Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal

(1)

ESTIMASI BIAYA EKSTERNAL DAN

WILLINGNESS TO ACCEPT

MASYARAKAT AKIBAT PENCEMARAN DI SEKITAR

KAWASAN PABRIK GULA CEPIRING, KENDAL

LUTHFI ADHITYA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Luthfi Adhitya NIM H44090071


(4)

RINGKASAN

LUTHFI ADHITYA. Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Dibimbing oleh NINDYANTORO.

Aktivitas ekonomi berupa produksi dan konsumsi dapat menurunkan tingkat kualitas lingkungan.Kegiatan industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki dampak tidak hanya di bidang ekonomi dan aspek sosial, tetapi juga memengaruhi perubahan fisik kualitas lingkungan. Berbagai langkah dan prosedur dapat digunakan untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan. Oleh karena itu, studi tentang estimasi biaya baik eksternal dan willingness to accept (WTA) kompensasi akibat pencemaran dari kegiatan industri dibutuhkan untuk melakukan pengaturan lebih lanjut tentang biaya lingkungan atau pajak untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri, untuk memperkirakan biaya eksternal dan nilai WTA yang disebabkan oleh kegiatan industri, dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA. Penelitian survei ini membahas analisis deskriptif, valuasi ekonomi lingkungan, dan penerapan contingent valuation method (CVM). Pengamatan dan wawancara dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di daerah industri gula, Cepiring-Kendal yang diambil dengan metode purposive sampling. Hasil menunjukkan bahwa biaya eksternal setiap rumah tangga per bulan adalah Rp 64.721, biaya eksternal masyarakat RW 04 Desa Cepiring Rp 229.845.336 per tahun, sedangkan di sektor pertanian adalah Rp 314.720.000 per tahun. Dibandingkan dengan biaya eksternal setiap rumah tangga, rata-rata nilai dari WTA rumah tangga per bulan lebih tinggi, yaitu Rp 440.132. Ada lima faktor yang memengaruhi nilai WTA signifikan seperti tingkat pendidikan, rumah dari daerah industri, kualitas kebisingan, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran air, dan belum adanya upaya untuk menggantikan kualitas lingkungan.


(5)

ABSTRAK

LUTHFI ADHITYA. Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Dibimbing oleh NINDYANTORO.

Aktivitas ekonomi berupa produksi dan konsumsi dapat menurunkan tingkat kualitas lingkungan.Kegiatan industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki dampak tidak hanya di bidang ekonomi dan aspek sosial, tetapi juga memengaruhi perubahan fisik kualitas lingkungan. Berbagai langkah dan prosedur dapat digunakan untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan. Oleh karena itu, studi tentang estimasi biaya baik eksternal dan willingness to accept (WTA) kompensasi akibat pencemaran dari kegiatan industri dibutuhkan untuk melakukan pengaturan lebih lanjut tentang biaya lingkungan atau pajak untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri, untuk memperkirakan biaya eksternal dan nilai WTA yang disebabkan oleh kegiatan industri, dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA. Penelitian survei ini membahas analisis deskriptif, valuasi ekonomi lingkungan, dan penerapan contingent valuation method (CVM). Pengamatan dan wawancara dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di daerah industri gula, Cepiring-Kendal yang diambil dengan metode purposive sampling. Hasil menunjukkan bahwa biaya eksternal setiap rumah tangga per bulan adalah Rp 64.721, biaya eksternal masyarakat RW 04 Desa Cepiring Rp 229.845.336 per tahun, sedangkan di sektor pertanian adalah Rp 314.720.000 per tahun. Dibandingkan dengan biaya eksternal setiap rumah tangga, rata-rata nilai dari WTA rumah tangga per bulan lebih tinggi, yaitu Rp 440.132. Ada lima faktor yang memengaruhi nilai WTA signifikan seperti tingkat pendidikan, rumah dari daerah industri, kualitas kebisingan, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran air, dan belum adanya upaya untuk menggantikan kualitas lingkungan.


(6)

ABSTRACT

LUTHFI ADHITYA. Estimation of External Cost and Society’s Willingness to Accept of Polution Effects Around Cepiring Sugar Industry, Kendal. Supervised by NINDYANTORO.

The activities of economy, such as production and consumption may reduce the level of environmental quality. An industrial activity is one of the economic activities that has effects not only in economic and social aspect but also influences the physical change of environmental quality. A variety of measures and procedures can be used to improve or maintain environmental quality. Therefore, the study of the estimation of both external cost and people’s willingness to accept (WTA) compensation, the effects toward environment caused by industrial activities is needed for doing further arrangements about environmental charges or taxes to achieve sustainable development. The objective of this study is to identify the society who living in the industry area, to estimate both the external cost and WTA value caused by industrial activities, and to identify the factors that influence WTA value. This paper presents a survey which explores the descriptive analysis, valuation of environmental economics, and application of contingent valuation method (CVM). The observations and interviews were conducted to society who live in sugar industry area, Cepiring-Kendal taken by purposive sampling method. The result shows that the external cost of each household per month is 64.721 IDR, the external cost of society of RW 04 Cepiring is 229.845.336 IDR, while in agricultural sector is 314.720.000 IDR per year. Compared to the external cost of each household, the average of mean values of household’s WTA per month is higher, which is 440.132 IDR. There are five factors that influence WTA value significantly such as education level, houses from industry area, quality of noise, economic losses caused by water pollution, and zero-effort to replace the environmental quality.


(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ESTIMASI BIAYA EKSTERNAL DAN

WILLINGNESS TO ACCEPT

MASYARAKAT AKIBAT PENCEMARAN DI SEKITAR

KAWASAN PABRIK GULA CEPIRING, KENDAL

LUTHFI ADHITYA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

Judul Skripsi : Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal

Nama : Luthfi Adhitya NIM : H44090071

Disetujui oleh

Ir. Nindyantoro, MSP Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Bidang penelitian yang menjadi fokus penulis adalah eksternalitas negatif industri dengan judul Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

 Kedua orang tua tercinta yaitu Ibu Nina Nur Kania dan Bapak Bambang Iriyanto, beserta ketiga saudara yang selalu memberikan didikan, doa, kasih sayang, dan perhatiannya.

 Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta Bapak Benny Osta Nababan, SPi, MSi dan Ibu Dr. Mety Ekayani, SHut, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

 Kantor Kesbang, BLH, BPS, Kelurahan, Kepala RT/RW dan pihak pabrik yang telah membantu selama pengumpulan data.

 Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya.

 Keluarga besar Organisasi Mahasiswa Daerah FOKMA Bahurekso Kendal atas segala doa dan dukungannya.

 Sahabat terdekat, Bayu, Gugat, Nasita, Fitri, Intan, Nissa, Diena dan Keluarga besar Mahameru yang selalu memberikan bantuan dan semangat. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca.

Bogor, Juli 2013 Luthfi Adhitya


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PRAKATA... ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR . ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Dampak Pencemaran Industri ... 8

2.2 Pencemaran Air ... 10

2.3 Limbah Cair Industri Gula ... 11

2.4 Baku Mutu Air Limbah Industri Gula ... 12

2.5 Eksternalitas ... 15

2.6 Konsep Metode Valuasi Ekonomi ... 17

2.7 Penelitan Terdahulu... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

IV. METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 24

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 24

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 24

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data ... 25

4.4.1 Identifikasi Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Pabrik Gula ... 26


(11)

4.4.3 Analisis Nilai WTA Masyarakat terhadap Pencemaran Akibat

Aktivitas Pabrik Gula ... 28

4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA) ... 30

V. GAMBARAN UMUM ... 32

5.1 Kondisi Umum Desa Cepiring ... 32

5.1.1 Kondisi Fisik Daerah ... 32

5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Cepiring ... 32

5.2 Kondisi Responden Sekitar Kawasan Pabrik Gula ... 35

5.2.1 Jenis Kelamin ... 35

5.2.2 Usia ... 35

5.2.3 Pendidikan Formal ... 36

5.2.4 Jenis Pekerjaan ... 37

5.2.5 Tingkat Pendapatan ... 37

5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 38

5.2.7 Jarak Tempat Tinggal dari Kawasan ... 39

VI. ANALISIS EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT AKTIVITAS PABRIK……… 40

6.1 Analisis Ekternalitas Negatif Akibat Aktivitas Pabrik Gula ... 40

6.2 Persepsi Masyarakat terkait Sistem Pengelolaan Limbah Pabrik .... 44

VII. ESTIMASI BIAYA EKSTERNAL AKIBAT AKTIVITAS PABRIK 46 7.1 Biaya Eksternal yang Ditanggung Masyarakat Rumah Tangga ... 46

7.1.1 Biaya Pengganti Air Bersih ... 46

7.1.2 Biaya Berobat ... 48

7.2 Biaya Eksternal di Sektor Pertanian ... 50

7.2.1 Perubahan Produksi ... 50

7.2.2 Biaya Perbaikan Kualitas Lahan ... 51

7.3 Estimasi Total Biaya Eksternal Akibat Aktivitas Pabrik Gula ... 52

VIII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT KOMPENSASI ... 54

8.1 Analisis Kesediaan Responden Menerima Kompensasi... 54

8.2 Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden ... 56

8.3 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya Nilai WTA .. 58


(12)

7.1 Simpulan ... 62

7.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 66


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil analisa kualitas limbah cair pabrik gula Cepiring Desember 2012 ... ...3

