Penggolongan Anak PEMBATASAN KEKUASAAN ORANG TUA DALAM UPAYA PERLINDUNGAN ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA

16 145 ayat 1 no. 3, 145 ayat 4 HIR, 172 ayat 1 no. 4 jo. 173 Rbg., Pasal 1912 BW. Untuk melangsungkan perkawinan, Pasal 7 UUP menentukan 19 tahun bagi pria dan bagi wanita 16 tahun. Dewasa untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya, berdasarkan penafsiran argumentum a contrario Pasal 330 KUHPerdata adalah apabila telah berusia 21 tahun atau sudah melangsungkan perkawinan sebelum umur tersebut. UUP tidak secara jelas menentukan kapan seseorang dianggap telah dewasa. Pasal 47 ayat 1 UUP menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Sedangkan Pasal 47 ayat 2 UUP menentukan bahwa orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa dewasa menurut UUP adalah setelah 18 tahun atau sudah melangsungkan perkawinan, karena anak sebelum mencapai usia 18 tahun apabila melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan masih harus diwakili.

2. Penggolongan Anak

Dalam berbagai peraturan yang ada, dapat diketahui penggolongan dari anak. Dalam UU Kesejahteraan Anak, anak dikelompokkan menjadi lima, yaitu: a. Anak yang tidak mempunyai orang tua, adalah anak yang tidak ada lagi ayah dan ibu kandungnya Pasal 1 butir 5. b. Anak yang tidak mampu, adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani maupun sosial dengan wajar Pasal 1 butir 6. 17 c. Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial Pasal 1 butir 7. d. Anak yang mengalami masalah kelakuan adalah anak yang menunjukkan tingkah laku menyimpang dari norma-norma masyarakat Pasal 1 butir 8. e. Anak cacat adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan atau jasmani sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar Pasal 1 butir 9. Dalam UU Pengadilan Anak diatur mengenai anak nakal, yaitu anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang- undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan diatur mengenai Anak Didik Pemasyarakatan, yaitu : a. Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun. b. Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun. c. Anak Sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun. Selain itu pada saat sekarang banyak dijumpai anak jalanan, yang keberadaannya semakin bertambah. Anak jalanan mengandung pengertian anak yang hidup di jalanan dan anak yang bekerja di jalanan. 18 Dalam hubungan keluarga anak dibedakan menjadi anak sah dan tidak sah. Anak sah menurut Pasal 250 KUHPerdata adalah anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, sehingga memperoleh suami ibunya sebagai bapaknya. Hal ini berarti bahwa untuk dapat disebut anak sah harus memenuhi dua syarat, yaitu dilahirkan dalam perkawinan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan. Dengan demikian anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah merupakan anak yang sah, meskipun anak tersebut dibenihkan di luar perkawinan. Demikian juga dapat disebut anak sah apabila ditumbuhkan atau dibenihkan di dalam perkawinan, meskipun dilahirkan setelah perkawinan orang tuanya bubar. Menurut Pasal 42 UUP jo Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dari ketentuan tersebut ada dua ukuran untuk menentukan sahnya anak, yaitu anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah atau anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah. Pada prinsipnya ketentuan anak sah menurut UUP tidak jauh berbeda dengan apa yang ditentukan dalam KUHPerdata. Anak yang dilahirkan dari ibu dan ayah yang tidak terikat suatu perkawinan dinamakan anak luar kawin. Anak luar kawin merupakan anak yang tidak sah. Menurut KUHPerdata, anak luar kawin dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu: a. Anak alami natuurlijk kind, yaitu anak yang dilahirkan akibat dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang kedua-duanya di luar ikatan perkawinan. b. Anak zina overspelige kinderen, yaitu anak yang dilahirkan akibat hubungan antara laki-laki dan perempuan yang salah satu atau kedua- duanya terikat dalam perkawinan dengan orang lain. c. Anak sumbang in bloedschande geteelde kinderen, yaitu anak yang lahir akibat hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang satu sama lainnya menurut ketentuan Undang- undang dilarang kawin Agus Utantoro, 1988: 43. 19 Menurut Pasal 255 ayat 1 KUHPerdata anak yang dilahirkan 300 tiga ratus hari setelah perkawinan dibubarkan juga merupakan anak yang tidak sah. Menurut ilmu kedokteran sejak jaman Romawi masa kehamilan paling panjang adalah 300 tiga ratus hari, sehingga logikanya anak tersebut ditumbuhkan setelah perkawinan bubar Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 1995: 166.

3. Hak-hak Anak.