Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan

(1)

CHADEFI NOVITA SARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

BIAYA EKSTERNAL DAN

WILLINGNESS TO ACCEPT

MASYARAKAT

AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF PABRIK GULA RAFINASI

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014 Chadefi Novita Sari NIM H44100040


(4)

ABSTRAK

CHADEFI NOVITA SARI. Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Meningkatnya jumlah penduduk berpengaruh terhadap permintaan gula. Hal ini menimbulkan eksternalitas positif dan negatif. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, loss of earnings, Contingent Valuation Method (CVM), dan regresi linear berganda. Metode pengambilan contoh dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan eksternalitas negatif yang paling dirasakan adalah penurunan kuantitas dan kualitas air tanah serta tercemarnya sungai. Adanya eksternalitas negatif ini menyebabkan masyarakat harus mengeluarkan biaya eksternal sebesar Rp9.176.115.390 per bulan. Rata-rata WTA responden yang mengalami sumur kering dan tercemar adalah Rp256.757 per bulan per kepala keluarga dan untuk responden yang memiliki sawah dekat sungai serta ternak yang mengonsumsi air sungai adalah Rp341.538 per bulan per kepala keluarga. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya WTA responden untuk sumur kering dan tercemar yaitu pekerjaan petani, peternak, pekerjaan lainnya, kerugian, usia, pendapatan, dan rasa air, sedangkan untuk responden yang memiliki sawah di dekat sungai dan ternak yang mengonsumsi air sungai adalah jumlah tanggungan, lama tinggal, pekerjaan petani, peternak, kerugian, usia, pendapatan, dan bau air.

Kata kunci: biaya eksternal, eksternalitas negatif, estimasi, pabrik gula rafinasi, willingness to accept


(5)

ABSTRACT

CHADEFI NOVITA SARI. External Costs and Society’s Willingness to Accept Caused by Negative Externalities of Refined Sugar Factory at South Lampung Regency. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.

The increase in population effects the demand of sugar. This has led to positive and negative externalities. This research uses qualitative descriptive analysi, loss of earnings method, Contingent Valuation Method (CVM), and multiple linear regression. The example research is purposive sampling. The result shows that the negative externatilies that most imposed on society is

degradation of groundwater’s quantity and quality along with degradation of river water quality. This negative externalities caused the society to spend IDR9,176,115,390 of external costs every month. Average WTA value on respondent that owned dried and contaminated well is IDR256,757 per month per patriarch and IDR341,538 per month per patriarch for respondent that owned rice field near the river and cattle which consumed the river water. Several factors that influence respondent’s WTA value for dried and contaminated well: job as farmer, job as breeder, other job, amount of loss, age, income, and water taste, whereas for respondent that owned rice field near the river and cattle: dependent amount, long in stay, job as farmer, job as breeder, amount of loss, age, income, dan water smell.

Keyword: estimation, external cost, negative externalities, refined sugar factory, willingness to accept


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

CHADEFI NOVITA SARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

BIAYA EKSTERNAL DAN

WILLINGNESS TO ACCEPT

MASYARAKAT

AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF

PABRIK GULA RAFINASI


(8)

(9)

Judul Skripsi : Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan

Nama : Chadefi Novita Sari

NRP : H44100040

Disetujui oleh

Dr Ir Eka Intan Kumala Putri, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(10)

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1.Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Hendra Imron dan Ibu Rita Suryani, nenek tersayang Roaini, beserta kedua adik penulis Irfan Pratama Putra dan M. Arief Fadhila yang selalu memberikan doa dan dukungannya.

2.Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberi saran serta arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3.Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya dalam skripsi ini.

4.Kantor BPLHD Lampung Selatan, Kepala Desa Kertosari, dan Kepala Desa Mulyosari yang telah membantu selama pengumpulan data.

5.Teman-teman sebimbingan (Amalia, Sheanie, Frisca, Nadya, Andreas, Dhana, Rahayu, dan Desy), sahabat terdekat penulis (Ayu, Rita, dan Laras), teman-teman ESL 47, Keluarga Mahasiswa Lampung, Kost Putri Chika, BEM FEM Kabinet Progresif atas segala doa, dukungan, dan bantuannya.

Harapannya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi pemerintah setempat untuk mengambil kebijakan dalam perbaikan kualitas lingkungan akibat eksternalitas negatif dari aktivitas pabrik gula rafinasi.

Bogor, Mei 2014


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I PENDAHULUAN... ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA... ... 6

2.1 Limbah Pabrik Gula Rafinasi ... 6

2.2 Baku Mutu Air Limbah Pabrik Gula Rafinasi ... 7

2.3 Pencemaran Air ... 8

2.4 Eksternalitas ... 9

2.5 Biaya Eksternal ... 10

2.6 Penelitian Terdahulu ... 11

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

3.1 Kerangka Teoritis ... 13

3.1.1 Loss of Earnings ... 13

3.1.2 Analisis Willingness to Accept ... 13

3.1.2.1 Asumsi dalam Pendekatan WTA ... 14

3.1.2.2 Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai WTA ... 14

3.1.2.3 Kelemahan dan Kelebihan dalam Menentukan WTA dengan Metode CVM ... 16

3.1.3 Model Regresi Linear Berganda... 17

3.2 Kerangka Operasional ... 18

IV METODE PENELITIAN. ... 20

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 21

4.3 Metode Pengambilan Contoh... 21

4.4 Metode Analisis Data ... 21

4.4.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat ... 22

4.4.2 Estimasi Biaya Eksternal yang Harus Ditanggung Masyarakat ... 22

4.4.3 Estimasi Nilai WTA ... 23

4.4.4 Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya WTA ... 25

4.4.5 Pengujian Parameter Regresi ... 29

V GAMBARAN UMUM... ... 32

5.1 Kondisi Umum Pabrik Gula Rafinasi ... 32

5.1.1 Sejarah Berdirinya Pabrik ... 32

5.1.2 Potensi dan Jenis Limbah Pabrik... 32

5.1.3 Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Pabrik...34

5.1.4 Hasil Produksi dan Pemasarannya... 36


(14)

Halaman

5.2 Kondisi Umum Desa Kertosari dan Mulyosari ... 37

5.2.1 Kondisi Fisik Daerah Kertosari dan Mulyosari... 37

5.2.2 Kondisi Sosial Ekonomi ... 38

5.3 Karakteristik Responden... 39

5.3.1 Jenis Kelamin ... 40

5.3.2 Usia... ... 40

5.3.3 Pendidikan ... 41

5.3.4 Jenis Pekerjaan ... 41

5.3.5 Tingkat Pendapatan ... 42

5.3.6 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 42

5.3.7 Jarak Tempat Tinggal ... 43

5.3.8 Lama Tinggal ... 44

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

6.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Aktivitas Pabrik Gula Rafinasi ... 45

6.2 Estimasi Biaya Eksternal Akibat Aktivitas Pabrik... 48

6.2.1 Biaya Eksternal yang Ditanggung oleh Rumahtangga untuk Sumur Kering dan Sumur Tercemar ... 48

6.2.2 Biaya Eksternal yang Ditanggung oleh Rumahtangga yang Memiliki Sawah di Dekat Sungai dan Ternak yang Mengonsumsi Air Sungai. ... 50

6.2.3 Total Biaya Eksternal Akibat Aktivitas Pabrik Gula Rafinasi ... 51

6.3 Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Akibat Eksternalitas Negatif...52

6.4 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya WTA Responden...56

6.5 Implikasi dan Rekomendasi...66

VII SIMPULAN DAN SARAN... 68

7.1 Simpulan... 68

7.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA... ... 70

RIWAYAT HIDUP... ... 95 i


(15)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Kapasitas produksi gula di Indonesia tahun 2011 ... 1

2 PDRB Kabupaten Lampung Selatan atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2009 sampai 2012 ... 2

3 Kandungan limbah cair pabrik gula rafinasi di Lampung Selatan tahun 2013 ... 3

4 Baku mutu air limbah pabrik gula rafinasi ... 7

5 Penelitian terdahulu ... 12

6 Matriks metode analisis data ... 22

7 Indikator pengukuran nilai WTA ... 28

8 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya ... 31

9 Jumlah penduduk Desa Kertosari dan Mulyosari menurut kelompok umur tahun 2013 ... 38

10 Persentase responden terhadap kualitas air sungai... 47

11 Distribusi responden menurut biaya eksternal ... 49

12 Total biaya eksternal ... 49

13 Perubahan pendapatan sebelum dan sesudah adanya eksternalitas ... 50

14 Perubahan pendapatan karena penurunan produktivitas dan gangguan pada ternak ... 51

15 Total biaya eksternal akibat aktivitas pabrik. ... 51

16 Mean WTA responden untuk sumur kering dan tercemar ... 53

17 Mean WTA responden untuk sektor pertanian di dekat sungai... 53

18 Total WTA rumahtangga untuk sumur kering dan tercemar ... 55

19 Total WTA rumahtangga untuk sektor pertanian di dekat sungai ... 56

20 Faktor yang mempengaruhi WTA rumahtangga untuk sumur kering dan tercemar ... 57

21 Faktor yang mempengaruhi WTA rumahtangga untuk sektor pertanian di dekat sungai ... 58

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1 Hubungan antara tingkat produksi dengan biaya eksternal ... 11