2. Hasil pengujian kualitas udara ambien pada pemantauan Juni 2012 ...…….5

3. Baku mutu air limbah industri gula Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2012 .... .15

4. Matriks metode analisis data ... .25

5. Jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2011…… ... .33

6. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2012 ... .34

7. Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring ... .42

8. Kualitas udara yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring ... .43

9. Dampak kebisingan yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring ... .43

10. Kualitas air tanah yang dirasakan responden akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring ... .44

11. Kondisi air tanah yang masih bisa digunakan oleh responden menurut pemakaian ... .47

12. Sumber dan volume penggunaan air bersih oleh responden ... .47

13. Biaya pengganti air tanah ... .48

14. Biaya kesehatan responden ... .49

15. Perubahan penerimaan petani akibat penurunan produksi tahun 2012 ... .51

16. Biaya perbaikan kesuburan lahan pertanian di Desa Cepiring ... .51

17. Total biaya eksternal akibat pencemaran aktivitas pabrik ... .52

18. Distribusi WTA responden ... .57

19. Hasil analisis nilai WTA responden ... .59


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram alur kerangka berpikir ... 23

2. Persentase responden menurut jenis kelamin ... 35

3. Persentase responden menurut usia ... 36

4. Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 37

5. Persentase responden berdasarkan pekerjaan ... 37

6. Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan ... 38

7. Persentase responden menurut jumlah tanggungan keluarga ... 39

8. Persentase responden menurut jarak tempat tinggal dari kawasan ... 39

9. Persentase responden mengetahui ada/tidaknya keberadaan sistem pengelolaan limbah ... 45

10. Persentase penilaian responden terhadap pengelolaan limbah yang dilakukan pabrik ... 45

11. Persentase kesediaan menerima dana kompensasi responden di Desa Cepiring ... 54

12. Rencana alokasi penggunaan dana kompensasi responden ... 54

13. Sebaran alasan ketidakbersediaan responden menerima dana kompensasi ... 55

14. Sebaran bentuk kompensasi selain dana ... 55


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta lokasi dan gambar lokasi ... 66

2. Kuesioner penelitian ... 67

3. Model regresi ... 72

4. Uji normalitas ... 74

5. Uji heteroskedastisitas ... 75

6. Uji autokorelasi ... 76

7. Uji multikolinieritas ... 76

8. Dokumentasi penelitian ... 77


(16)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada sektor industri yang terjadi di negara-negara berkembang mengalami kenaikan yang cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kawasan industri yang mulai bermunculan di sejumlah kota-kota besar di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menuju ke arah industrialisasi. Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 6,23 persen di segala sektor usaha, salah satunya sektor industri pengolahan yang memberikan konstribusi terbesar terhadap total pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,47 persen1. Industri juga merupakan salah satu sektor yang cukup banyak menyerap tenaga kerja terlebih jika industri tersebut tergolong industri besar. Namun di sisi lain semakin banyaknya jumlah industri, semakin banyak pula konsekuensi yang dihadapi dalam permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Permasalahan lingkungan umumnya terjadi akibat laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat dari waktu ke waktu. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi berdampak langsung terhadap tingginya pertambahan kebutuhan pangan, papan, energi, dan kebutuhan dasar lainnya. Hal tersebut berimbas pada perubahan kualitas lingkungan (degradasi lingkungan) apabila tidak diimbangi dengan upaya penanggulangan secara sigap dan berkelanjutan terutama di negara berkembang dimana tingkat ekonomi, ilmu pengetahuan, dan penguasaan teknologi masih relatif rendah. Aktivitas manusia tidak terlepas dari tujuan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Aktivitas ekonomi baik produksi, konsumsi, dan distribusi dari satu pihak dapat memberikan pengaruh ke beberapa pihak lain. Sama halnya dengan aktivitas ekonomi di industri, selain memberikan manfaat, industri juga memiliki potensi timbulnya eksternalitas negatif. Kegiatan industri tersebut pada dasarnya mengolah suatu masukan (input) untuk dijadikan suatu keluaran (output), namun dalam prosesnya tidak menutup kemungkinan

1


(17)

2

adanya sisa yang dihasilkan berupa limbah yang dapat mengakibatkan eksternalitas negatif apabila tidak diolah dengan baik.

Pabrik gula merupakan industri yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Dalam hal ini barang mentah tersebut adalah tebu yang menghasilkan barang jadi berupa gula putih. Selain menghasilkan produk utamanya berupa gula, pabrik juga menghasilkan bahan sampingan dan bahan buangan. Bahan buangan tersebut dapat berbentuk padatan, cair, dan gas. Limbah padatan yang ditimbulkan pabrik gula berupa daun dan pucuk tebu, blotong, ampas (bagasse), dan abu. Salah satu limbah cair yang ditimbulkan oleh pabrik berupa tetes (molasses). Selain itu limbah cair yang ditimbulkan berasal dari mesin-mesin pendingin, luberan limbah cair yang keluar tidak sengaja dari bahan pengolah lainnya, air pencucian peralatan, larutan gula dari peralatan, sisa filtrasi blotong, tumpahan nira yang masuk saluran air buangan, cairan bekas analisa laboratorium, dan minyak. Sedangkan limbah gas atau partikel yang ditimbulkan pabrik berupa gas CO2 dan belerang dioksida (SO2), keduanya merupakan limbah gas yang keluar dari cerobong reaktor sulfitir pada proses pemurnian nira tebu yang kurang sempurna menyebabkan polusi udara di atas pabrik (Yuliandari, 2008).

Perusahaan skala besar seperti pabrik gula mempunyai kewajiban mengolah limbah yang dihasilkan. Limbah padat yang berupa daun, pucuk tebu, batang tua, dan batang kering biasanya dijadikan bahan baku untuk pakan ternak sedangkan limbah padat berupa blotong yang dihasilkan melalui stasiun pemurnian dijadikan pupuk organik. Limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemarannya tidak berdampak negatif ke lingkungan. Limbah cair yang telah diolah melalui IPAL akan dibuang ke saluran pembuangan seperti sungai ataupun diresapkan ke dalam tanah. Limbah cair tersebut banyak mengandung bahan kimia, organik, maupun anorganik. Sungai yang menjadi sumber mata air bagi masyarakat untuk digunakan berbagai aktivitas seperti keperluan mandi, cuci, maupun pengairan apabila menjadi tempat saluran pembuangan limbah, maka baku mutu limbah yang dibuang harus memenuhi standar yang telah ditetapkan begitu juga dengan limbah udara maupun bahan berbahaya dan beracun (B3).


(18)

3 Banyaknya sisaan yang ditimbulkan selama proses gula diproduksi menyebabkan banyaknya juga eksternalitas yang timbul dan berdampak terhadap lingkungan maupun masyarakat sekitar. Eksternalitas positif yang muncul dari kegiatan pabrik gula sangat beragam diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), sumber devisa negara dan peningkatan infrastruktur di daerah pabrik. Eksternalitas negatif juga timbul sebagai hasil sampingan dari kegiatan pabrik khususnya ketika selama proses memproduksi gula.

Pabrik gula Cepiring merupakan satu-satunya pabrik berskala besar yang berada di Desa Cepiring. Keberadaan pabrik tersebut cukup memberi dampak ke masyarakat sekitar pabrik tersebut baik dalam segi ekonomi, sosial maupun lingkungan. Sebagian masyarakat memperoleh manfaat dari pekerjaan di pabrik yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun jika ditinjau dari aspek lingkungan, masyarakat merasakan dampak pencemaran melalui limbah yang dikeluarkan baik mulai dari limbah udara, limbah cair, maupun limbah suara. Salah satu indikator untuk mengetahui kualitas suatu bahan buangan yaitu dengan melakukan pengamatan baik secara fisik, kimia, dan biologi, tidak terkecuali dengan bahan buangan berupa cairan, Tabel 1 menunjukkan hasil analisa kualitas limbah cair pabrik gula Cepiring.

Tabel 1 Hasil analisa kualitas limbah cair pabrik gula Cepiring Desember 2012

Parameter Satuan

Hasil analisa Perda Provinsi Jateng No. 5 Tahun 2012

Inlet Outlet Kadar maks.

mg/l

Beban maks. g/ton Fisika

Temperatur 0C 30 33

Zat Padat

tersuspensi (TSS)

mg/l 22 15 100 50

Kimia

Ph - 7.5 7.7 6-9

BOD5 mg/l 1200 170 100 50

COD mg/l 2910.45 380.60 250 125

Sulfida sebagai S mg/l 0.8323 0.7225 1.0 0.5

Minyak lemak mg/l 0.45 0.38 5 2.5

Debit maksimum 0.5 m3 per ton tebu yang diolah Sumber: BLH Kota Semarang (2012)


(19)

4

Hasil analisa kualitas limbah cair pada Tabel 1 menunjukkan terdapat beberapa parameter yang melebihi batas baku yang telah ditetapkan. Parameter tersebut adalah BOD, yaitu dengan angka 170 mg/l dan COD dengan angka 380,60 mg/l. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kualitas limbah cair dalam keadaan kurang baik. Selain pengamatan secara kimia dan biologi seperti hasil uji di atas, secara kasat mata air limbah terlihat keruh, hitam dan bau. Hal itu diduga karena pabrik menggiling tebu dengan kapasitas melebihi daya tampung IPAL, sehingga IPAL terkadang tak berjalan optimal. Akibatnya rumah-rumah warga maupun sawah yang berdekatan dengan saluran air yang dialiri air limbah ikut terkena dampak berupa keruhnya saluran air untuk irigasi, tercemarnya sumur warga, dan merebaknya bau menyengat di saluran air dan sekitarnya.

