaatkan melalui kerja sama dengan pabrik lain, dimana sisa pembakaran batu bara pada boiler digunakan kembali sebagai bahan bakar dengan car abu batu bara kalori rendah dicampur dengan batu bara kalori tinggi dengan perbandingan 1:9. Hal ini akan meminimalkan dampak pencemaran yang ditimbulkan akibat sisa abu bara. c. Limbah cair Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik gula rafinasi di Kabupaten Lampung Selatan adalah limbah cair organik yang terbentuk dari senyawa karbon. Limbah ini difermentasikan oleh bakteri pengurai, sehingga hasil fermentasi ini merupakan senyawa organik yang lebih sederhana dan merupakan unsur hara bagi tanaman. Pemanfaatan limbah cair organik pabrik di Lampung Selatan ini diambil dari limbah yang ada pada kolam polishing pond yang dialirkan langsung melalui pompa ke lahan pertanian sekitar. 5.1.3 Instalasi Pengelolaan Air Limbah IPAL Pabrik Menurut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lampung Selatan limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik bersumber dari regenerasi IER dengan debit 500 m 3 per hari, regenerasi demineralisasi sebanyak 40 m 3 per hari, blowdown boiler sebanyak 40 m 3 per hari, dan in house keeping sebanyak 40 m 3 per hari. Seluruh limbah cair yang dihasilkan dialirkan menuju bak penampung yang berada di