2 Diagram alur kerangka operasional penelitian...19

3 Lokasi penelitian di sekitar Pabrik Gula Rafinasi Lampung Selatan ... 20

4 Potensi limbah yang muncul dari proses pembuatan gula rafinasi...33

5 Contoh IPAL Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan...36

6 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin (2014)... 40

7 Karakteristik responden berdasarkan distribusi usia (2014) ... 40

8 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan (2014) ... 41

9 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan (2014) ... 42

10 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan (2014) ... 42

11 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan (2014)... 43 i


(16)

No Halaman

12 Karakteristik responden berdasarkan jarak tinggal (2014) ... 43

13Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal (2014) ...44

14 Persentase responden terhadap eksternalitas negatif yang paling dirasakan ... 46

15 Persentase responden terhadap perubahan kuantitas dan kualitas air tanah yang dirasakan ... 46

16 Persentase responden terhadap kerugian yang paling dirasakan ... 47

17 Kurva pendugaan penawaran WTA rumahtangga untuk sumur kering dan tercemar ... 54

18 Kurva pendugaan penawaran WTA rumahtangga untuk sektor pertanian di dekat sungai... 55

19 Scatterplot pada WTA rumahtangga untuk sumur kering dan tercemar. ... 59

20 Scatterplot pada WTA rumahtangga untuk sektor pertanian di dekat sungai ... 59

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1 Data responden yang mengalami sumur kering dan tercemar ... 73

2 Data responden yang memiliki sawah dan ternak yang menggunakan air sungai ... 74

3 Regresi berganda sumur kering dan tercemar ... 78

4 Regresi berganda sawah dan ternak yang menggunakan air sungai ... 80

5 Uji heteroskedastisitas sumur kering dan tercemar (Uji Glejser) ... 82

6 Uji heteroskedastisitas Sawah dan ternak yang menggunakan air sungai (Uji Glejser)... ... 82

7 Uji normalitas sumur kering dan tercemar ... 83

8 Uji normalitas sawah dan ternak yang menggunakan air ... 83

9 Data hasil uji limbah cair Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan ... 84

10 Artikel yang mendukung data penelitian... 86

11 Kuisioner Penelitian ... 88


(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang penting bagi bangsa Indonesia untuk menuju proses pembangunan karena produk-produk pertanian yang dihasilkan bisa menjadi input bagi sektor lainnya, sehingga Indonesia mencanangkan masa depan menuju arus industrialisasi yang akan berpengaruh pada peningkatan perekonomian. Salah satu industri yang berkontribusi dalam pembangunan perekonomian adalah industri pengolahan non migas. Industri pengolahan non migas adalah industri yang melakukan pengolahan dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil perkebunan, pertanian, peternakan, dan hasil tambang selain minyak bumi dan gas. Salah satu contoh dari industri tersebut adalah industri yang mengolah tebu menjadi gula. Berdasarkan Tabel 1, salah satu sentra produksi gula terbesar di Indonesia pada tahun 2011 adalah Provinsi Lampung dengan kapasitas produksi sebesar 708.396,3 ton.

Tabel 1 Kapasitas produksi gula di Indonesia tahun 2011

No Provinsi Produksi (ton)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jawa Timur Lampung Jawa Tengah Jawa Barat Sumatera Selatan Sulawesi Selatan Sumatera Utara Gorontalo DIY. Yogyakarta 1.051.642,1 708.396,3 187.344,5 91.820,6 52.232,1 21.938,4 47.122,0 39.817,7 27.945,5

Sumber: Departemen Pertanian 2012

Tingginya kapasitas produksi gula yang dimiliki oleh Provinsi Lampung didukung oleh keberadaan enam pabrik gula. Salah satu pabrik gula yang mendukung adalah Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan. Pabrik dengan luas 14 hektar ini merupakan salah satu pabrik gula rafinasi yang memproduksi gula super putih dengan menggunakan teknologi canggih sehingga mampu memasok kebutuhan pasar dalam negeri dan industri makanan serta minuman di Negara ASEAN. Terjadinya peningkatan jumlah penduduk setiap tahun maka akan meningkatkan


(18)

2

permintaan terhadap gula karena gula merupakan kebutuhan pokok manusia. Adanya peningkatan tersebut mengakibatkan pabrik gula harus meningkatkan produksinya, sehingga akan menimbulkan eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat. Eksternalitas positifnya adalah peningkatan PDRB kabupaten Lampung Selatan, seperti yang tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 PDRB Kabupaten Lampung Selatan atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2009 sampai 2012

Lapangan usaha Tahun

2009 2010 2011 2012

Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan

1.964.241 2.030.933 2.104.216 2.173.107

Penggalian 49.318 51.300 54.182 57.624

Industri pengolahan non migas 35.664 383.647 423.864 482.439

Listrik dan air bersih 16.183 18.201 20.509 23.177

Konstruksi 189.366 205.302 227.808 254.197

Perdagangan, hotel, dan restoran 481.287 519.951 555.055 593.566 Transportasi dan komunikasi 422.294 47.657 539.875 593.848 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 252.032 265.041 277.640 295.880

Jasa-Jasa 383.618 399.099 412.494 432.461

Sumber : BPS Lampung Selatan 2012

Berdasarkan Tabel 2, PDRB Kabupaten Lampung Selatan di sektor industri pengolahan non migas mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai 2012. Sektor ini memberikan kontribusi terbesar ketiga pada perekonomian Kabupaten Lampung Selatan. Selain itu juga, keberadaan sektor industri pengolahan non migas dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 400.000 orang pada tahun 2013 (Zulfikar 2013).

Namun dibalik eksternalitas positif tersebut terdapat eksternalitas negatif dari meningkatnya aktivitas pabrik gula rafinasi. Meningkatnya kegiatan pabrik tersebut berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas air tanah, serta tercemarnya air sungai. Limbah yang dihasilkan dari produksi gula rafinasi adalah limbah yang bersumber pada proses pencucian untuk penghilangan warna, pencucian endapan saringan tekan, serta air cuci lantai dan alat. Jenis pencemaran yang dihasilkan oleh pabrik gula rafinasi di Kabupaten Lampung Selatan ini sebagian besar adalah pencemaran pada sungai di mana limbah pabrik yang dibuang langsung ke sungai mengancam ternak warga dan puluhan hektar sawah yang merusak lahan petani (Mulyadi 2012).


(19)

3 Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi merupakan salah satu penyebab konflik yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk keperluan sehari-hari menyebabkan berbagai macam kerugian sehingga membutuhkan biaya yang harus dikeluarkan masyarakat akibat adanya penurunan kualitas lingkungan. Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui kondisi masyarakat sekitar pabrik, besarnya biaya eksternal yang harus ditanggung, besarnya willingness to accept masyarakat akibat aktivitas pabrik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya willingness to accept masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Meningkatnya jumlah penduduk akan berpengaruh pada peningkatan proses produksi gula sebagai salah satu barang pokok dalam menjalani kehidupan. Hal ini mengakibatkan aktivitas sumur bor pabrik meningkat sehingga akan berpengaruh pada keringnya sumur masyarakat di sekitar pabrik. Selain itu juga secara langsung akan mempengaruhi kuantitas limbah cair yang dihasilkan. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik gula rafinasi di Kabupaten Lampung Selatan ini dinilai mencemari lingkungan menurut masyarakat setempat. Data mengenai hasil uji limbah cair dari pabrik gula rafinasi di Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan limbah cair pabrik gula rafinasi di Lampung Selatan tahun 2013

Parameter Hasil uji Baku

mutu

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu

Ph 8,02 8,0 6,37 8,5 6,96 8,30 7,83 6,65 6,0-9,0

BOD5 13 20 19 16 16 14 19 15 60

COD 28 49 41 28 40 35 48 36 100

TSS 17 45,5 14 18 8 9 9 9 50

H2S 0,028 0,043 0,016 0,074 0,008 0,008 0,020 0 0.5 Minyak dan

lemak

0,014 0,0068 0,033 0,035 4,6 4 4 5 5

Sumber: Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Lampung Selatan 2013

Pada bulan Februari 2013 masyarakat mengeluhkan kondisi sungai dan sumur yang tidak dapat dimanfaatkan untuk konsumsi. Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat pada bulan Februari terjadi peningkatan yang drastis pada parameter


(20)

4

TSS. TSS (Total Suspended Solid) merupakan materi yang tersuspensi yang mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. Meskipun parameter TSS masih di bawah baku mutu Pergub Lampung Nomor 7 Tahun 2010 tetapi peningkatan drastis dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar pabrik. Air sungai dan sumur yang berwarna hitam pekat menjadi keluhan sejumlah warga khususnya petani dan peternak yang tidak dapat menggunakan air sungai atau pun air sumur karena takut tanaman mati dan ternak sakit (Mulyadi 2012). Hal ini merupakan salah satu bentuk kerugian yang harus ditanggung masyarakat di sekitar Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan akibat adanya limbah cair yang tiba-tiba mencemari sungai dan sumur warga.

Berdasarkan uraian diatas maka timbul beberapa pertanyaan yang perlu dikaji dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan?

2. Berapa biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat akibat aktivitas pabrik gula rafinasi?

3. Berapa besar nilai kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat (WTA) akibat eksternalitas negatif yang disebabkan dari kegiatan pabrik gula rafinasi di Kabupaten Lampung Selatan?

4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap besarnya kompensasi masyarakat di sekitar Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah mengestimasi biaya eksternal dan willingness to accept masyarakat akibat pencemaran air di sekitar Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan, sedangkan tujuan khususnya adalah:

1. Menganalisis eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan.


(21)

5 2. Mengestimasi besarnya biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat

akibat aktivitas pabrik gula rafinasi.

