Dasar Hukum Wasiat Rukun dan Syarat Wasiat

158 Dalam istilah syara ’, wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat meninggal Sayyid Sabiq, 1987: 230. Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, wasiat adalah suatu tasharruf pelepasan terhadap harta peninggalan yang dilaksanakan sesudah meninggal dunia yang berwasiat Rachmad Budiono, 1999: 22. Menurut Pasal 171 huruf f KHI, wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan, wasiat adalah pemberian hak milik secara sukarela yang dilaksanakan setelah pemberinya meninggal dunia.

5. Dasar Hukum Wasiat

Dasar hukum wasiat dalam hukum Kewarisan Islam, berturut-turut adalah: QS. Al Baqarah ayat 180, QS. Al Maidah ayat 106, QS. An Nisa ayat 11. QS. Al Baqarah ayat 180 menentukan yang artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma ’ruf, inilah kewajiban atas orang yang bertakwa. ” QS. Al Maidah ayat 106, artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kematian akan merenggut salah seorang diantara kamu, sedang ia akan berwasiat, maka hendaklah disaksikan oleh dua orang yang adil diantara kamu atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. ” QS. An Nisa ayat 11, artinya: “...sesudah dipenuhi wasiat yang dia buat atau sesudah dibayar hutangnya... ”. Dalam Kompilasi Hukum Islam, wasiat diatur mulai Pasal 194-209 KHI.

6. Rukun dan Syarat Wasiat

Rukun wasiat adalah: 159 1 Orang yang memberi wasiat; 2 Orang yang diberi wasiat; 3 Sesuatu yang diwasiatkan; 4 Ijab qabul. Syarat orang yang memberi wasiat yaitu orang yang ahli kebaikan, yaitu orang yang mempunyai kecakapan yang sah. Keabsahan kecakapan ini didasarkan pada akal, kedewasaan, kemerdekaan, ikhtiar, dan tidak dibatasi karena kedunguan atau kelalaian. Menurut Pasal 194 ayat 1 KHI orang yang memberi wasiat telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat, dan tanpa adanya paksaan. Termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang sudah menikah. Syarat orang yang diberi wasiat yaitu: 1 Dia bukan ahli waris dari orang yang memberi wasiat QS. Al Baqarah ayat 180 2 Orang yang diberi wasiat itu ada di waktu pemberi wasiat meninggal dunia, baik ada secara benar-benar ataupun ada secara perkiraan. 3 Orang yang diberi wasiat tidak membunuh orang yang memberi wasiat. Ada orang-orang tertentu yang tidak dapat diberi wasiat, yaitu: Pasal 195 ayat 3 jo Pasal 207, Pasal 208 KHI: 1 Ahli waris; kecuali wasiat tersebut disetujui oleh semua ahli waris lainnya. 2 Orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu pewasiat menderita sakit hingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa. 3 Notaris dan saksi-saksi yang berkaitan dengan pembuatan akta wasiat. Syarat sesuatu yang diwasiatkan adalah bisa dimiliki dengan salah satu cara pemilikan setelah pemberi wasiat meninggal dunia, baik berupa harta, barang maupun manfaat. Perkataan “benda” dalam Pasal 171 huruf f dapat ditafsirkan sebagai “sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik”. Hal ini berarti benda tersebut meliputi benda berwujud dan benda tidak berwujud, benda bergerak dan 160 benda tetap Pasal 200 KHI. Adapun jenis benda yang dapat diwasiatkan harus memenuhi syarat, yaitu “harus merupakan hak dari pewasiat”. Syarat ijab dan qabul wasiat yaitu melalui pernyataan, atau isyarat yang dapat dipahami, tetapi jika pemberi wasiat tidak sanggup berbicara maka ijab dapat dilakukan dengan tulisan.

7. Bentuk Wasiat