Eksternalitas negatif yang masih dirasakan masyarakat sekitar membutuhkan penanganan yang serius. Selama ini pihak pabrik telah memberikan kompensasi dalam bentuk fasilitas umum seperti perbaikan jalan, pembangunan WC umum, pembangunan tempat ibadah umum dan lain sebagainya. Selain itu beberapa bentuk kegiatan untuk menangani atas kerugian masyarakat melalui program-program Corporate Social Responsibility (CSR), seperti pemberian tempat sampah, bantuan pendirian rumah warga, dan lain-lain namun pihak pabrik menyadari bahwa tindakan tersebut sifatnya tidak rutin dan tidak tepat sasaran.2

Perlu adanya studi tentang eksternalitas negatif dari kegiatan pabrik gula terhadap masyarakat sekitar. Studi tersebut terkait eksternalitas yang timbul dari keberadaan pabrik gula, kesediaan menerima dana kompensasi terhadap pencemaran yang dirasakan masyarakat dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi dana kompensasi bersedia diterima masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Aktivitas produksi pabrik gula Cepiring telah berlangsung sejak tahun 2008. Sejak pabrik gula tersebut beroperasi kembali, banyak masyarakat sekitar khususnya warga yang memanfaatkan air tanah dan petani mengeluhkan adanya limbah cair yang dibuang ke saluran air. Masyarakat menduga bahwa tercemarnya

2


(20)

5 lingkungan akibat adanya aktivitas pembuangan limbah cair yang berasal dari pabrik gula tersebut. Indikator bahwa air lingkungan telah tercemar menurut Wardhana (2004) diantaranya adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui perubahan suhu air, perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen, perubahan warna, bau dan rasa air, timbulnya endapan, adanya mikroorganisme, serta meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Saluran air yang menjadi saluran pembuangan limbah pabrik berkemungkinan telah tercemar berdasarkan beberapa indikator tersebut.

Selain itu masyarakat merasakan berbagai perubahan dan gangguan pencemaran udara. Meskipun beberapa dari mereka menyadari bahwa telah terjadi perubahan dari tahun ke tahun terkait pencemaran udara dimana pada tahun 2008-2011 dampak udara sangat dirasakan namun setelah adanya protes dari warga yang dimediasi oleh pemerintah membuat pihak pabrik bertindak untuk mengatasi pencemaran udara, sehingga dampak pencemaran udara berkurang di dua tahun terakhir.3 Tabel 2 menampilkan hasil pengujian kualitas udara ambien pada bulan Juni 2012.

Tabel 2 Hasil pengujian kualitas udara ambien pada pemantauan Juni 2012

Parameter Satuan Hasil Baku mutu

NO2 3 31.1 316

SO2 3 <LoD 632

CO 3 4.100 15.000

H2S Ppm 0,001 0,02

NH3 Ppm 0,048 2

Debu 3 222,6 230

Sumber : Laporan Hasil Uji BPPKH Provinsi Jawa Tengah (2012) Keterangan : Jarak ± 300 meter searah angin (Desa Cepiring)

Kecepatan angin: 0 – 2,1 m/dtk Kelembapan udara: 56 % Tekanan udara: 758 mmHg Arah angin: dari utara

Hasil pengujian semua parameter di bawah standar baku mutu yang telah ditetapkan, namun hasil pengujian pada parameter debu mendekati baku mutu yang ditetapkan. Eksternalitas lain yang ditimbulkan aktivitas pabrik gula saat berproduksi adalah kebisingan. Kebisingan yang ditimbulkan berasal dari suara mesin, peralatan, dan bel masuk. Suara mesin tersebut berasal dari generator, boiler, mesin penggiling tebu, mesin pemasakan, evaporator, dan mesin lainnya.

3


(21)

6

Suara bising yang dihasilkan tersebut dapat mengganggu aktivitas pendengaran dan kenyamanan seseorang. Dalam menanggapi permasalahan tersebut pihak pabrik telah melakukan usaha preventif dengan penanaman pohon sebagai buffer zone di lahannya, namun sebagian masyarakat mengemukakan masih terganggu adanya kebisingan saat produksi.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal?

2. Berapa biaya kerugian yang ditanggung oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal?

3. Berapa besar nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal? 4. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat

dalam menerima kompensasi?

1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat aktivitas pabrik gula.

2. Mengestimasi biaya kerugian yang ditanggung masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik gula.

3. Menghitung besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik gula.

4. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya kesediaan masyarakat responden dalam menerima kompensasi.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Permasalahan eksternalitas sangat kompleks dan meliputi berbagai aspek, oleh karena itu adapun ruang lingkup dan batasan-batasan dalam penelitian adalah sebagai berikut:


(22)

7 1. Objek penelitian ini adalah warga sekitar kawasan pabrik gula yang merasakan

dampak pencemaran oleh limbah pabrik.

2. Responden penelitian adalah bapak atau ibu dalam rumah tangga dan pihak-pihak yang terkena dampak pencemaran dan kerugian ekonomi.

3. Eksternalitas yang dikaji dalam penelitian ini merupakan eksternalitas negatif akibat dampak dari pencemaran limbah pabrik gula.

4. Aspek ekonomi yang dibahas adalah biaya eskternal dan nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan.

5. Aspek sosial yang dikaji adalah persepsi masyarakat yang berada di sekitar kawasan pabrik gula.


(23)

8

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dampak Pencemaran Industri

Wardhana (2004) mengemukakan bahwa dampak industri dan teknologi mempunyai dampak secara langsung dan tidak langsung. Dampak secara tidak langsung dari kegiatan industri dan teknologi terhadap kehidupan manusia umumnya berhubungan dengan permasalahan sosial masyarakat diantaranya urbanisasi, perilaku, kriminalitas, dan sosial budaya. Dampak tersebut dapat berupa positif dan negatif. Dampak secara langsung terjadi apabila kegiatan industri dan teknologi langsung dirasakan oleh masyarakat. Dampak negatif akibat kegiatan industri dan teknologi dapat dilihat dari terjadinya permasalahan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran daratan.

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988 yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Permasalahan pencemaran akibat kegiatan industri dan teknologi berkaitan dengan adanya limbah yang dihasilkan oleh proses kegiatan industri dan teknologi itu sendiri. Menurut Kristanto (2004) limbah adalah buangan yang kehadirannya suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Adapun limbah yang mengandung bahan polutan yang bersifat racun dan berbahaya lebih dikenal dengan limbah B-3 sering dijumpai pada suatu industri. Walaupun jumlah bahan tersebut relatif sedikit, tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya.

Dalam segi kualitas, spesifikasi limbah diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar dalam limbah. Pencemar di dalam limbah memiliki kandungan yang terdiri dari berbagai parameter. Semakin sedikit jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya, maka semakin kecil peluang untuk terjadi pencemaran lingkungan. Kristanto (2004) mengemukakan beberapa kemungkinan akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan sebagai berikut:


(24)

9 1. Lingkungan tidak mendapat pengaruh yang berarti. Hal tersebut karena volume

limbah relatif kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi kecil.

2. Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran. 3. Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.

Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi kualitas limbah antara lain volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah.

Limbah dalam industri ditinjau dari segi karakteristiknya dibedakan menjadi tiga bagian (Kristanto, 2004):

1. Limbah cair

Limbah ini biasanya bersumber dari pabrik yang menggunakan air dalam proses produksinya, bahan baku yang mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air tersebut harus dibuang. Air dari pabrik mengandung padatan dan partikel, baik yang terlarut maupun yang mengendap. Sering sekali air buangan pabrik berwarna keruh dan bersuhu tinggi. Air limbah tercemar secara visual dapat dinilai melalui kekeruhan, warna, rasa, dan bau yang ditimbulkan. 2. Limbah gas dan partikel

Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak dikeluarkan atau dibuang melalui media udara. Gas, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pencemar melalui udara dipengaruhi oleh arah angin, sehingga jangkauannya akan melebar sesuai arah angin berjalan. Partikel merupakan butiran halus yang masih bisa dilihat dengan kasat mata seperti uap air, debu, asap, dan kabut. Udara secara alami memiliki kandungan unsur kimia seperti oksigen, nitrogen, hidrogen, karbondioksida dan jenis gas lainnya. Apabila ada penambahan unsur lain ke dalam udara sehingga melebihi ambang batas kandungan alaminya, akibatnya kualitas udara akan mengalami penurunan. 3. Limbah padat

Limbah ini merupakan limbah yang dikeluarkan dalam bentuk padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan suatu kegiatan. Jika dilihat dari segi pemanfaatannya, limbah tersebut dapat dikategorikan menjadi limbah padat yang dapat didaur-ulang (contohnya plastik, tekstil,


(25)

10

logam) dan limbah padat yang tidak dapat dapat dimanfaatkan lagi atau tidak memiliki nilai ekonomis.

Selain ketiga jenis limbah tersebut, terdapat juga bahan-bahan lain yang berbahaya dalam pabrik. Bahan tersebut sifat fisik dan kimianya tergolong berbahaya bagi lingkungan apabila sampai terbuang. Sifat racun dari suatu bahan belum tentu sama dengan sifat bahaya. bahan yang bersifat beracun belum tentu bersifat membahayakan apabila dimanfaatkan secara tepat. Sifat racun menunjukan efek biologis (kemampuan untuk melukai tubuh), sedangkan sifat bahaya menunjukkan terjadinya kemungkinan kerugian.