3. Mengestimasi besar nilai kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat (WTA) akibat eksternalitas negatif yang disebabkan dari kegiatan pabrik gula rafinasi di Kabupaten Lampung Selatan.

4. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap besarnya kompensasi masyarakat di sekitar Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Akademisi dan peneliti, sebagai referensi untuk mengestimasi besarnya kerugian ekonomi dan willingness to accept masyarakat akibat kerusakan lingkungan.

2. Pemerintah, sebagai referensi untuk membuat kebijakan perbaikan kualitas lingkungan.

3. Swasta, membuat program kepedulian untuk masyarakat yang terkena pencemaran.

4. Industri, sebaiknya limbah yang akan dibuang ke lingkungan sekitar diolah dahulu agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan.

5. Masyarakat luas, untuk lebih mengedepankan terjaganya kualitas lingkungan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekitar Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan. Pembahasannya fokus pada eksternalitas negatif berupa penurunan kuantitas dan kualitas air tanah, serta penurunan kualitas air sungai. Masalah ini memiliki dampak yang sangat besar bagi masyarakat dibandingkan pencemaran udara dan pencemaran lainnya. Eksternalitas positif dalam penelitian ini tidak diteliti karena dampak sampingan tersebut lebih bersifat menguntungkan sehingga tidak diperlukan adanya dana kompensasi.


(22)

6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Pabrik Gula Rafinasi

Pabrik gula rafinasi adalah pabrik yang mengolah lebih lanjut dari gula mentah atau raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi manusia sebelum diproses lebih lanjut. Hal yang membedakan proses produksi gula rafinasi dan gula kristal putih adalah gula rafinasi menggunakan proses karbonasi sedangkan gula kristal putih menggunakan proses sulfitasi (Krisnamurthi 2012). Bahan baku gula rafinasi adalah gula kristal mentah dan proses pembuatannya selain meliputi karbonasi juga menggunakan teknologi pertukaran ion atau ion-exchanger. Gula rafinasi sangat memenuhi ketentuan keamanan pangan, sehingga sangat sesuai bagi industri pangan dan farmasi maupun dikonsumsi langsung (Agrifinasi 2013).

Keberadaan pabrik gula rafinasi memiliki dampak negatif bagi lingkungan jika belum memiliki sistem pengelolaan limbah yang baik. Menurut Dwiastuti (2010) secara garis besar limbah pabrik gula rafinasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Limbah padat

Limbah padat ini berasal dari blotong yang merupakan limbah padat yang dihasilkan pabrik gula rafinasi dari proses pengepresan mud liquor atau filter mud. 2. Limbah gas

Limbah gas yang dihasilkan berasal dari sisa pembakaran batubara pada boiler dan gas buangan dari karbonator.

3. Limbah cair

Limbah cair berasal dari filter mud atau mud liquor dan bahan kimia. Filter mud atau mud liquor yang tidak tertampung lagi dalam tangki merupakan cairan yang mengandung kotoran sehingga berwarna coklat seperti lumpur, sedangkan limbah bahan kimia adalah bahan sisa hasil analisa laboratorium. Limbah tersebut merupakan bahan yang mudah bereaksi jika dibuang ke lingkungan tanpa perlakuan pengolahan limbah terdahulu.


(23)

7

2.2 Baku Mutu Air Limbah Pabrik Gula Rafinasi

Menurut Pergub Lampung Nomor 7 tahun 2010 baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan. Parameter utama yang digunakan dalam menilai kualitas air limbah industri gula adalah BOD5, COD, TSS, minyak dan lemak, sulfida, dan

pH, seperti yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Baku mutu air limbah pabrik gula rafinasi

Parameter Kadar maks

(mg/L)

Beban pencemaran maks (kg/ton)

BOD5

COD TSS

Minyak dan lemak Sulfida

Ph

Debit limbah maksimum (m3/ton produk gula)

60 100 50 5,0 0,5 6,0-9,0 5,0 0,3 0,5 0,25 0,025 0,0025 6,0-9,0 5,0

Sumber: Pergub Lampung Nomor 7 Tahun 2010

1. BOD5 (Biochemiycal Oxygen Demand)

Menurut Rahmawati (2011) BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.

2. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi (Wardhana 2001).

3. TSS (Total Suspended Solid)

TSS atau padatan tersuspensi merupakan padatan yang dapat menyebabkan kekeruhan air karena tidak terlarut dan tidak dapat mengendap. TSS terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad renik akibat erosi tanah dengan diameter >1µ m yang tertahan pada saringan berdiameter pori 0,45µm. Partikel menurunkan intensitas cahaya yang tersuspensi dalam air (Rahmawati 2011).


(24)

8

4. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak merupakan kelompok pencemar padatan yang mengapung di atas permukaan air, karena berasal dari ceceran oli serta minyak pelumas mesin. Sumber utama pencemar minyak dari industri gula dan gula rafinasi adalah minyak tanah dan minyak pelumas dari mesin-mesin yang digunakan, senyawa tersebut mengandung unsur utama karbon dan hidrogen (Kristanto 2004).

5. Sulfida

Menurut Achmad (2004) dalam Handayani (2012) sulfida adalah senyawa yang berbau dan beracun sebagai akibat terjadinya penguraian protein karena pembusukan bahan organik yang mengandung belerang atau sebagai hasil reduksi sulfat pada kondisi anaerob oleh mikroorganisme. Pada limbah cair industri, sulfida dapat terbentuk dari bahan baku dan bahan penolong yang mengandung unsur sulfur.

6. pH

Menurut Wardhana (2001) air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 sampai 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH antara 7 sampai 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah.

2.3 Pencemaran Air

Menurut Wardhana (2001) adanya kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air akan tetapi didasarkan pada keadaan normalnya. Sehingga apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal maka hal itu berarti air tersebut telah mengalami pencemaran. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya:

1. Adanya perubahan suhu.


(25)

9 3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air.

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. 5. Adanya mikroorganisme.

6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.

Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air, antara lain: 1. Terganggunya kehidupan organisme air.

2. Terjadinya ledakan populasi ganggang dan tumbuhan air (eutrofikasi). 3. Pendangkalan dasar perairan.

4. Punahnya biota air, misalnya: ikan, yuyu, udang, dan serangga air. 5. Munculnya banjir akibat got tersumbat sampah.

6. Menjalarnya wabah muntaber.

2.4 Eksternalitas

Eksternalitas adalah efek samping dari suatu tindakan suatu agen ekonomi (pihak tertentu) terhadap agen ekonomi lain. Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas agen manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Menurut pandangan ekonomi, eksternalitas timbul karena prinsip alokasi sumberdaya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumberdaya publik, ketidaksempurnaan pasar, dan kegagalan pemerintah merupakan contoh keadaan yang tidak memiliki hak kepemilikan. Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan. Eksternalitas negatif ialah dampak yang bersifat merugikan bagi orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut (Yakin 1997). Menurut Mangkoesoebroto (1997) dalam perekonomian terdapat empat kemungkinan eksternalitas, yaitu:

1. Konsumen-konsumen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas bagi konsumen lain, misalnya kebisingan, asap rokok.

2. Konsumen-produsen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas (positif atau negatif) terhadap produsen,


(26)

10

misalnya pembuangan limbah rumahtangga ke aliran sungai dapat mengganggu nelayan atau perusahaan air minum.

3. Produsen-konsumen, terjadi jika aktivitas suatu produsen mengakibatkan perubahan fungsi utilitas konsumen. Contoh: pabrik yang menyebabkan polusi sungai mengganggu penduduk yang menggunakan air tersebut. 4. Produsen-produsen, terjadi jika suatu kegiatan produksi mengakibatkan

perubahan fungsi produksi dari produsen lain. Contoh: pabrik yang menimbulkan polusi air mengakibatkan kenaikan biaya produksi perusahaan lain yang menggunakan air sebagai salah satu faktor produksi. Efisiensi akan tercapai apabila:

MSC = MSB………..…...(1) MSC = PMC + MEC………..…...(2) MSB = MPB + MEB………..…...(3) Dimana:

MSC = Marginal Social Costs MSB = Marginal Social Benefits PMC = Marginal Private Cost MEC = Marginal External Cost MPB = Marginal Private Benefits MEB = Marginal External Benefits

Efisiensi ekonomi akan tercapai apabila MSC=MSB. Namun, pada kasus eksternalitas negatif produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkannya, sehingga produsen berproduksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Pada kasus ini MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi produksi dapat dicapai (Mangkoesoebroto 1997).

2.5 Biaya Eksternal

Menurut Juarna dan Harmoni (2005) dalam Shaffitri (2011) biaya eksternal dapat berupa biaya kesehatan, biaya pengolahan air, biaya dari penurunan produktivitas pertanian bahkan biaya penurunan produktivitas kerja, misalnya


(27)

11 kegiatan produksi pabrik kertas yang berlokasi di hulu sungai menghasilkan limbah cair yang dibuang ke sungai. Limbah cair tersebut mengandung zat-zat organik yang dapat mencemari sungai sehingga merugikan masyarakat yang ada di daerah hilir. Jika air di hilir tersebut digunakan untuk bahan baku perusahaan air minum, maka akan diperlukan biaya yang lebih besar untuk mengolah air tersebut sebelum dikirim ke konsumen. Biaya eksternal akan meningkat seiring dengan meningkatnya proses produksi dapat dilihat pada Gambar 1 (Putri et al 2010).

