Konsep Kekuasaan Orang Tua Perpektif Hukum Islam

34 Kekuasaan orang tua menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur di dalam Pasal 20, 23, 26, sebagai berikut: a. Pasal 20 Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. b. Pasal 23 1 Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. 2 Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. c. Pasal 26 1 Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. 2 Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Konsep Kekuasaan Orang Tua Perpektif Hukum Islam

Dalam perspektif hukum Islam istilah kekuasaaan orang tua disebut dengan al hadhinah yang dalam pengertian istilah hadhanah adalah ”pemeliharaan anak yang belum mampu berdiri sendiri, biaya pendidikannya dan pemeliharaannya dari segala yang membahayakan jiwanya ” Ash Sha’ani, Subulus Salam, 1995: 819. Al-Hadh ânah berasal dari kata hadhana–yahdhunu–hadhnan wa hidh ânah wa hadhânah. Secara bahasa hadhânah memiliki dua arti 35 pokok. Pertama dari al-hidhnu dada, yaitu anggota tubuh antara ketiak dan pinggang. Dari sini jika dikatakan, Ihtadhana al-walad, artinya mendekapnya, yaitu merengkuh dan meletakkannya di dalam dekapan pelukannya. Kedua, al-hidhnu adalah j ânib asy-syay’i sisi sesuatu. Jika dikatakan, Ihtadhana asy-syay ’a, artinya meletakkan sesuatu itu di sisinya dan berada dalam pemeliharaannya serta memisahkannya dari pihak lain. Hal itu seperti seekor burung yang mengumpulkan telurnya dan mengeraminya sehingga telur itu berada di sisinya dan di bawah pemeliharaannya http:hizbut-tahrir.or.id20081030al-hadhanah- pengasuhan-anak . Pengertian lain dari hadhanah adalah di samping atau berada dibawah ketiak. Merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena tidak bisa mengerjakan keperluan sendiri. Dr. Sa ’di Abu Habib mengartikan al-hadhânah sebagai perwalian atas anak-anak untuk mendidik dan mengatur urusan-urusannya. Al-Jurjani, Ibn ‘Abidin dan Prof. Rawas Qal’ah Ji mengartikan hadhânah sebagai tarbiyah al-walad pemeliharaan dan pendidikan anakhttp:hizbut-tahrir.or.id20081030al-hadhanah-pengasuhan-anak. Secara syar ’i, menurut al-Anshari, al-hadhânah adalah tarbiyah anak-anak bagi orang yang memiliki hak pengasuhan. Menurut ulama Syafiiyah, al-hadh ânah adalah tarbiyah atas anak kecil dengan apa yang menjadikannya baik. Menurut ulama Hanabilah, al-hadh ânah adalah: menjaga jiwa anak-anak; membantu dan memenuhi makanan, pakaian dan tempat tidurnya; dan membersihkan badannya. Dr. Sa ’di Abu Habib memilih definisi syar ’i al-hadhânah dengan batasan: pemeliharaan dan pendidikan siapa saja yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri, dengan apa yang bisa menjadikannya baik dan melindunginya dari apa saja yang membahayakannya, meski orang itu sudah besar tapi gila http:hizbut-tahrir.or.id20081030al-hadhanah-pengasuhan- anak . 36 Hadhanah merupakan suatu kewenangan untuk merawat dan mendidik orang yang belum mumayyiz atau orang yang dewasa tetapi kehilangan akal dan kecerdasan berpikirnya. Atau dengan perkataan lain, hadhanah ialah penguasaan, pemeliharaan, perawatan dan pendidikan anak yang di bawah umur, dimana hal tersebut dapat dilakukan oleh bapak atau ibu, berlangsungnya sampai anak itu mumayyiz dapat membedakan baik-buruk Andi Tahir Hamid, 1996: 31. Hadhanah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kewajiban orangtua untuk memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya. Pemeliharan ini mencakup masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok si anak Ahmad Rafiq, 1998: 117. Sementara itu di dalam Pasal 1 huruf g KHI disebutkan bahwa kekuasaaan orang tua disebut dengan pemeliharaan anak atau hadlanah yakni kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri. Selanjutnya berdasarkan Pasal 77 ayat 3 jo Pasal 98 KHI ditentukan bahwa kewajiban hadlanah tersebut merupakan kewajiban suami isteri baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya sampai anak tersebut bisa berdiri sendiri atau batas usia 18 tahun. Di dalam QS. Al Isra ’ ayat 70 telah ditentukan bahwa setiap anak berhak mendapat pengasuhan dan pendidikan dari orang tua atau walinya, sebagai berikut: Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. ” Hak anak dalam hal pengasuhan dan pendidikan mencakup hak mendapatkan air susu ibu hak kesehatan, mendapatkan nama, aqiqah dan pengenalan terhadap lingkungan dan penanaman ideologi sebagai 37 bekal menjadi pribadi anak yang sempurna. Rasulullah s.a.w. bersabda; “Tiap bayi dilahirkan dalam kadaan suci fithrah Islamy. Ayah dan Ibunyalah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nashrany, atau Majusyi HR Bukhary.;1100;24315. Dalam hadist lain juga diungkap “Barang siapa mempunyai dua anak perempuan dan dia asuh dengan baik maka mereka akan menyebabkannya masuk sorga HR Al Bukhary 1100; 24420. Setiap anak mempunyai hak yang sama dalam pemeliharaan dari orang tuanya. Melalui lembaga kekuasaan orang tua tersebut, pemenuhan hak-hak anak dan kebutuhan dasarnya akan dilindungi oleh hukum, apakah hak-hak dasar anak dapat diwujudkan atau sebaliknya justru hak-hak dasar anak dilanggar. Anak merupakan golongan orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian pengurusan dan tanggung jawab terhadap harta benda anak diwakili oleh orang tuanya. Kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak menurut hukum Islam ditentukan dalam Pasal 98 ayat 2 KHI yang mengatur bahwa pemegang kekuasaan orang tua terhadap anak yang belum dewasa harus mengurus harta kekayaan anak itu. Bertitik tolak dari ketentuan-ketentuan di atas dapat diketahui prinsip-prinsip kekuasaan orang tua, yaitu: 1 kekuasaan orang tua terhadap diri pribadi anak berupa memelihara, mengasuh, mendidik dan mensejahterakan hidup anak-anaknya baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah dengan sebaik-baiknya; 2 Kekuasaan orang tua berada pada kedua orang tua secara kolektif; 3 Kekuasaan orang tua hanya ada selama perkawinan berlangsung; dan 4 Orang tua dapat dicabut kekuasaannya dengan alasan-alasan tertentu.

B. Konsep Pembatasan Kekuasaan Orang Tua terhadap Anak

Kekuasaan orang tua terhadap pribadi dan harta benda anak seperti yang telah disebutkan di atas tidak berlaku secara terus-menerus, namun 38 dalam keadaan tertentu kekuasaan orang tua tersebut dapat dibatasi bahkan dapat dicabut atau dibebaskan sebagai wujud pembatasan kekuasaan orang tua. Berikut ini secara berturut-turut diuraikan mengenai pembatasan atau pencabutan kekuasaan orang tua berdasarkan KUHPerdata, UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan hukum Islam.

1. Pembatasan Kekuasaan Orang Tua menurut KUHPerdata.