Kegiatan suatu industri dan teknologi perlu adanya usaha pengendalian limbah industri yang bertujuan untuk memaksimalkan dampak positif dan untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan. Adapun usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran tersebut terdiri dari dua macam cara yaitu penanggulangan secara non-teknis dan penanggulangan teknis. Penanggulangan non-teknis merupakan suatu usaha untuk mengurangi pencemaran dengan cara membuat peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran yang dapat menurunkan kualitas lingkungan. Penanggulangan teknis dapat berupa penerapan AMDAL sedangkan penanggulangan non-teknis dapat berupa pengaturan undang-undang (Wardhana, 2004).

2.2 Pencemaran Air

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pada pencemaran dikenal dengan istilah beban pencemaran dan komponen pencemaran. Beban pencemaran merupakan jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Menurut Wardhana (2004), komponen pencemar air ikut menentukan bagaimanana indikator pencemar air terjadi, komponen


(26)

11 pencemaran air dikelompokkan menjadi bahan buangan padat, bahan buangan organik, bahan buangan anorganik, bahan buangan olahan bahan makanan, bahan buangan cairan berminyak, bahan buangan zat kimia, dan bahan buangan berupa panas. Pengelompokan komponen pencemar air dapat memudahkan dalam melakukan pengelolaan limbah. Sedangkan indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui beberapa hal meliputi: (1) adanya perubahan suhu air; (2) adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen; (3) adanya perubahan warna, bau, dan rasa air; (4) timbulnya endapan, koloidal, dan bahan terlarut; (5) meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.

Apabila dilihat dari segi pengamatannya, pengamatan indikator dan komponen pancemaran air lingkungan dapat dibagi menjadi:

1. Pengamatan fisik; pengamatan yang dilakukan secara visual berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu air, perubaha rasa dan bau, serta warna air.

2. Pengamatan kimia; pengamatan yang dilakukan berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH

3. Pengamatan biologi; pengamatan yang dilakukan berdasarkan kandungan mikroorganisme yang ada di dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.

2.3 Limbah Cair Industri Gula

Air limbah industri gula mengandung cemaran negatif yang berasal dari bahan bakunya, dicirikan kandungan BOD tinggi, sehingga pengolahan biologi menjadi salah satu menjadi pilihan yang digunakan. Menurut Metcalf dan Eddy (1991) pengelolaan secara biologi untuk air limbah memiliki tujuan menghilangkan atau mengurangi kadar pencemar negatif. Selain itu untuk proses nitrifikasi, denitrifikasi, penghilangan senyawa phosphor, dan untuk stabilisasi air limbah.

Pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas dapat dilakukan dengan cara menetapkan baku mutu lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu


(27)

12

udara emisi, dan sebagainya. Kristanto (2004) memaparkan bahwa baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang masih diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriterianya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4 Baku Mutu Air Limbah Industri Gula

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep51/MENLH/10/1995, parameter utama yang digunakan dalam menilai kualitas air limbah industri gula adalah BOD5, COD, TSS, pH, dan parameter pendukungnya adalah suhu, minyak dan lemak, serta total padatan. Berikut uraian untuk masing-masing parameter.

1. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Air lingkungan umumnya mengandung berbagai macam mikroorganisme yang dapat memecah bahan buangan organik, jumlahnya tergantung dengan tingkat kebersihan air. Air yang bersih mengandung lebih sedikit mikroorganisme dibanding dengan air yang kotor. Air lingkungan yang tercemar bahan buangan yang bersifat racun atau antiseptik, jumlah mikroorganismenya juga relatif lebih sedikit, maka dari itu perlu adanya penambahan mikroorganisme yang telah menyesuaikan dengan bahan buangan tersebut (Wardhana, 2004). Menurutnya Biochemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis merupakan sejumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme di dalam air untuk memecah buangan-buangan yang mengandung bahan organik. Dengan diketahuinya nilai BOD5 akan terlihat air limbah tersebut mudah terdegradasi secara biologis atau tidak.


(28)

13 2. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD atau kebutuhan oksigen kimia merupakan sejumlah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik tersebut secara kimia (Kristanto, 2004). Oleh karenanya COD dapat juga dipakai sebagai ukuran derajat pencemaran yang ditimbulkan oleh senyawa-senyawa yang sukar diuraikan. Bila dibandingkan dengan nilai BOD, nilai COD akan selalu lebih besar daripada nilai BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara biologi artinya reaksi uji BOD memakan waktu yang sangat lambat karena tergantung dari kinerja bakteri sedangkan COD tidak tergantung pada kinerja bakteri.

3. TSS (Total Suspended Solid)

Menurut Fardiaz (1992) dalam Handayani (2012), air limbah industri gula biasanya mengandung berbagai jenis gula terlarut. Apabila masuk ke dalam perairan cenderung tidak beracun. Namun bila jumlahnya berlebih, akan meningkatkan kekeruhan yang akan menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air, hal itu akan menghambat proses fotosintesis yang dilakukan fitoplankton. Kandungan TSS dalam air limbah industri gula disebabkan oleh banyaknya komponen kimiawi yang ikut berperan dalam proses produksi maupun proses pengolahan air limbah.

4. pH

Nilai pH digunakan untuk menunjukkan konsentrasi ion hidrogen di dalam air buangan. Skala nilai pH berkisar antara 1 sampai 14, semakin kecil nilai pH berarti semakin air tersebut bersifat asam dan semakin tinggi nilai pH akan mengarah pada kondisi basa (Kristanto, 2004). Menurut Wardhana (2004) air limbah beserta bahan buangan akan mengubah pH air, selanjutnya akan mengganggu kehidupan biota air. Nilai pH limbah dapat memengaruhi laju reaksi biologis dan kelangsungan hidup berbagai organisme.

5. Suhu

Suhu merupakan parameter penting untuk kehidupan organisme yang hidup di air, karena suhu akan memengaruhi reaksi kimia sehingga menentukan kegunaan atau fungsi dari air tersebut. Menurut Fardiaz (1992) dalam Handayani (2012) mengatakan bahwa kenaikan suhu akan mengakibatkan kandungan


(29)

14

oksigen terlarut dalam air berkurang, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan hewan lain terganggu.

Suhu memerankan peranan penting dalam memengaruhi kelimpahan fitoplankton dalam air. Air limbah industri gula biasanya memiliki suhu yang lebih tinggi (terutama air limbah kondensor) dan mempunyai pengaruh yang buruk bagi organisme air. Menurut penelitian mereka suhu air limbah industri gula antara 31 hingga 41 o C tergantung musim dan waktu pengambilan sampel. 6. Minyak dan Lemak

Kandungan minyak dan lemak biasanya terdapat pada limbah cair. Menurut Kristanto (2004) minyak dan lemak merupakan kelompok pencemar padatan yang mengapung di atas permukaan air. Umumnya mereka berasal dari ceceran oli serta minyak pelumas mesin. Sumber utama pencemar minyak dari industri gula adalah minyak tanah dan minyak pelumas dari mesin-mesin yang digunakan, senyawa tersebut mengandung unsur utama karbon dan hidrogen.

7. Sulfida dan Sulfat

Sulfida merupakan senyawa yang berbau dan bersifat racun. Dalam limbah cair industri, sulfida dapat berbentuk dari bahan baku dan bahan penolong proses yang mengandung unsur sulfur. Sulfida merupakan indikator terjadi peruraian protein akibat pembusukan bahan organik yang mengandung belerang dan atau sebagai hasil reduksi sulfat pada kondisi anaerob oleh mikroorganisme. Menurut Achmad (2004) dalam Handayani (2012) sebagian besar ion sulfat dalam air adalah ion SO42-. Dalam kondisi anaerob, ion SO42- (sulfat) dapat menjadi sulfidan (H2S), HS- atau garam sulfida yang tidak larut. Gas H2S yang dihasilkan dari reduksi sulfat dapat menimbulkan bau khas “telur busuk”.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair (BMLC) untuk industri gula, parameternya dilihat dari kandungan Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), minyak dan lemak, Total Suspended Sediment (TSS), serta pH. BMLC industri gula yang berlaku di Indonesia dan Jawa Tengah tertera pada peraturan-peraturan di antaranya Keputusan Menteri Nomor 51 tahun 1995, Perda Jateng Nomor 10 tahun 2004, Permen LH Nomor 5


(30)

15 tahun 2010, dan Perda Jateng Nomor 5 tahun 2012. Berikut baku mutu air limbah industri gula Peraturan Daerah Jawa Tengah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Baku mutu air limbah industri gula Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2012

Parameter Kadar maksimum (mg/l) Beban pencemaran maksimum (g/ton)

BOD5 60 30

COD 100 50

TSS 50 25

Sulfida (sebagai H2S) 0,5 0,25

Minyak dan lemak 5 2,5

Ph 6,0-9,0

Kuantitas limbah

maksimum 0,5 m

3

per ton tebu diolah Sumber: BLH Kabupaten Kendal (2013)

Kapasitas lebih dari 10.000 ton tebu yang diolah per hari Ton tebu yang diolah per hari: Ton Cane per Day (TCD),

Air limbah industri gula adalah penggabungan dari air limbah proses, air limbah kondensor, dan air limbah abu boiler.

2.5 Eksternalitas

Secara umum eksternalitas didefinisikan sebagai dampak positif maupun dampak negatif, atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak memengaruhi kegunaan dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak eksternalitas (Fauzi, 2010).

Tipologi eksternalitas yang menjadi perhatian dalam ilmu ekonomi adalah ekternalitas yang melibatkan produksi dan konsumsi. Meskipun eksternalitas yang ditimbulkan terdiri dari eksternalitas positif maupun negatif, namun seringkali dalam pembahasan ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan eksternalitas negatif yang lebih menjadi pusat perhatian.