$ Marginal External Cost

Produksi

Gambar 1 Hubungan antara tingkat produksi dengan biaya eksternal

2.6 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan studi pustaka mengenai penelitian tentang dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi dan juga masalah lingkungan, maka diperoleh beberapa hasil penelitian yang mirip dengan penelitian ini. Penelitian tersebut dijadikan bahan rujukan pada penelitian ini dan dapat dilihat pada Tabel 5. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas mengenai dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas ekonomi, metode yang digunakan untuk mengetahui besarnya nilai WTA, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sedangkan perbedaannya adalah lokasi penelitian dan dampak yang terjadi akibat aktivitas ekonomi, sehingga metode untuk menghitung nilai kerugiannya pun berbeda.


(28)

12

Tabel 5 Penelitian terdahulu

Peneliti Judul penelitian Analisis Hasil penelitian

Triani, A (2009) WTA Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau dengan pendekatan CVM Analisis deskriptif kualitatif, tahapan CVM, dan analisis regresi linier berganda dengan SPSS 15.

Nilai dugaan rataan WTA

responden sebesar Rp5.056,98 per pohon per tahun. Nilai tersebut dipengaruhi oleh faktor pendapatan dan kepuasan terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan selama ini yang paling dominan. Ramadhan, A (2009) Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung Kota Depok Jawa Barat

Analisis deskriptif dengan Microsoft Excel 2007, analisis regresi logistik dan berganda dengan Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14.

Masyarakat sekitar TPAS menilai terjadi penurunan kualitas lingkungan dibandingkan sebelum berdirinya TPAS. Sebagian besar masyarakat bersedia menerima dana kompensasi dengan nilai rata-rata WTA sebesar Rp54.300,00 per bulan per KK yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan paling signifikan.

Purnama, R (2012)

Estimasi Nilai Kerugian dan WTA Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah di sekitar Kawasan Industri

Analisis deskriptif, metode cost of illness dan replacement cost, metode CVM, analisis regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil dari 48

responden kerugian yang diterima tiap responden yaitu sebesar Rp154.708 per bulan dan nilai rata-rata WTA responden adalah Rp275.000 per bulan. Tingkat kesejahteraan mempengaruhi keinginan untuk menerima

kompensasi. Faktor yang signifikan mempengaruhi kompensasi yaitu jumlah tanggungan dan ada atau tidaknya upaya untuk mengatasi pencemaran.

Adhitya, L (2013)

Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal Analisis deskriptif, Metode cost of illness, replacement cost, dan change of productivity, metode CVM, analisis regresi berganda dengan software statistik.

Eksternalitas negatif yang muncul antara lain pencemaran air tanah, udara, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kebisingan. Total biaya eksternal yang ditanggung

masyarakat RW 04 Desa Cepiring Rp229.845.336 per tahun,

sedangkan untuk total sektor pertanian Rp314.720.000 per tahun. Rata-rata WTA responden sebesar Rp440.132 per bulan per KK. Faktor-faktor yang berpengaruh pada WTA adalah pendidikan, jarak tempat tinggal, responden yang dirugikan akibat pencemaran air tanah dan responden yang belum melakukan upaya mengatasi pencemaran, tingkat kebisingan.


(29)

13

III KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran dalam penelitian ini terdiri dari kerangka teoritis dan kerangka operasional. Kerangka teoritis berisi penjelasan secara rasional terkait objek yang diteliti dengan didukung oleh data-data secara teoritis, sedangkan kerangka operasional adalah kerangka yang menyatakan tentang urutan langkah dalam melaksanakan penelitian.

3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Loss of Earnings

Menurut Hufscmidt, et al. (1992) dalam Farhani (2011) metode loss of earnings (penghasilan yang hilang) merupakan salah satu metode valuasi ekonomi yang digunakan untuk melakukan penilaian biaya lingkungan berdasarkan pendekatan yang berorientasi pasar. Penggunaan pada metode ini mudah dilakukan karena mengikuti harga pasar aktual barang dan jasa yang berlaku saat ini.

3.1.2 Analisis Willingness to Accept

Willingness to accept adalah pengukuran kesediaan untuk menerima pembayaran dimana masyarakat yang terkena dampak untuk bersedia menerima pembayaran atas kerusakan lingkungan. Willingness to accept merupakan salah satu bagian dari metode Contingent Valuation Methode (CVM) yang dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa lingkungan atau fungsi ekosistem yang dianggap tidak memiliki nilai guna (Garrod dan Kennet 1999). Menghitung nilai CVM ini dapat ditanyakan langsung melalui survei dengan kuisioner ke individu atau masyarakat sejauh mana masyarakat bersedia menerima kompensasi akibat adanya kerusakan lingkungan. Kuisioner CVM meliputi tiga bagian, yaitu:

1. Penulisan detail tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian benda publik, jenis kesanggupan dan alat pembayaran.

2. Pertanyaan tentang WTA yang diteliti.


(30)

14

3.1.2.1 Asumsi dalam Pendekatan WTA

Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai Willingness to Accept (WTA) dari setiap responden adalah:

1. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berlokasi di Desa Kertosari dan Mulyosari yang merasakan dampak negatif dari aktivitas Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan.

2. Nilai WTA yang diberikan konsumen merupakan besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat karena adanya penurunan kualitas lingkungan akibat aktivitas pabrik.

3.1.2.2 Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai WTA

Menurut Hanley dan Spash (1993), langkah-langkah dalam metode CVM dibagi menjadi enam tahap, yaitu:

1. Membangun pasar hipotetis

Pasar hipotetis yang dibangun harus diuraikan secara jelas skenario kegiatannya dalam instrumen survei yang menggunakan kuisioner, sehingga responden dapat memahami benda lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Kuisioner yang digunakan juga harus menguraikan apakah semua konsumen bersedia menerima kompensasi dari kerusakan lingkungan tersebut.

2. Memunculkan/menghasilkan nilai tawaran (bid)

Setelah kuisioner selesai dibuat, maka kegiatan survei dapat dilakukan dengan wawancara secara langsung atau pun tidak langsung. Setiap individu ditanya mengenai besarnya kompensasi yang bersedia diterima (WTA). Nilai kompensasi tersebut dapat diperoleh dengan empat cara, yaitu

a. Bidding game

Metode ini dilakukan dengan cara bertanya kepada responden terkait sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.

b. Closed-ended referendum

Metode yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan tertutup kepada responden terkait beberapa nilai WTA yang disarankan untuk dipilih, sehingga


(31)

15 responden tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.

c. Payment card

Penggunaan metode ini dibutuhkan pengetahuan statistik yang baik. Metode ini dilakukan dengan menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal atau minimal sesuai dengan preferensinya. Keunggulan dari metode ini adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar.

d. Open-ended question

Menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan dari metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal, sedangkan kelemahannya terletak pada kurangnya akurasi nilai, terlalu besar variasinya, serta sering sekali ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan.

3. Menduga nilai rata-rata WTA

Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan nilai tengah dan rata-rata dari WTA. Nilai tengah dihitung ketika terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Namun, untuk perhitungan nilai rata-rata dari WTA biasanya akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata.

4. Menduga kurva nilai tawaran (bid curve)

Kurva penawaran dapat diduga dengan menggunakan nilai WTA sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya WTA sebagai variabel independen. Fungsi dari adanya kurva penawaran ini adalah untuk memperkirakan seberapa besar perubahan nilai WTA ketika terjadi


(32)

16

perubahan sejumlah variabel independen dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan.

5. Agregasi data

Agregasi data merupakan suatu proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6. Evaluasi

Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan.

3.1.2.3 Kelemahan dan Kelebihan dalam Menentukan WTA dengan Metode CVM

Menurut Yakin (1997) kesalahan potensial estimasi nilai lingkungan dengan metode CVM meliputi kesalahan hipotetis, kesalahan strategi, kesalahan informasi, kesalahan titik awal nilai tawaran, dan kesalahan alat.

1. Kesalahan pasar hipotetis

Kesalahan ini terjadi jika deskripsi situasi hipotetis secara sistematis berbeda dengan situasi sebenarnya sehingga perbedaan ini mengakibatkan kesalahan sistematik.

2. Kesalahan strategi

Terjadi ketika responden merasa bahwa dia bisa mempengaruhi hasil akhir dari nilai ekonomi perubahan lingkungan, sehingga dia tidak menawarkan nilai yang sebenarnya. Responden bisa memberikan nilai yang lebih rendah atau nilai yang terlalu tinggi tergantungan keinginan dan kepentingan responden.

3. Kesalahan informasi

Jumlah dan kualitas informasi tentang sumberdaya yang dinilai bisa berpengaruh terhadap besarnya nilai yang ingin dibayar untuk sumberdaya tersebut. Kurangnya informasi berkaitan dengan sumberdaya yang dinilai bisa mempengaruhi nilai yang diberikan.

4. Kesalahan titik awal

Kesalahan ini muncul ketika responden diberikan suatu nilai awal tertentu, dan responden disuruh untuk menaikkan atau menurunkan nilai itu, dan pada sisi lain


(33)

17 responden tidak yakin akan nilai yang dia berikan karena dipengaruhi oleh nilai awal tadi.

5. Kesalahan alat

Kesalahan ini muncul ketika responden tidak memberikan nilai karena mereka tidak setuju dengan cara atau metode yang dipakai untuk memperoleh nilai yng ditawarkan.

Namun, dibalik kelemahannya metode CVM ini memiliki kelebihan, seperti mudah digunakan dalam berbagai konteks dan dapat mengestimasi nilai non use (nilai bukan pengguna).

