151 Kewarisan menurut Hukum Islam ialah proses pemindahan harta
peninggalan seseorang yang telah meninggal, baik yang berupa benda yang berwujud maupun yang berupa hak kebendaan kepada keluarganya yang
dinyatakan berhak menurut hukum Ahmad Azhar Basyir, 2001: 132. Dari pengertian tersebut dapat diketahui kewarisan baru terjadi setelah pewaris
meninggal dunia, dan yang dapat menjadi ahli waris hanyalah keluarga yang berhubungan dengan pewaris atas dasar ikatan perkawinan dan adanya hubungan
darah.
2. Rukun Mewaris
Menurut hukum waris Islam, rukun mewaris ada tiga yaitu: 1. Pewaris
Menurut Pasal 171 butir b Kompilasi Hukum Islam, pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan
Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Menurut Rachmad Budiono, pewaris adalah orang yang telah meninggal
dunia yang hartanya diwarisi oleh ahli warisnya Rachmad Budiono, 1999:9. Adanya pewaris yaitu seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta
peninggalan merupakan ’conditio sine quo non’ syarat mutlak, karena sebelum
ada seseorang yang meninggal dunia, atau ada yang meninggal dunia tetapi tidak ada harta benda yang merupakan harta peninggalan belumlah timbul masalah
kewarisan Idris Ramulyo, 2000: 106. Dengan demikian jika seseorang memberikan harta benda kepada kerabatnya ketika masih hidup maka hal tersebut
bukan kewarisan. Kematian pewaris menurut para ulama dapat dibedakan menjadi tiga
macam Fatchur Rahman dalam Otje Salman dan Mustofa Haffas, 2002: 5 yaitu: a Mati haqiqy sejati, adalah kematian yang dapat disaksikan oleh panca
indra. b Mati hukmy menurut putusan hakim, adalah kematian yang disebabkan
adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup maupun sudah mati.
152 c Mati taqdiry menurut dugaan, adalah kematian yang didasarkan pada
dugaan yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah mati. 2. Ahli Waris
Menurut Pasal 171 butir c KHI, Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darahnasab atau hubungan perkawinan
dengan pewaris, beragama Islam dan tidak berhalangan karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Hidupnya ahli waris merupakan syarat yang harus dipenuhi. Mengenai janin yang masih dalam kandungan ibuanya, apabila dia lahir dalam keadaan hidup
maka dia dapat mewaris, dasarnya hadist riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad S.A.W. Bersabda yang artinya
’Apabila anak yang dilahirkan itu menangis maka dia diberi warisan
’ Sayyid Sabiq, 2006: 508. 3. Warisan
Kompilasi Hukum Islam membedakan pengertian antara harta peninggalan dengan harta warisan. Menurut Pasal 171 butir d KHI, harta peninggalan adalah
harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Adapun harta warisan menurut Pasal 171 butir e
KHI adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan
jenazah tajhiz, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. Perumusan harta warisan menurut Pasal 171 butir e KHI ini hanya sesuai apabila diterapkan
terhadap pewaris yang berstatus suami atau isteri. Harta warisan adalah harta peninggalan setelah diadakan tindakan
pemurnian Abdul Ghofur Anshori, 2002: 23. Tindakan pemurnian adalah pengambilan harta peninggalan untuk pembayaran biaya-biaya perawatan jenazah,
hutang-hutang, serta penunaian wasiat.
3. Sebab-sebab Mewaris