Eksternalitas berkaitan erat dengan property rights, oleh karenanya penyelesaian masalah eksternalitas juga terkait dengan pengukuhan hak kepemilikan. Pengendalian ekternalitas dengan pemberian hak kepemilikan akan sangat tergantung pada biaya transaksi. Menurut Fauzi (2010), jika biaya transaksi positif maka: (1) Pemberian hak pemilikan akan mengurangi masalah eksternalitas namun tidak dapat menghilangkannya; (2) Pemberian hak pemilikan untuk


(31)

16

mengurangi eksternalitas akan efektif jika pihak-pihak yang terlibat saling mengetahui; serta (3) Pemberian hak pemilikan akan meningkatkan kesejahteraan pemilik sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya eksternalitas. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian hak kepemilikan tidak sepenuhnya dapat menghilangkan eksternalitas, namun hanya meningkatkan manfaat dari pertukaran atas eksternalitas.

Tietenberg dan Lewis (2010) mengemukakan bahwa eksternalitas merupakan sumber terjadinya kegagalan pasar. Eksternalitas terjadi ketika suatu kesejahteraan pelaku ekonomi baik perusahaan maupun rumah tangga tidak hanya tergantung pada aktivitas yang mereka lakukan, namun juga tergantung pada aktivitas pelaku ekonomi lainnya. Tipe eksternalitas yang ditimbulkan terdiri dari eksternalitas ekonomi dan eksternalitas non-ekonomi. Misalnya, pencemaran air merupakan salah satu contoh eksternalitas yang merepresentasikan jenis eksternalitas non-ekonomi, sedangkan secara umum apabila eksternalitas ekonomi terjadi, pasar akan undersupply sumberdaya. Ada salah satu jenis eksternalitas yang dikenal dengan sebutan pecuniary externality. Pecuniary externalitiy timbul saat dampak eksternal ditransmisikan melalui harga, artinya dampak eksternal yang terjadi diubah dalam bentuk suatu yang bernilai atau harga.

Menurut Hufsmidt (1987) dampak yang ditimbulkan oleh suatu perusahan terhadap lingkungan merupakan dampak eksternal. Dampak eksternal muncul apabila fungsi kegunaan orang tergantung pada aktivitas orang lain. Misalnya saja dampak suatu industri makanan terhadap lingkungan, biaya dan manfaat sosial tidak dipertimbangkan oleh perusahaan yang menimbulkan dampak tersebut. Sehingga apabila dibiarkan dan dikesampingkan, akan mengakibatkan market failure.

Adanya manfaat eksternal yang seringkali tidak diperhitungkan dalam suatu pengambilan keputusan perusahaan menyebabkan barang atau jasa yang dihasilkan menjadi terlalu sedikit. Jika terjadi biaya eksternal yang tidak diperhitungan dalam pengambilan keputusan perusahaan menyebabkan barang atau jasa yang dihasilkan menjadi terlalu besar. Hal itulah yang mengakibatkan kegiatan tersebut menjadi tidak efisien, terlebih apabila eksternalitas dalam wujud biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat. Agar efisiensi tercapai, maka


(32)

17 biaya eksternal harus diinternalkan dalam biaya setiap perusahaan yang melakukan aktivitas yang menimbulkan dampak (Suparmoko, 2007).

2.6 Konsep Metode Valuasi Ekonomi

Penentuan nilai ekonomi total maupun nilai kerusakan lingkungan digunakan pendekatan harga pasar maupun non pasar. Pendekatan harga pasar dapat menggunakan pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia atau dikenal dengan pendekatan nilai yang hilang, dan pendekatan biaya kesempatan (opportunity cost). Sedangkan pendekatan non-pasar dapat menggunakan metode nilai hedonis (hedonic price), metode biaya perjalanan (travel cost method), metode kesediaan membayar atau menerima (contingen valuation method), dan metode transfer benefit (benefit transfer) (Dhewanthi et al, 2007).

2.6.1 Pendekatan Produktivitas

Pendekatan produktivitas ini sebisa mungkin mengacu pada harga pasar sesungguhnya dalam pemberian harga barang sumberdaya alam dan lingkungan. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain (Dhewanti et al, 2007):

1. Perubahan produktivitas

Nilai total dari sumberdaya dapat diketahui dengan mengambil nilai pasar dari suatu sumberdaya alam, serta menilai perubahan dalam kualitas lingkungan sehingga mengubah produktivitas dan biaya produksi yang kemudian mengubah harga dan hasil yang dapat diamati dan diukur.

2. Biaya pengganti (Replacement cost)

Teknik tersebut mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai bahkan mendekati keadaan semula. Biaya yang dihitung untuk menggantikan sumberdaya dan lingkungan yang rusak atau menurun akibat aktivitas-aktivitas manusia.

3. Biaya pencegahan (Prevention cost )

Teknik ini digunakan apabila nilai jasa lingkungan tidak dapat diduga nilainya, oleh karenanya pendekatan ini baik pengeluaran aktual maupun potensi pengeluarannya dapat dipakai. Nilai lingkungan yang dihitung atas upaya-upaya yang disiapkan masyarakat dalam pencegahan kerusakan lingkungan,


(33)

18

seperti pembuatan terrassering untuk upaya pencegahan erosi di daerah dataran tinggi.

2.6.2 Pendekatan Modal Manusia

Pendekatan modal manusia dapat menggunakan harga pasar sesungguhnya atau dengan harga bayangan. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui beberapa teknik diantaranya (Dhewanthi et al, 2007):

1. Pendekatan pendapatan yang hilang

Pendekatan ini menghitung kerugian akibat pendapatan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan yang berdampak pada kesehatan manusia.

2. Biaya berobat

Pendekatan ini menghitung kerugian berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mengobati kesehatannya akibat penurunan kualitas lingkungan.

3. Biaya penanggulangan

Pendekatan ini dapat digunakan apabila perubahan kualitas lingkungan tidak dapat diduga nilainya namun dapat dipastikan bahwa tujuan penanggulangannya penting.

2.6.3 Analisis Willingness to Accept (WTA) Masyarakat

Metode contingent valuation method (CVM) ini mengestimasi nilai ekonomi untuk berbagai macam ekosistem dan jasa lingkungan yang tidak memiliki harga pasar, misal jasa keindahan. Penggunaan metode ini melalui pendekatan kesediaan untuk membayar atau menerima ganti rugi agar sumberdaya alam tersebut tersebut kembali ke kondisi semula. Metode ini merupakan teknik untuk menyatakan preferensi karena tergantung dari penilaiaan orang-orang yang diwawancara. Pendekatan tersebut juga menunjukkan rasa kepedulian mereka dalam menilai suatu barang dan jasa lingkungan (Dhewanti et al, 2007).

Nilai kesediaan untuk menerima (willingness to accept) merupakan nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas sumberdaya alam. WTA merupakan bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Melalui tahapan ini akan didapatkan nilai WTA sebagai ganti rugi atas pencemaran akibat dari aktivitas pabrik gula terhadap


(34)

19 masyarakat. Penilaian akan dilakukan melalui tahapan-tahapan tersebut sehingga didapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Asumsi-asumsi yang dibutuhkan dalam pengumpulan nilai willingness to accept (WTA) dari setiap responden sebagai berikut:

1. Responden adalah masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menerima dana kompensasi.

2. Nilai WTA yang diberikan merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden jika dana kompensasi yang diberikan benar-benar dilaksanakan. 3. Pabrik gula bersedia memberikan dana kompensasi atas penurunan kualitas

lingkungan.

4. Responden dipilih secara purposive dari populasi yang terkena dampak penurunan kualitas lingkungan dan merupakan perwakilan rumah tangga.

Besar kecilnya nilai willingness to accept (WTA) dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki lima tahapan (Garrod dan Willis, 1999) yaitu: (1) membangun pasar hipotetis; (2) mengukur besaran WTA; (3) mengestimasi rataan WTA; (4) menduga kurva penawaran; (5) agregasi data. Menurut Hanley dan Spash (1993) ada enam tahapan, yaitu adanya penambahan evaluasi pelaksanaan CVM sebagai tahapan terakhir.

2.7 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini terkait estimasi nilai kerugian dan willingness to accept (WTA) masyarakat akibat eksternalitas negatif pernah dilakukan sebelumnya. Salah satunya Purnama (2012) mengkaji tentang estimasi nilai kerugian dan WTA dengan judul “Estimasi Nilai Kerugian dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah dan Udara di Sekitar Kawasan Industri”. Tujuan penelitian tersebut selain mengidentifikasi kondisi responden sekitar, juga mengestimasi nilai kerugian masyarakat, mengestimasi nilai kompensasi yang bersedia diterima, dan mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kompensasi yang bersedia diterima. Dengan alat analisis deskriptif, metode valuasi ekonomi berupa biaya pengganti, biaya berobat, dan contingent valuation method (CVM) serta analisis berganda, hasil menunjukkan estimasi total rata-rata kerugian yang diterima masyarakat


(35)

20

Kelurahan Nanggewer sebesar Rp 154.708/bulan, nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden sebesar Rp 275.000/bulan, serta faktor-faktor yang memengaruhi WTA yaitu jumlah tanggungan dan ada atau tidaknya upaya mengatasi pencemaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Sianturi (2012) dengan judul “Eksternalitas Negatif dari Pencemaran Sungai Musi-Palembang terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri” juga menggunakan alat analisis berupa analisis deskriptif, CVM dan analisis regresi berganda. Hasil menunjukkan bahwa kuantitas air dan kualitas air di Sungai Musi kondisi buruk, besarnya nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden adalah Rp 210.333,33/bulan, dan faktor-faktor yang memengaruhi besarnya nilai WTA yaitu jarak tempat tinggal, biaya pengeluaran air bersih, biaya kesehatan, usia, pekerjaan, wiraswasta, tingkat pendidikan, dan pendapatan.