3.1.3 Model Regresi Linear Berganda

Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda. Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada regresi berganda. Menurut Algifari (2000) metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS) yang akan menghasilkan Best Linear Unbias Estimator (BLUE). Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi yang disebut dengan asumsi klasik, yaitu:

1. Nonmultikolinearitas, artinya antara variabel independen yang satu dengan independen yang lain dalam model regresi tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna.

2. Homoskedastisitas, artinya varians semua variabel adalah konstan.

3. Nonautokorelasi, artinya tidak terdapat pengaruh dari variabel dalam model melalui tenggang waktu. Misalnya, nilai suatu variabel saat ini akan berpengaruh terhadap nilai variabel lain pada masa yang akan datang.

4. Nilai rata-rata kesalahan (error) populasi pada model stokastiknya sama dengan nol.

5. Variabel independen adalah nonstokastik (nilainya konstan pada setiap kali percobaan yang dilakukan secara berulang).

6. Distribusi kesalahan (error) adalah normal.

Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda 2009): Y = β1 X1i + β2 X2i+ β3 X3i + ... + βk Xki + εi ...(4)


(34)

18

Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi

Y = β1+ β2 X2i+ β3 X3i + ... + βk Xki+ εi...(5)

Keterangan :

Y = Peubah tak bebas

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi)/ n (sample) Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk

β1 = Intersep

β2,3,..n = Parameter penduga Xi

εi = Galat

3.2 Kerangka Operasional

Kegiatan produksi dari pabrik gula rafinasi dapat menimbulkan eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif dari kegiatan produksi ini berupa peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja. Namun, dibalik itu kegiatan produksi tersebut juga menimbulkan eksternalitas negatif baik yang dirasakan masyarakat maupun lingkungan. Adanya peningkatan aktivitas pabrik mengakibatkan sumur-sumur masyarakat sekitar pabrik kering dan limbah yang dihasilkan pun bertambah. Limbah yang dibuang langsung ke sungai karena mahalnya biaya pengolahan limbah membuat sumur dan sungai tercemar dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar pabrik.

Kerugian yang dirasakan masyarakat akibat tercemarnya sungai dikaji lebih mendalam. Kajiannya mengenai dampak eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan produksi pabrik gula rafinasi dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Selain itu juga, mengestimasi besarnya biaya eksternal dengan metode loss of earnings, mengestimasi besarnya kompensasi minimum yang ingin diterima masyarakat dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM), dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya kompensasi dengan analisis regresi linier berganda. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk pabrik terkait besarnya kompensasi akibat eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat. Alur pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 2 dibuat untuk mempermudah pelaksanaan penelitian.


(35)

19

Keterangan

---: Fokus penelitian

Gambar 2 Diagram alur kerangka operasional penelitian

Pabrik Gula Rafinasi Lampung Selatan

Eksternalitas Positif Eksternalitas Negatif

- Peningkatan PDRB - Meningkatnya

penyerapan tenaga kerja di sektor industri

Peningkatan aktivitas pabrik gula rafinasi

Peningkatan limbah Keringnya air sumur

Limbah dibuang langsung ke sungai karena biaya pengolahan

limbah mahal

Pencemaran air sungai dan sumur

Kerugian masyarakat

Eksternalitas negatif yang

timbul

Estimasi besarnya biaya eksternal

Estimasi Nilai Kompensasi

Analisis Regresi Linier Berganda

Faktor yang mempengaruhi

nilai kompensasi

Perhitungan WTA (CVM)

Loss of Earnings

Analisis Deskriptif Kualitatif

Rekomendasi Terkait Kompensasi Atas Eksternalitas Negatif


(36)

20

IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekitar pabrik gula rafinasi, tepatnya di Desa Kertosari dan Mulyosari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Desa Kertosari dan Mulyosari menurut data merupakan salah satu lokasi yang berada di dekat pabrik gula rafinasi yang masyarakatnya merasakan eksternalitas negatif dari adanya pabrik tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2014.

Sumber: Perda Kabupaten Lampung Selatan nomor 15 tahun 2012

Gambar 3 Lokasi penelitian di sekitar Pabrik Gula Rafinasi Lampung Selatan


(37)

21

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini untuk melihat ekternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sekitar pabrik, besarnya kerugian yang harus ditanggung masyarakat, besarnya biaya kompensasi yang ingin diterima dari kerugian yang dirasakan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya kompensasi. Data primer ini berasal dari peninjauan langsung ke masyarakat dengan menggunakan kuisioner, sedangkan data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data-data yang terkait dengan daerah penelitian dan data lainnya yang dibutuhkan di dalam penelitian ini. Data ini diperoleh dari Kantor Desa Kertosari dan Mulyosari, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD), Badan Pusat Statistika (BPS), instansi terkait, berbagai pustaka seperti buku, jurnal, dan internet.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling. Responden merupakan anggota populasi penduduk yang terkena dampak akibat limbah pabrik. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 113 Kepala Keluarga (KK) dengan dua kategori yaitu rumahtangga yang memiliki sumur kering dan tercemar sebanyak 40 KK dan rumahtangga yang memiliki sawah di dekat aliran sungai dan ternak yang mengonsumsi air sungai sebanyak 73 KK. Penentuan jumlah responden tersebut berdasarkan Gujarati (2007a) yang menerapkan pengambilan sampel sekurang-kurangnya berjumlah 30 orang.

4.4 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan metode deskriptif untuk melihat eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sedangkan analisis kuantitatif digunakan metode loss of earnings untuk melihat besarnya kerugian ekonomi, contingent valuation method untuk besarnya


(38)

22

kompensasi yang ingin diterima masyarakat akibat pencemaran, dan analisis regresi linier berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pengolahan analisis kuantitatif ini dapat dilakukan dengan menggunakan program MS Excel 2007 dan SPSS 17. Berikut merupakan Tabel 6 yang menggambarkan keterkaitan antara sumber data, metode analisis data, dan tujuan dalam penelitian ini.

Tabel 6 Matriks metode analisis data

No Tujuan penelitian Sumber data Metode analisis Data 1 2 3 4 Mendeskripsikan eksternalitas negatif yang dirasakan

masyarakat

Mengestimasi besarnya biaya eksternal yang harus

ditanggung masyarakat Mengestimasi besar nilai kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat Menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh

terhadap besarnya nilai dana kompensasi masyarakat

Data primer dan sekunder Data primer Data primer Data primer

Metode deskriptif Loss of Earnings

Contingent Valuation Method

Analisis Regresi Linier Berganda

4.4.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Masyarakat

Analisis dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat aktivitas pabrik gula rafinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang dirasakan masyarakat atas aktivitas tersebut. Analisis ini meliputi ada atau tidak adanya gangguan atas aktivitas pabrik, pandangan responden terhadap kualitas lingkungan, dan dampak yang timbul akibat aktivitas pabrik. Dampak eksternalitas negatif ini diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

4.4.2 Estimasi Biaya Eksternal yang Harus Ditanggung Masyarakat

Pendekatan ini dapat digunakan untuk menghitung kerugian akibat pendapatan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan. Tahapan pelaksanaannya ialah memastikan dampak limbah cair pabrik yang mencemari sungai signifikan terhadap aktivitas pertanian, peternakan, dan rumahtangga yang


(39)

23 memiliki sumur. Setelah itu, klasifikasikan jenis kerusakan di masing-masing sektor, pilih beberapa sampel dari masing-masing sektor, dan hitung besarnya pendapatan sebelum terjadi kerusakan lingkungan dan setelah terjadi kerusakan lingkungan (misalnya produktivitas pertanian menurun, ternak mati, sumur kering dan tercemar). Besarnya pendapatan yang hilang merupakan selisih antara pendapatan sebelum kerusakan dan setelah terjadi kerusakan. Total biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat merupakan hasil perhitungan dari beberapa sampel dikali total populasi dari masing-masing sektor. Perhitungan akan menggunakan formula sebagai berikut:

...(6) Dimana:

= Perubahan pendapatan (kerugian) (Rp)

E1 = Pendapatan sebelum terjadinya pencemaran pabrik gula rafinasi (Rp) E2 = Pendapatan setelah terjadinya pencemaran pabrik gula rafinasi (Rp)

4.4.3 Estimasi Nilai WTA

Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan ini memiliki enam tahapan (Hanley and Spash 1993), yaitu:

1. Membangun Pasar Hipotetis

Hipotetis pasar dibuat dengan skenario bahwa pabrik gula rafinasi yang membuang limbahnya ke sungai akan memberlakukan peraturan baru yaitu pemberian dana kompensasi dengan tujuan mengurangi kerugian akibat eksternalitas negatif yang timbul. Pertanyaan dalam pasar hipotetis yang akan dibentuk dalam skenario adalah:

“Pabrik gula rafinasi telah memiliki pengelolaan limbah cair dengan berjalannya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Namun melihat kondisi yang ada masih adanya limbah yang menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat. Kondisi tersebut membuat pihak pabrik akan memberlakukan kebijakan berupa pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan pabrik yang merasakan kerugian. Sebelumnya pabrik sudah pernah memberikan kompensasi berupa sumur bor di beberapa titik desa. Akan tetapi,


(40)

24

berdasarkan survei masyarakat masih merasa kurang dengan kompensasi yang diberikan. Sehingga besarnya kompensasi akan langsung ditanyakan kepada setiap responden yang merasakan dampak dan akan digunakan untuk apa saja kompensasi tersebut.”

2. Memperoleh Nilai Penawaran

Alat survei telah dibuat, maka survei dilakukan dengan cara wawancara langsung. Responden ditanya besarnya minimum WTA untuk menerima dampak penurunan kualitas lingkungan, dalam hal ini digunakan cara payment card. 3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTA diketahui. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus:

...(7) Dimana:

EWTA = Dugaan rataan WTA (Rp) WTA = WTA individu ke-i (Rp) Xi = Jumlah tiap data (orang)

ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA (orang)

i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi (orang) 4. Menduga Kurva Penawaran

Pendugaan kurva penawaran akan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini:

WTA= f (UR, PNDK, PNDP, JTT, JTK, LT, DWA, DRA, DBA, DPTN, DPTR, DPlain, KRGN)

Dimana:

UR = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTT = jarak tempat tinggal (meter)

JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun)

DWA = dummy warna air (kotor= 1; tidak kotor= 0)


(41)

25 DBA = dummy bau air (berbau= 1; tidak berbau= 0)

DPTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani= 1; bukan petani= 0) DPTR = dummy jenis pekerjaan peternak (peternak=1; bukan peternak= 0) DPLain = dummy jenis pekerjaan lain (buruh dan wiraswasta= 1; bukan buruh dan wiraswasta= 0)

KRGN = kerugian ekonomi (Rp) 5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTA. Rumus yang dapat digunakan adalah:

TWTA= ...(8) Dimana:

TWTA = Total WTA (Rp)

WTA = WTA individu ke-i (Rp)

ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA (orang)

i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi (orang) 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan melihat tingkat keandalan (reliability) fungsi WTA dengan melihat nilai R-Square dari model regresi linier berganda WTA.

4.4.4 Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya WTA

Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTA masyarakat Desa Kertosari dan Mulyosari. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Fungsi persamaan sebagai berikut:

midWTAi = β0+ β1UR + β2PNDK + β3PNDP + β4 JTT + β5 JTK + β6 LT

+ β7 DWA + β8 DRA + β9 DBA + β10 DPTN + β11 DPTR + β12


(42)

26 Dimana:

midWTAi = Nilai WTA responden (Rp)

β0 = konstanta

β1,,,β13 = koefisien regresi UR = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTT = jarak tempat tinggal (meter)

JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun)

DWA = dummy warna air (kotor= 1; tidak kotor= 0)

DRA = dummy rasa air (air memiliki rasa= 1; air tidak memiliki rasa= 0) DBA = dummy bau air (berbau= 1; tidak berbau= 0)

DPTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani= 1; bukan petani= 0)

DPTR = dummy jenis pekerjaan peternak (peternak= 1; bukan peternak= 0) DPLain = dummy jenis pekerjaan lain (buruh dan wiraswasta= 1; bukan buruh

dan wiraswasta= 0) KRGN = kerugian ekonomi (Rp) i = responden ke i (i=1,2,...113) ε = galat

Variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama tinggal, air yang kotor, berbau, dan berasa, jenis pekerjaan petani, peternak, dan kerugian. Tingginya tingkat pendidikan mencerminkan bahwa responden memiliki pengetahuan terkait eksternalitas, sehingga mengharapkan nilai kompensasi yang tinggi. Semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, maka akan semakin tinggi pula nilai kompensasi yang diinginkan. Lama tinggal diduga menjadi variabel yang berpengaruh positif karena semakin lama seseorang tinggal di lokasi sekitar pabrik, maka nilai kompensasi yang ingin diterima akan semakin tinggi. Kualitas air yang kotor, berbau, dan berasa merupakan indikator tercemarnya air, sehingga diduga masyarakat akan menginginkan nilai kompensasi yang tinggi. Selain itu, jenis pekerjaan petani dan peternak diduga akan menginginkan nilai kompenasasi


(43)

27 yang tinggi karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki resiko yang tinggi dan berkaitan langsung dengan pencemaran. Kerugian ekonomi yang harus ditanggung berbanding lurus, semakin tinggi kerugian maka masyarakat akan meminta kompensasi yang tinggi juga.

Variabel usia, tingkat pendapatan, jarak tempat tinggal, variabel lingkungan berupa air yang tidak kotor, tidak memiliki rasa, dan tidak berbau, pekerjaan lain (wiraswasta dan buruh) diduga berbanding terbalik dengan besarnya nilai kompensasi. Semakin meningkatnya usia mengakibatkan kebutuhan hidup yang semakin sedikit sehingga kompensasi yang diharapkan akan sedikit. Tingginya tingkat pendapatan mencerminkan bahwa responden berkecukupan untuk mengeluarkan biaya untuk mengurangi dampak, sehingga nilai kompensasi akan kecil. Pada jarak tempat tinggal berpengaruh negatif, karena semakin dekat dengan lokasi pabrik maka semakin banyak dampak yang dirasakan oleh responden nilai kompensasi yang diharapkan akan semakin tinggi dibandingkan dengan tempat tingal yang lokasinya lebih jauh dari pabrik. Terkait dengan variabel lingkungan berupa kualitas air yang tidak kotor, tidak berwarna, dan tidak bau diduga berpengaruh negatif karena semakin baik kualitas lingkungan maka nilai kompensasi akan semakin kecil. Terakhir, untuk jenis pekerjaan lain (wiraswasta dan buruh) karena tidak memiliki hubungan langsung dengan kondisi pencemaran dari pabrik maka diduga akan berpengaruh negatif. Adapun indikator pengukuran dari fungsi WTA disajikan dalam Tabel 7.


(44)

28

Tabel 7 Indikator pengukuran nilai WTA

No Variabel Cara pengukuran

1 WTA Menggunakan payment card yang didasarkan pada

harga bensin sebagai batas bawah dan harga membuat sumur bor sebagai batas atas

2 Usia responden/UR

(tahun)

Dibedakan menjadi lima kelas yaitu:

a. 15 – 24 tahun c. 35 – 44 tahun e. ≥ 55 tahun b. 25 – 34 tahun d. 45– 54 tahun

3 Tingkat pendidikan/ PNDK (tahun)

Dibedakan menjadi lima kelas yaitu: a. SD d. Perguruan Tinggi b. SMP e. Tidak Sekolah c. SMA

4 Tingkat

pendapatan/PNDP (Rp)

Dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu: a. < Rp500.000

b. Rp500.000 - Rp1.500.000

c. Rp1.500.001 - Rp2.500.000 d. Rp2.500.001 - Rp3.500.000 e. > Rp3.500.000

5 Jarak tempat tinggal/ JTT (meter)

Dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu: a. < 500 m d. 1.501 – 2.000 m b. 500 – 1.000 m e. >2.001 m

c. 1.001 – 1.500 m

6 Jumlah tanggungan

keluarga/JTK (orang)

Dikelompokan menjadi lima kelas yaitu: a. ≤ 2 orang d. 5 orang

b. 3 orang e. ≥6 orang c. 4 orang

7 Lama tinggal/ LT

(tahun)

Dikelompokan menjadi lima kelas yaitu: a. ≤ 5 tahun d. 26-35 tahun b. 6-15 tahun e. ≥ 35 tahun c. 16-25 tahun

8 Warna air / DWA Dummy:1= Air kotor; 0= Air tidak kotor

9 Rasa air/ DRA Dummy:1= Air memiliki rasa; 0= Air tidak memiliki

rasa

10 Bau air/ DBA Dummy:1= Air berbau; 0= Air tidak berbau

11 Jenis pekerjaan petani/DPTN

Dummy:1= Petani; 0= bukan petani 12 Jenis pekerjaan

peternak/DPTR

Dummy:1= Peternak; 0= bukan peternak 13 Jenis pekerjaan

lain/Dplain

Dummy:1= buruh dan wiraswasta; 0= bukan buruh dan wiraswasta

14 Kerugian ekonomi/KRGN

Rata-rata kerugian yang dikeluarkan akibat eksternalitas negatif pabrik per bulan per kepala keluarga


(45)

29

4.4.5 Pengujian Parameter Regresi

Pengujian parameter regresi dapat dilakukan dengan pengujian statistik terhadap model dan pengujian asumsi klasik terhadap model. Pengujian statistik terhadap model dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu uji keandalan, uji statistik t, dan uji statistik f.

1. Uji keandalan

Menurut Gujarati (2007b), R-Square (R2) menyatakan persentase dari total variabel Y/dependent yang dijelaskan oleh variabel independent dalam model regres. Tingkat reabilitas yang baik dalam penggunaan CVM yaitu nilai R-Square yang lebih besar dari 15 persen. Nilai R-Square dapat dihitung dengan rumus:

R2=

...(9)

Dimana:

R2 = Koefisien Determinasi JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total

2. Uji statistik t

Menurut Bravo (2013) uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara individual atau untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel tidak bebas (Y). Hipotesis statistiknya:

Ho: β = 0 (X tidak berpengaruh terhadap Y)

H1: β ≠ 0 (X berpengaruh terhadap Y)

Statistik uji: t=

...(10)

Kriteria uji:

Tolak H0 jika thit≥ ttab atau thit≤ ttab atau terima H0 jika ttab< thit < ttab

dengan

t

tab

t

0.5;dfn2

3. Uji statistik f

Menurut Bravo (2013) uji F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara simultan serentak atau untuk menguji keberartian model regresi yang digunakan. Hipotesis statistiknya:


(46)

30

H1: β ≠ 0 (model regresi Y terhadap X memiliki arti)

Statistik uji:

Fhit=

...(11)

Dimana:

JKR = jumlah kuadrat regresi JKG = jumlah kuadrat galat k = jumlah peubah n = jumlah responden Kriteria uji:

Tolak H0 jika Fhit≥ Ftab , Ftab= Fα(v1,v2) dimana v1 = 1 dan v2 = n  2

Menurut Statistical Data Analyst (2013) terdapat empat uji asumsi klasik terhadap model yang sering digunakan, yaitu uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas.