Lain halnya dengan Shaffitri (2011) mengkaji internalisasi biaya eksternal dengan judul penelitian “Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu” menggunakan metode biaya produksi, biaya pengganti, perubahan produktivitas, dan CVM berupa WTP. Kesimpulan yang diperoleh bahwa biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal diestimasi sebesar Rp 17.204.708/bulan, setelah internalisasi menjadi Rp 17.333.345/bulan, nilai manfaat ekonomi total dari internalisasi sebesar Rp 720.815.722/tahun, nilai ekonomi total dari internalisasi sebesar Rp 888.814.772/tahun, dan estimasi rataan WTP sebesar Rp 250.000/tahun.

Ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan dalam menggunakan konsep analisis berupa CVM untuk mengukur kesediaan menerima dana kompensasi maupun kesediaan membayar namun terdapat juga beberapa perbedaan antara lain perbedaan dari segi lokasi, tujuan, dan jenis kegiatan. Jenis kegiatan yang dikaji dalam penelitian ini adalah aktivitas pabrik gula yang beroperasi kembali sejak tahun 2008 sampai sekarang. Lokasi penelitian berada di Desa Cepiring, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal dimana tempat berdirinya pabrik tersebut sehingga masyarakat di desa tersebut merasakan eksternalitas negatif.


(36)

21

III KERANGKA PEMIKIRAN

Adanya kegiatan industri selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif. Pabrik gula di Desa Cepiring selain memberikan dampak positif berupa peningkatan penerimaan daerah dan negara, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan infrastruktur, eksternalitas negatif banyak dikeluhkan oleh masyarakat Desa Cepiring khususnya masyarakat RW 04. Perubahan kualitas lingkungan sangat dirasakan oleh mereka baik berupa pencemaran udara, air, dan kebisingan.

Keluhan masyarakat Desa Cepiring pada kasus pencemaran air dirasakan oleh dua pihak yaitu masyarakat rumah tangga dan petani. Kondisi tersebut menyebabkan pihak masyarakat rumah tangga harus mencari sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti air dirigen dan air perusahaan daerah air minum (PDAM). Digantinya sumber air bersih dari air tanah ke sumber air bersih lainnya menyebabkan adanya tambahan biaya yang dikeluarkan. Apabila air tanah tersebut tidak tercemar, tentu masyarakat rumah tangga yang memanfaatkan air tanah dapat mendapatkan air bersih tanpa harus ada biaya yang dikeluarkan. Pencemaran air juga berakibat pada gagalnya panen di sektor pertanian komoditi padi. Akibat gagalnya panen tersebut, produksi padi mengalami penurunan, sehingga penerimaan petani ikut mengalami penurunan. Menurunnya kualitas kesuburan tanah yang disebabkan pencemaran air memaksa petani mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan perlakuan berupa pemberian pupuk agar tanah kembali subur.

Pencemaran air juga berimbas pada kesehatan masyarakat yang memanfaatkan air tanah tercemar berupa gatal-gatal kulit. Sama halnya dengan pencemaran air, masyarakat Desa Cepiring juga merasakan perubahan kualitas udara yang menimbulkan kerugian ekonomi. Pencemaran udara lebih berdampak pada kesehatan berupa terganggunya pernafasan, batuk-batuk, dan iritasi mata.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi responden sebenarnya setelah terjadi pencemaran di sekitar tempat tinggal mereka akibat aktivitas pabrik. Serangkaian penelitian untuk mengkaji persepsi masyarakat atas kualitas udara, air tanah, dampak pencemaran, estimasi biaya eksternal, estimasi nilai


(37)

22

WTA dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi nilai WTA. Analisis mengenai eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Estimasi total biaya eksternal dihitung berdasarkan metode valuasi ekonomi melalui pendekatan biaya produktivitas, biaya pengganti, dan biaya berobat. Analisis kesediaan menerima nilai kompensasi (WTA) menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi nilai WTA akan dianalisis dengan analisis regresi linear berganda.

Gambar 1 merupakan alur kerangka pemikiran yang akan menerangkan apa saja yang menjadi ruang lingkup pada penelitian ini. Awalnya pemukimanlah yang mendekat ke pabrik, namun eksternalitas negatif tidak begitu dirasakan karena pengelolaan dirasa cukup baik. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2008 pabrik kembali beroperasi namun justru pada tahun tersebut hingga sekarang masyarakat mengeluhkan adanya pencemaran-pencemaran yang sangat dirasakan terkait aktivitas pabrik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi terkait kebijakan apa yang seharusnya diterapkan dalam masalah perbaikan kualitas sumberdaya alam khususnya sumberdaya air tanah maupun kualitas udara serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam penetapan keputusan penyelesaian eksternalitas negatif dengan kompensasi. Berikut alur penelitian lebih jelas disajikan dalam bentuk diagram alur kerangka berpikir yang dapat dilihat pada Gambar 1.


(38)

23

Keterangan :

= Aliran

= Batasan Penelitian

Gambar 1 Diagram alur kerangka berpikir

Perubahan produktivitas

dan biaya perbaikan Penurunan produksi padi dan

perbaikan kualitas lahan

Identifikasi eksternalitas negatif Mengestimasi kerugian yang ditanggung masyarakat rumah tangga Menghitung besarnya nilai kompensasi Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh Eksternalitas positif Rekomendasi Kebijakan Kompensasi Pabrik gula Eksternalitas negatif Pencemaran air Pencemaran

udara Kebisingan

Kondisi masyarakat rumah tangga akibat pencemaran -Peningkatan penerimaan

negara dan daerah -Penyerapan tenaga kerja -Peningkatan infrastruktur Analisis deskriptif Biaya pengganti dan biaya berobat

Estimasi nilai WTA responden dengan

metode CVM

Analisis model regresi berganda


(39)

24

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2013. Lokasi Penelitian dilakukan di Desa Cepiring, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Cepiring merupakan salah satu pemukiman yang berada di kawasan pabrik gula.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan berupa peraturan atau perundang-undangan mengenai limbah, kondisi umum pabrik, pengelolaan limbah pabrik gula, uji laboratorium inlet dan outlet pabrik gula, dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kendal, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kendal dan media yang mencakup penelitian ini.

Sedangkan data primer yang diambil adalah peninjauan langsung di lapangan dan respon warga Cepiring melalui kuesioner dan wawancara, data tersebut meliputi kondisi responden, pandangan responden terkait keberadaan industri gula di Cepiring, penilaian pengelolaan limbah, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk memperoleh air bersih, besarnya produktivitas pertanian yang hilang, besarnya biaya untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian, serta mengestimasi kesediaan masyarakat untuk menerima dana kompensasi dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Teknik penentuan responden dalam penelitian ini dengan menggunakan metode pengambilan sampel disengaja dengan kriteria responden yang merasakan dampak (purposive sampling). Purposive sampling digunakan dalam memilih


(40)

25 responden key person dan perwakilan dari rumah tangga baik pihak suami atau istri. Jumlah responden sebanyak 70 kepala keluarga (KK) yang bermukim di sekitar kawasan pabrik gula.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data

Data yang didapatkan dalam penelitan ini dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Aspek kualitatif yang diteliti adalah kondisi responden terkait dampak limbah yang dirasakan dan penilaiaan pengelolaan limbah, sedangkan aspek kuantitatif yang diteliti meliputi estimasi biaya eskternal akibat pencemaran air dan udara yang dirasakan masyarakat dan besarnya nilai WTA masyarakat terhadap pencemaran yang dirasakan mereka. Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan matriks metode analisis data.

Tabel 4 Matriks metode analisis data

No Tujuan penelitian Jenis data Alat analisis Sumber data 1 Mengidentifikasi

eksternalias negatif yang dirasakan responden sekitar kawasan pabrik gula di Desa Cepiring

Data primer dan

sekunder

Analisis Deskriptif Pabrik gula Cepiring dan masyarakat responden

2 Mengestimasi biaya eksternal yang ditanggung responden akibat adanya pabrik gula di Desa Cepiring

Data primer dan

sekunder

Metode cost of illness, replacement cost , dan change of productivity Kuesioner wawancara dengan masyarakat yang terpilih menjadi responden 3 Menghitung besarnya

nilai kompensasi yang bersedia diterima responden akibat eksternalitas negatif dari pabrik gula

Data primer Metode CVM Kuesioner

wawancara dengan masyarakat yang terpilih menjadi responden

4 Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya kesediaan masyarakat responden dalam menerima kompensasi

Data Primer Analisis regresi berganda dengan

software statistik

Kuesioner

wawancara dengan masyarakat yang terpilih menjadi responden


(41)

26

4.4.1 Identifikasi Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Pabrik Gula

Analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan responden dengan menggunakan analisis deskiptif kualitatif. Menurut Nazir (1999) metode penelitian deskriptif sebagai suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dan apa saja perubahan yang dirasakan responden atas aktivitas pabrik gula. Analisis ini meliputi ada tidaknya gangguan akibat aktivitas pabrik, penilaian responden terhadap kualitas lingkungan, dampak yang dirasakan, serta penilaian pengelolaan limbah yang dilakukan oleh pabrik gula.