1. Uji normalitas

Uji normalitas adalah pengujian asumsi residual yang berdistribusi normal. Asumsi ini harus terpenuhi untuk model regresi linier yang baik. Uji normalitas dilakukan pada nilai residual model. Asumsi normalitas dapat diperika dengan pemeriksaan output normal P-P plot atau normal Q-Q plot. Asumsi normalitas terpenuhi ketika penyebaran titik-titik output plot mengikuti garis diagonal plot dan ketika pengujian menghasilkan P-value (Sign) > α. Nilai α ditentukan sebesar 10%, 15%, atau 20%.

2. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah pengujian asumsi residual dengan varians tidak konstan. Harapannya, asumsi ini tidak terpenuhi karena model regresi linier berganda memiliki asumsi residual dengan varians konstan (homoskedastisitas). Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara membuat scatter plot dari nilai ZPRED (nilai prediksi sumbu x) dengan nilai SRESID (nilai residualnya sumbu Y). Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola yang mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Selain itu, menurut Juanda (2009) dapat digunakan uji Gletjer yang meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Hipotesis yang digunakan yaitu:


(47)

31 H0: homoskedastisitas

H1: heteroskedastisitas

Tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas jika nilai probabilitas (p- value) lebih dari alpha maka terima H0.

3. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi adalah pengujian asumsi residual yang memiliki korelasi pada periode ke-t dengan periode sebelumnya (t-1). Harapannya model regresi linier berganda memiliki residual yang tidak ada autokorelasi. Statistik uji yang sering digunakan adalah Uji Durbin-Watson. Tabel 8 merupakan selang nilai statistik DW serta keputusannya.

Tabel 8 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya

Hipotesis nol Keputusan Jika

tidak ada autokorelasi positif tolak 0 < d < dl tidak ada autokorelasi positif tidak ada keputusan dl ≤ d ≤ du tidak ada autokorelasi negatif tolak 4-dl < d <4 tidak ada autokorelasi negatif tidak ada keputusan 4-du ≤ d ≤ 4-dl tidak ada autokorelasi positif dan

negatif

jangan tolak du < d < 4-du

Sumber : Juanda 2009

Cara mendeteksi autokorelasi apabila nilai DW mendekati dua maka tidak terjadi autokorelasi. Nilai statistik uji ini adalah:

DW ≈ 2 (1 - ρ)...(12) Dimana:

ρ = korelasi antar residual

Tidak ada autokorelasi jika ρ sama dengan nol sehingga apabila nilai DW mendekati dua maka nilai ρ mendekati nol.

4. Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang signifikan antara variabel-variabel independen dalam model regresi linier berganda. Model regresi linier yang baik memiliki variabel-variabel bebas yang tidak berkorelasi. Statistik uji yang sering digunakan adalah Variance Inflation Factor (VIF). Asumsi multikolinearitas tidak terpenuhi jika VIF<10.


(48)

32

V GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Umum Pabrik Gula Rafinasi

Kondisi umum pabrik gula rafinasi yang dijelaskan dalam penelitian ini meliputi sejarah berdirinya pabrik, potensi dan jenis limbah pabrik, Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) pabrik, hasil produksi dan pemasarannya, serta tata letak pabrik.

5.1.1 Sejarah Berdirinya Pabrik

Pabrik gula rafinasi yang dijelaskan dalam penelitian ini berlokasi di Jalan Sutami No. 45 Desa Malangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Adapun batas-batas wilayah dari Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Gunung Agung b. Sebelah Selatan : Sindang Anom c. Sebelah Timur : Sindang Anom

d. Sebelah Barat : Desa Kertosari dan Sidodadi Asri

Pabrik yang didirikan tahun 2005 ini memiliki luas 14 hektar dan merupakan salah satu pabrik rafinasi yang memproduksi gula super putih dengan memakai raw sugar yang diimpor dari beberapa negara, seperti Thailand, Brazil, dan Australia. Tenaga kerja yang mampu diserap oleh pabrik gula rafinasi di Provinsi Lampung kurang lebih 407 orang tenaga operasional dan 140 orang tenaga pendukung. Pada awalnya pabrik ini memiliki kapasitas terpasang 750 ton per hari dan pada Januari 2013 pabrik mampu memiliki kapasitas terpasang 1500 ton per hari.

5.1.2 Potensi dan Jenis Limbah Pabrik

Menurut Habsyie (2011) pembuatan gula rafinasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penanganan gula mentah, affinasi, pemurnian, penghilangan warna (decolourization), penguapan (evaporation), masakan (boiling), putaran


(49)

33 (sentrifugation), pengeringan (drying), serta pengepakan dan pengarungan. Berikut diagram proses pembuatan gula rafinasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Potensi limbah yang muncul dari proses pembuatan gula rafinasi Proses produksi di atas yang berpotensi menimbulkan bahaya terhadap kualitas lingkungan adalah proses penanganan gula mentah yang akan menghasilkan uap zat mengandung bahan-bahan kimia beracun. Affinasi yang merupakan proses mencuci kristal GKM agar lapisan molases yang melapisi kristal berkurang sehingga warna ICUMSA lebih kecil. Pada proses affinasi ini akan menghasilkan uap panas dari tangki air panas. Klarifikasi dengan teknologi karbonatasi dan filtrasi akan menghasilkan bahan kimia berbahaya dari hasil reaksi karbonasi dengan menggunakan bahan susu kapur yang merupakan campuran CaO dan H2O yang akan menghasilkan kalor. Evaporasi bertujuan

untuk menurunkan kadar air dan meningkatkan brix. Pada proses evaporasi dan masakan menggunakan multiple effect evaporator dengan kondisi vakum, sehingga akan menimbulkan bising dan panas karena menggunakan evaporator


(50)

34

bersuhu tinggi. Berdasarkan laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, jenis limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula rafinasi di Kabupaten Lampung Selatan adalah limbah padat, limbah gas, dan limbah cair.

a. Limbah padat

Limbah padat industri yang dihasilkan berupa “blotong” yang keluar dari unit “pressed filter”. Banyaknya blotong yang dihasilkan diperkirakan sekitar sembilan sampai sepuluh ton per hari. Limbah padat ini selanjutnya akan dibuang ke lokasi pembuangan sebagai filling di tanah milik pabrik gula rafinasi.

b. Limbah gas

Limbah gas yang dihasilkan berasal dari sisa pembakaran batubara pada boiler dan gas buangan dari karbonator. Limbah ini diserahkan kepada pihak ketiga untuk digunakan kembali sebagai tambahan untuk pembuatan paving blok dan batako. Selain itu juga abu batu bara ini dimanfaatkan melalui kerja sama dengan pabrik lain, dimana sisa pembakaran batu bara pada boiler digunakan kembali sebagai bahan bakar dengan car abu batu bara kalori rendah dicampur dengan batu bara kalori tinggi dengan perbandingan 1:9. Hal ini akan meminimalkan dampak pencemaran yang ditimbulkan akibat sisa abu bara.

c. Limbah cair

Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik gula rafinasi di Kabupaten Lampung Selatan adalah limbah cair organik yang terbentuk dari senyawa karbon. Limbah ini difermentasikan oleh bakteri pengurai, sehingga hasil fermentasi ini merupakan senyawa organik yang lebih sederhana dan merupakan unsur hara bagi tanaman. Pemanfaatan limbah cair organik pabrik di Lampung Selatan ini diambil dari limbah yang ada pada kolam polishing pond yang dialirkan langsung melalui pompa ke lahan pertanian sekitar.

5.1.3 Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Pabrik

Menurut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lampung Selatan limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik bersumber dari regenerasi IER dengan debit 500 m3 per hari, regenerasi demineralisasi sebanyak 40 m3 per hari, blowdown boiler sebanyak 40 m3 per hari, dan in house keeping sebanyak 40 m3 per hari. Seluruh limbah cair yang dihasilkan dialirkan menuju bak penampung yang berada di


(51)

35 dalam area proses. Setelah itu, limbah cair dipompa menuju instalasi pengelolaan air limbah untuk dilakukan pengolahan. Instalasi pengelolaan air limbah yang dimiliki oleh pabrik terdiri dari:

a. Chemical Mix Tank

Chemical mix tank merupakan suatu unit yang berfungsi untuk mencipatakan suatu larutan limbah menjadi homogen sekaligus tempat ditambahkannya floculant dan decolorant sebagai fungsi pengendapan.

b. Settling Pond

Suatu unit yang berfungsi sebagai pemisah antara fasa cair dan fasa padatan dengan proses dekanter. Fasa padatan dipisahkan untuk diolah menjadi batako, sedangkan fasa cairan dilanjutkan menuju unit berikutnya yaitu equalizing pond. c. Equalizing Pond

Limbah cair yang dialirkan ke unit ini akan mengalami proses homogenisasi kembali. Equalizing pond berperan mengatur debit air limbah yang akan masuk ke anaerobic pond dengan sistem overflow. Pada kolam ini ditambahkan nutrisi untuk bakteri sebagai stater awal pemicu pertumbuhan bakteri.

d. Anaerobic Pond

Anaerobic pond berfungsi untuk mengolah limbah cair dengan sistem anaerob dengan hasil samping yang dikeluarkan adalah gas NH4 yang dapat digunakan

sebagai bahan bakar dan lumpur aktif yang dapat pula digunakan sebagai pupuk. e. Aerobic Pond

Pada kolam pengolah aerobic pond, limbah cair diolah dengan proses koagulasi dan flokulasi dengan tujuan menurunkan kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Chemical Demand). Kadar BOD dan COD limbah cair akan turun sangat signifikan di kolam pengolah ini.

f. Polishing Pond

Kolam ini merupakan kolam penambahan oksigen dengan menggunakan surface aerator. Pada kolam ini juga dilakukan returned sludge menuju ke aerobic dan anaerobic.

g. Polishing Expansion Pond

Memiliki fungsi yang hampir sama dengan polishing pond. Pada kolam ini berfungsi untuk pengendapan dari flokulan yang lebih halus atau kecil, diharapkan


(52)

36

dengan adanya kolam ini waktu tinggal dari air limbah akan semakin lama sehingga kadar air limbah akan turun. Sebelum dibuang ke sungai air limbah harus melewati V Notch (alat pengukur debit air limbah manual) sehingga jumlah air limbah yang masuk ke sungai dapat diketahui. Gambar 5 merupakan salah satu IPAL Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan.