4.4.2 Estimasi Biaya Eksternal

Estimasi biaya eksternal yang diperhitungkan dalam penelitian ini akibat pencemaran yang ditimbulkan aktivitas pabrik gula di Desa Cepiring. Biaya eksternal diestimasi dengan menggunakan metode cost of illness, replacement cost, dan change of productivity. Metode cost of illness yaitu mengestimasi biaya eskternal atau kerugian ekonomi dengan menggunakan biaya kesehatan yang dikeluarkan akibat penurunan tingkat kesehatan (sakit) yang pernah dialami. Pada metode ini informasi yang diperlukan meliputi: (1) jenis penyakit yang diderita akibat pencemaran udara dan air sumur; (2) tingkat mengalami penyakit, seberapa sering responden mengalami penyakit tersebut; (3) besar biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita; (4) tempat pergi berobat, apakah ke rumah sakit atau Puskesmas.

Metode replacement cost berdasarkan pada kasus penggunaan sumber daya antara lain akibat tercemarnya air sumur masyarakat dan kasus pengembalian kesuburan tanah pertanian akibat tercemarnya tanah. Informasi yang diperlukan pada kasus tercemarnya air sumur antara lain: (1) sumber air pengganti, yaitu darimana sumber air pengganti yang digunakan responden untuk memenuhi keperluan rumah tangga seperti MCK (mandi, cuci, kakus) dan kebutuhan konsumsi atau minum; (2) Jumlah kebutuhan air pengganti; (3) besar biaya yang


(42)

27 dikeluarkan responden untuk membeli sumber daya air pengganti. Pendekatan rumus yang digunakan yaitu:

Total biaya pengganti = C x n……..…...………. (1) Dimana:

C = biaya pengganti air bersih yang digunakan (Rp/KK)/biaya berobat yang digunakan (Rp/KK)

n = total responden yang terkena dampak (orang)

Total biaya berobat = C x n………...(2) Dimana:

C = biaya berobat yang digunakan (Rp/KK) n = total responden yang terkena dampak (orang)

Kerugian masyarakat rumah tangga diestimasi dengan menjumlahkan rataan dari kerugian akibat biaya pengganti air bersih dan kerugian akibat biaya berobat, berikut rumus yang digunakan:

Total rataan kerugian per KK ∑

∑ ….…….(3)

Dimana:

n = jumlah responen yang terkena dampak

Informasi yang diperlukan pada kasus tercemarnya tanah pertanian antara lain: (1) perlakuan-perlakuan apa yang telah dilakukan untuk mengembalikan kesuburan tanah; (2) jumlah perlakuan yang dipakai untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah; (3) besarnya biaya yang dikeluarkan petani untuk mengembalikan kesuburan tanah. Pendekatan rumus yang digunakan yaitu:

Biaya perbaikan kualitas lahan = L x Pf x Qf ………..(4)

Dimana:

L = luas lahan yang terkena dampak (ha) Pf = harga pupuk (Rp)

Qf = kuantitas pupuk yang dipakai (kg)

Metode perhitungan biaya eksternal berupa kerugian petani karena penurunan produktivitas pertanian dalam kasus ini yang terkena dampak adalah


(43)

28

komoditi padi. Metode change in productivity approach digunakan untuk mengestimasi eksternalitas tersebut. Rumus yang digunakan yaitu:

ΔI = I1– I2 ……….(5)

Dimana:

ΔI = selisih penerimaan sebelum dan sesudah pencemaran (Rp) I1 = penerimaan sebelum pencemaran (Rp)

I2 = penerimaan sesudah pencemaran (Rp)

4.4.3 Analisis Nilai WTA Masyarakat Terhadap Pencemaran Akibat Aktivitas Pabrik Gula

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai WTA responden dan faktor-faktor yang memengaruhi nilai tersebut, nilai tersebut diestimasi dengan menggunakan pendekatan contingent valuation method. Berikut tahapan-tahapan CVM :

1. Membangun pasar hipotetik

Pasar hipotetik dibentuk berdasarkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan akibat aktivitas pabrik gula di Cepiring. Penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran air tanah, udara, kebisingan dan pencemaran lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk mengukur berapa besar kerugian yang dirasakan masyarakat dengan mengetahui kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi. Pabrik memahami dampak yang ditimbulkan, oleh karena itu perlu adanya dana kompensasi yang harus dikeluarkan oleh pabrik. Kompensasi dirasa perlu karena masyarakat sekitar kawasan pabrik mempunyai hak untuk dapat memanfaatkan air tanah (sumur) mereka kembali tanpa tercemar dan hak untuk dapat membiayai pengobatan yang pernah dirasakan akibat pencemaran baik cair maupun udara. Pemberian dana kompensasi ini sebagai pertanggungjawaban atas penurunan kualiatas lingkungan di Desa Cepiring. Pasar hipotetik dibuat dalam skenario sebagai berikut:

Pabrik gula telah memiliki pengelolaan limbah cair dengan berjalannya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), limbah gas, maupun limbah padat, namun melihat kondisi yang ada, masih adanya limbah yang memberikan dampak ke masyarakat sekitar. Kondisi tersebut membuat pihak pabrik akan memberlakukan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di sekitar


(44)

29 kawasan pabrik yang terkena eksternalitas negatif. Besarnya dana kompensasi ditanyakan langsung kepada masyarakat Cepiring, berapa nilai yang bersedia mereka terima atas penurunan kualitas lingkungan akibat dampak aktivitas pabrik gula. Besar dana kompensasi yaitu berkisar antara Rp 10.0000 – Rp 1.200.000/KK/bulan. Harga Rp 10.000 diperoleh dari harga biaya berobat puskesmas Cepiring, sedangkan harga Rp 1.200.000 diperoleh dari harga pemasangan instalasi PDAM Kabupaten Kendal.

Melalui skenario di atas, maka responden akan mengetahui gambaran terkait kondisi hipotetik adanya rencana upaya dari pihak pemerintah dan pencemar untuk mengatasi pencemaran yang terjadi.

2. Memperoleh penawaran besaran WTA

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini untuk memperoleh penawaran adalah bidding game. Metode ini diterapkan dengan melakukan penawaran, diawali pada penawaran maksimal yaitu sebesar Rp. 1.200.000 hingga angka minimum yang mau diterima oleh responden

3. Menghitung dugaan nilai tengah (EWTA)

Nilai Tengah WTA (EWTA) dapat diduga dengan mencari nilai rata-rata dari keseluruhan nilai WTA dibagi jumlah responden. Perhitungan dari dugaan EWTA responden diperoleh dengan rumus:

∑ ……….………(6)

Dimana:

EWTA = dugaan nilai rataan WTA (Rp) Wi = batas bawah WTA pada kelas-i

Pfi = frekuensi relatif kelas ke-i

n = jumlah responden

i = sampel (1,2,3,….., n) 4. Menduga kurva penawaran WTA

Menduga kurva penawaran adalah proses menentukan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTA. Pendugaan kurva penawaran dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut:


(45)

30 Dimana:

mid MWTA = Nilai WTA responden PNDK = tingkat pendidikan (tahun) JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif)

KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif)

PCMA = dummy kerugian pencemaran air tanah (rugi=1; tidak rugi=0) UPY = dummy variabel belum adanya upaya mengatasi pencemaran

(tidak ada=1, ada=0)

ɛ = galat

5. Menjumlahkan data

Menjumlahkan data merupakan proses nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTA. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

……….(8)

Dimana:

TWTA = Total WTA

WTAi = WTA individu ke-i

ni = jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA

i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi 6. Evaluasi pelaksanaan CVM

Evaluasi Pelaksanaan CVM memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan melihat tingkat keandalan (realibility) fungsi WTA dengan melihat nilai R-squares (R2) dari model OLS (Ordinary Least Square) WTA. Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993) batas minimum nilai R2 yang realibel adalah 15 persen.

4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi WTA masyarakat Desa Cepiring. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linear berganda fungsi persamaan sebagai berikut :


(46)

31 mid WTAi = β0 + β1 PNDK +β2 JTT + β3 KU + β4 KBS + PCMA β5 + β6 UPY + ɛ

………..(9) Dimana:

mid WTAi = nilai WTA responden

β0 = konstanta

β1…..β6 = koefisien regresi

PNDK = tingkat pendidikan (tahun) JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif)

KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif)

PCMA = dummy kerugian pencemaran air tanah (rugi=1; tidak rugi=0) UPY = dummy kerugian ada atau tidaknya upaya mengatasi pencemaran

(tidak ada=1, ada=0)

i = responden ke-i

ɛ = galat

Variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel tingkat pendidikan, merasakan kerugian akibat pencemaran air, dan belum adanya upaya mengatasi pencemaran. Tingginya tingkat pendidikan seseorang juga berbanding lurus dengan nilai kompensasi yang diinginkan responden. Hal tersebut karena responden yang berpendidikan tinggi menyadari seberapa besar kerugian yang ditanggung. Variabel ada atau tidaknya kerugian yang dirasakan responden, ketika responden merasa dirugikan (bernilai 1) atau telah ada biaya yang dikeluarkan untuk melakukan upaya mengurangi pencemaran maka nilai WTA yang diinginkan diduga akan semakin besar. Variabel dummy belum adanya upaya mengatasi pencemaran diduga berbanding lurus, karena masyarakat yang belum melakukan upaya memiliki keinginan untuk melakukan upaya mengatasi pencemaran sehingga nilai WTA yang diinginkan semakin besar.

Variabel yang diduga berbanding terbalik atau berpengaruh negatif dengan nilai WTA adalah jarak tempat tinggal dan variabel-variabel lingkungan (kualitas udara dan kualitas kebisingan). Jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat tinggal responden dengan lokasi pabrik, semakin banyak juga dampak yang dirasakan sehingga nilai WTA akan semakin tinggi dibandingkan dengan tempat tinggal yang lokasinya jauh. Kualitas lingkungan diduga berpengaruh negatif karena semakin baik kualitas lingkungan tersebut maka nilai kompensasi yang dinginkan semakin kecil.


(47)

32

V GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Umum Desa Cepiring

Kondisi umum Desa Cepiring yang dijelaskan dalam penelitian ini meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi yang dibahas meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, serta sarana dan prasarana pendidikan maupun kesehatan.

5.1.1 Kondisi Fisik Daerah

Desa Cepiring secara administratif merupakan salah satu desa dalam wilayah Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Jarak dari Ibukota Cepiring ke pusat Kota Kabupaten Kendal sekitar 7 km dan ke pusat Kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang sekitar 37 km . Desa Cepiring merupakan pusat Kecamatan Cepiring yang terdiri dari empat rukun warga (RW) dan 38 rukun tetangga (RT) dengan luas wilayah sebesar 205 ha, dimana luas pemukiman 76 ha, luas persawahan 63 ha, sisanya lain-lain. Adapun batas-batas wilayah Desa Cepiring sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Damarsari dan Desa Karangayu b. Sebelah Selatan : Desa Botomulyo

c. Sebelah Timur : Sungai Bodri

d. Sebelah Barat : Desa Karangayu dan Desa Karangsuno

Desa Cepiring memiliki topografi dengan ketinggan tanah sekitar 200 m di atas permukaan laut (mdpl) sehingga termasuk dataran rendah. Rata-rata curah hujan di wilayah Cepiring tahun 2011 sekitar 216 mm dengan rata-rata hari hujan adalah 11 hari. Dari aspek aksesibilitas dan mobilitas, Desa Cepiring terletak di satu akses jalan utama yaitu Jalan Raya Cepiring, memiliki fisik jalan beraspal dengan kondisi yang cukup baik.

5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Cepiring

Berdasarkan data BPS (2011) jumlah penduduk Desa Cepiring tergolong paling padat dibandingkan desa lainnya dalam satu kecamatan. Hal itu karena Desa Cepiring merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Cepiring dengan letak strategis yang dilalui oleh Jalan Raya Pantai Utara. Jumlah penduduk yang


(48)

33 tercatat sebesar 2.891 rumah tangga dengan jumlah penduduk total sebesar 8.647 yang terdiri atas 4.310 laki-laki dan 4.337 perempuan. Kepadatan rumah tangga rata-rata sebesar 3 orang per rumah tangga. Banyaknya penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2011

No Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0 – 9 tahun 693 699 1.392

2 10 -19 tahun 761 756 1.517

3 20 - 29 tahun 800 726 1.526

4 30 - 39 tahun 662 639 1.301

5 40 - 49 tahun 617 653 1.270

6 50 - 59 tahun 497 508 1.005

7 60 - 69 tahun 170 196 366

8 70 tahun ke atas 110 160 270

Jumlah 4.310 4.337 8.647

Sumber: Kecamatan Cepiring dalam angka (2011)

Tabel 5 menunjukkan bahwa Jumlah penduduk Desa Cepiring didominasi oleh penduduk dengan usia 20-29 tahun sebesar 17,65 persen dari keseluruhan jumlah penduduk, dimana usia tersebut tergolong usia produktif. Apabila dihitung berdasarkan golongan usia produktif, penduduk Desa Cepiring sebagian besar tergolong usia produktif, yaitu sebesar 59,00 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Penduduk yang berada pada usia produktif relatif masih memiliki kekuatan fisik yang cukup menunjang dalam melaksanakan usaha, begitu juga dengan kekuatan pikiran yang relatif terbuka dan cukup dewasa untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari.

Pendidikan di Desa Cepiring tergolong baik, hal ini dapat dilihat mayoritas penduduknya memiliki tingkat pendidikan tamatan perguruan tinggi jika dilihat dari segi lamanya tahun sekolah formal, terdiri dari laki-laki sebanyak 726 orang dan perempuan sebanyak 668 orang. Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:


(1)

73

Uji-t

Hipotesis

H0 : β = 0 (X tidak berpengaruh nyata terhadap Y) H1 : β ≠ 0 (X berpengaruh nyata terhadap Y)

-Nilai-p (0.060) < α=10% artinya tolak Ho, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat

pendidikan (PNDK) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 10 % -Nilai-p (0.022) < α=5 % artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak tempat tinggal (JTT) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 5 %

-Nilai-p (0.088) < α=10% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas

suara bising (KBS) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 10 %

-Nilai-p (0.000) < α=1% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya

kerugian pencemaran air tanah (PCMA) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 1 %

-Nilai-p (0.003) < α=5% artinya tolak Ho, sehingga dapat disimpulkan bahwa belum adanya upaya mengatasi pencemaran (UPY) berpengaruh nyata terhadap besar WTA pada taraf nyata 5 %

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 553503.497 578193.583 .957 .346

PNDK 27683.729 14183.461 .265 1.952 .060*** .778 1.286 JTT 900.168 372.725 .581 2.415 .022** .247 4.041 KU -127194.730 114346.151 -.253 -1.112 .275 .278 3.603 KBS -209989.328 119142.836 -.276 -1.763 .088*** .585 1.708 PCMA 576060.270 143040.888 .651 4.027 .000* .548 1.825 UPY 407686.584 124851.050 .450 3.265 .003* .756 1.323 a. Dependent Variable:


(2)

74

Lampiran 4. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 38

Normal Parametersa Mean .0000000 Std. Deviation 2.77737228E5 Most Extreme Differences Absolute .133

Positive .133

Negative -.067

Kolmogorov-Smirnov Z .820

Asymp. Sig. (2-tailed) .512

a. Test distribution is Normal.

Uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis: H0 : data residual berdistribusi normal H1 : data residual tidak berdistribusi normal

Asymp. Sig (2-tailed) sebesar (0.512) > taraf nyata 0.05 , artinya data residual menyebar normal pada taraf nyata 5 %


(3)

75 Lampiran 5. Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan grafik scatterplot (Y=SRESID dan X=ZPRED) terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan tidak adanya pelanggaran heteroskedastisitas pada model regresi


(4)

76

Lampiran 6. Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson 1 .746a .556 .470 3.03427E5 1.854 a. Predictors: (Constant), UPY, KU, PNDK, KBS, PCMA, JTT

b. Dependent Variable: WTA

Deteksi autokorelasi yang digunakan berdasarkan pustaka Firdaus (2004) yang menyatakan bahwa nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan 2,46. Karena nilai DW sebesar 1,854 diantara nilai 1,55 dan 2,46, maka dapat disimpulkan tidak adanya pelanggaran autokorelasi.

Lampiran 7. Uji Multikolinieritas

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1(Constant) 553503.497 578193.583 .957 .346

PNDK 27683.729 14183.461 .265 1.952 .060*** .778 1.286 JTT 900.168 372.725 .581 2.415 .022** .247 4.041 KU -127194.730 114346.151 -.253 -1.112 .275 .278 3.603 KBS -209989.328 119142.836 -.276 -1.763 .088*** .585 1.708 PCMA 576060.270 143040.888 .651 4.027 .000* .548 1.825 UPY 407686.584 124851.050 .450 3.265 .003** .756 1.323 a. Dependent Variable:

WTA

Hasil perhitungan tolerance menunjukkan tidak ada variabel X (independen) yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10, artinya tidak ada korelasi antar peubah yang melebihi 95 %. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan tidak ada satu pun variabel X yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Maka dapat disimpulkan model regresi tidak terjadi masalah multikolinearitas.


(5)

77 Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Pabrik Saluran air warga


(6)

78

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 21 Januari 1991. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara pasangan Drs. Bambang Iriyanto dan Nina Nur Kania Susilawati, SH. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 3 Cepiring, lulus pada tahun 2003. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kendal, lulus pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kendal dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Tercatat penulis pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Kabinet Sinergi tahun 2011, anggota Himpunan Profesi (HIMPRO) Resource and Environmental Economics Student Association

(RESSA) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan tahun 2010 sampai sekarang, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) International Association of students in Agricultural and related Sciences (IAAS) tahun 2009-sekarang dan tercatat pernah menjadi Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Forum Komunikasi Bahurekso Kendal pada tahun 2011-2013. Selain itu penulis tercatat pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Ekonomi Umum pada tahun 2011 dan aktif di berbagai kepanitiaan kegiatan mahasiswa dan peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu penulis.


Dokumen yang terkait

PERANCANGAN COMPANY PROFILE DAN MEDIA PROMOSI PARIWISATA PABRIK GULA CEPIRING KABUPATEN KENDAL

3 59 338

SEJARAH PERKEMBANGAN PABRIK GULA CEPIRING DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KENDAL TAHUN 1975 1997

8 137 96

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Pay Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah Studi Kasus di Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara

1 10 12

Estimasi Nilai Kerugian dan Willingness to Accept Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah dan Udara di Sekitar Kawasan Industri: Kasus Industri Kabel di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor

2 7 191

Analisis Faktor-Faktor Produksi Gula di Pabrik Gula Industri Gula Nusantara, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah

7 49 100

. Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Dan Willingness To Accept Masyarakat Akibat Pencemaran Limbah Cair Sarung Tenun, Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang

0 2 100

Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan

0 8 111

Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah di Sekitar Kawasan Industri (Studi Kasus Industri Keramik di Kelurahan Nanggewer, Kabupaten Bogor)

5 36 94

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran Di Sekitar Kawasan Industri Baja (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon).

0 6 101

(ABSTRAK) SEJARAH PERKEMBANGAN PABRIK GULA CEPIRING DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KENDAL TAHUN 1975-1997.

0 0 1