Gambar 5 Contoh IPAL Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan Namun, pengelolaan air limbah yang dilakukan oleh Pabrik Gula Rafinasi Kabupaten Lampung Selatan tersebut masih meresahkan masyarakat di sekitar pabrik. Limbah yang dibuang ke sungai secara langsung karena mahalnya biaya pengolahan limbah menyebabkan kerugian yang besar bagi masyarakat, diantaranya penurunan produktivitas pertanian, gangguan pada ternak, dan sumur menjadi tercemar.

5.1.4 Hasil Produksi dan Pemasarannya

Produk yang dihasilkan pabrik yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah gula rafinasi berupa gula kristal dari proses afinasi. Gula rafinasi dipergunakan sebagai bahan pencampuran makanan, minuman, dan industri farmasi. Pemasaran produksi dilakukan dalam skala besar, yaitu dengan cara pabrik menawarkan atau menjual produknya ke beberapa perusahaan industri makanan dan minuman yang membeli gula dalam jumlah banyak.


(1)

90

[ ] Merasakan dampak limbah

[ ] Lainnya :………. b) Tidak, alasan :

[ ] Peningkatan kesejahteraan (lapangan pekerjaan) [ ] Peningkatan infrastruktur

[ ] Lainnya : ………

6. Bagaimana kondisi air sumur dan sungai sebelum pabrik gula berproduksi kembali dan setelah pabrik gula berproduksi kembali milik Anda?

Pilih Sebelum

a Sangat tercemar b Tercemar c Cukup tercemar d Sedikit tercemar e Tidak tercemar

Air kotor (keruh), berbau, memiliki rasa Air kotor (keruh), tidak berbau, memiliki rasa Air kotor (keruh), tidak berbau, tidak memiliki rasa Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki rasa namun tidak dapat diminum

Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki dan masih bisa diminum

Alasannya:

Pilih Setelah

a Sangat tercemar b Tercemar c Cukup tercemar d Sedikit tercemar e Tidak tercemar

Air kotor (keruh), berbau, memiliki rasa Air kotor (keruh), tidak berbau, memiliki rasa Air kotor (keruh), tidak berbau, tidak memiliki rasa Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki rasa namun tidak dapat diminum

Air jernih, tidak berbau, tidak memiliki dan masih bisa diminum

Alasannya :

7 Jika air tanah (sumur) Anda tercemar atau pun kering, Apakah anda

mengeluarkan biaya tambahan untuk memperoleh air bersih setiap bulannya? a. Ya, silahkan diisi

Sumber Air Keperluan (ceklis) MCK Konsumsi (minum+masak)

Volume Biaya

1. Sumur bor a. Bensin untuk mengangkut air b. Iuran membuat sumur

2. Air Galon

...L/hari ...sumur ...galon/minggu Rp.../hari Rp.../orang Rp.../galon b. Tidak Alasannya :

8. Menurut Anda, apakah ada faktor lain yang menyebabkan air tanah (sumur) Anda tercemar?

a. Tidak

b. Ya, [ ] limbah industri lain [ ] aktivitas rumahtangga [ ] Lainnya:….


(2)

91 9. Kerugian di sektor pertanian sebelum dan setelah pabrik gula berproduksi

Jenis produk pertanian yang ditanam :

Luas tanah : ha

Jarak dari pabrik : meter

Banyaknya panen

Sebelum : ... /tahun

Setelah : ... /tahun

Produksi

Sebelum : ... kg/ha

Setelah : ... kg/ha

Harga pasar produk Rp .../kg

10. Kerugian di sektor peternakan sebelum dan setelah pabrik gula berproduksi

Jenis ternak :

Jarak dari pabrik : meter

Jumlah ternak

Sebelum :... ekor Setelah :... ekor Harga pasar ternak Rp.../ekor

11. Apakah Anda mengetahui bahwa pabrik gula rafinasi di Lampung Selatan memiliki pengelolaan limbah?

[ ] Tahu, darimana?... [ ] Tidak tahu

12. Bagaimana penilaian Anda mengenai pengelolaan limbah pabrikdi Lampung Selatan sejauh ini?

Pilihan Keterangan a Sangat Baik

b Baik c Cukup Baik d Kurang Baik e Belum baik

Anda tidak merasakan dampak sama sekali begitu pun lingkungan sekitar

Anda dan lingkungan sekitar tidak merasakan dampak Anda dan lingkungan hanya sedikit merasakan dampak Anda dan lingkungan cukup merasakan dampak

Anda dan lingkungan sekitar sangat merasakan dampak Alasannya :

C.Informasi Kesediaan Menerima Kompensasi SKENARIO

Pabrik gula rafinasi telah memiliki pengelolaan limbah cair dengan berjalannya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Namun melihat kondisi yang ada masih adanya limbah yang menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat. Kondisi tersebut membuat pihak pabrik akan memberlakukan kebijakan berupa pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan pabrik yang merasakan kerugian. Sebelumnya pabrik sudah pernah memberikan kompensasi berupa sumur bor di beberapa titik desa. Akan tetapi, berdasarkan survei masyarakat masih merasa kurang dengan kompensasi yang diberikan. Sehingga besarnya kompensasi akan langsung ditanyakan kepada setiap responden yang merasakan dampak dan akan digunakan untuk apa saja kompensasi tersebut.


(3)

92

1. Apakah anda bersedia menerima apapun kompensasi/fasilitas yang diberikan oleh pabrik akibat kerugian yang dirasakan?

a) Ya

b) Tidak, alasan :

[ ] Kerusakan lingkungan tidak dapat dibayar [ ] Kerugian yang dirasakan sulit diuangkan [ ] Lainnya : ………..

2. Kompensasi apa yang Anda harapkan dari pabrik sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan?

[ ] Perbaikan infrastruktur ( Jalan, Jembatan, Listrik, dll) [ ] Penyediaan sumur bor

[ ] Penyediaan alat penyaring atau senderan [ ] Dana kompensasi

[ ] Lainnya : ……….

3. Jika pabrik akan memberikan kompensasi berupa dana (uang) kepada Anda per bulannya tiap kepala keluarga, berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima ?

[ ] 450.000 [ ] 250.000 [ ] 50.000

[ ] 400.000 [ ] 200.000 [ ] Tidak bersedia [ ] 350.000 [ ] 150.000

[ ] 300.000 [ ] 100.000

4. Mengapa Anda bersedia/tidak menerima dana kompensasi sebesar yang Anda pilih?

Jika Tidak Bersedia:

Pemberian dana kompensasi tidak menyelesaikan masalah pencemaran [ ] Lebih diutamakan untuk kepentingan umum/masyarakat

[ ] Lebih baik membenahi sistem pengolahan limbah agar tidak mencemari

[ ] Lainnya :……… Jika Bersedia :

[ ] Pengeluaran pemupukan kembali [ ] Perbaikan kualitas lingkungan

[ ] Keperluan pembelian air bersih untuk irigasi [ ] Keperluan sehari-hari

[ ] Pengeluaran pengobatan ternak yang sakit [ ] Lainnya :………

D.Harapan dan Saran

Apa harapan dan saran Anda untuk pihak pengelola?

... ...


(4)

93 Lampiran 12 Dokumentasi

Desa Mulyosari Desa Kertosari

Sungai pada Musim Hujan Sungai pada Musim Kemarau http://bandarlampungnews.com/index.p hp?k=politik&i=12578


(5)

94

Sumur Bor Bantuan Pabrik

Ikan yang Mati karena Air Sungai Tercemar

94


(6)

95

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 November 1992 dari ayah Ir. Hendra Imron dan ibu Ir. Rita Suryani. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kartika II-5 Bandar Lampung tahun 2004, setelah itu penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 7 Bandar Lampung tahun 2007 dan penulis juga menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 10 Bandar Lampung tahun 2010.

Pada tahun yang sama yaitu tahun 2010 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai Staff Biro BEM Corporation BEM FEM tahun 2011 dan Staf Divisi Rekreasi Variatif Keluarga Mahasiswa Lampung tahun 2011. Selain itu, penulis pun aktif dalam berbagai kepanitiaan baik di lingkup fakultas maupun dalam lingkup universitas.