Berdasarkan analisis tersebut, secara sosial-ekonomi-budaya usaha peternakan sapi perah layak untuk dijalankan. Karena usaha ini telah memberikan
manfaat positif bagi ekonomi-sosial-budaya masyarakat sekitar lokasi usaha peternakan, yakni dalam hal pembukaan lapangan pekerjaan serta peningkatan
pendapatan.
6.1.5. Aspek Lingkungan
Usaha peternakan sapi perah memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan sekitar usaha yakni menimbulkan pencemaran lingkungan. Apabila
dilihat dari segi ilmiah, suatu lingkungan dapat disebut sudah tercemar bila memiliki beberapa unsur, yaitu : 1 Jika suatu zat, organisma, atau unsur-unsur
yang lain seperti gas, cahaya, energi telah tercampur terintroduksi ke dalam sumberdayalingkungan tertentu; dan 2 Karenanya menghalangimenganggu
fungsi atau peruntukan dari sumber dayalingkungan tersebut Siahaan, 2004. Pencemaran lingkungan yang terdapat di Kecamatan Cisarua dan
Megamendung diakibatkan oleh limbah yang dihasilkan oleh ternak, yaitu kotoran sapi. Rata-rata ternak sapi menghasilkan kotoran sebanyak 30 kg per harinya.
Apabila dijumlahkan setiap peternak skala besar memiliki total sapi lebih dari 10 ekor, maka dalam sehari jumlah kotoran yang dihasilkan lebih dari 300 kg. Maka
total keseluruhan dari peternakan skala besar saja, dapat menghasilkan minimal 1500 kg kotoran sapi per hari.
Jumlah kotoran yang dihasilkan tersebut, digunakan peternak sebagai pupuk, namun sebagian besar lainnya dialirkan begitu saja melalui sungai, tanpa
adanya pengolahan terlebih dahulu. Sehingga, hal tersebut menimbulkan pencemaran di sungai yang berada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung,
yang kemudian mengalir secara langsung ke Sungai Ciliwung yang berada di Ibu Kota Jakarta.
Adanya kotoran ternak yang masuk ke dalam sungai tersebut, menyebabkan penurunan kualitas air sungai, yakni adanya pencemaran dari
bakteri fecal coli dan total coli. Padahal Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang telah dipilih sebagai percontohan untuk memperbaiki dan
memulihkan kondisi sungai di Indonesia. Sungai tersebut juga berperan sebagai
sungai lintas propinsi yang melalui tiga kabupaten di Propinsi Jawa Barat dan empat kotamadya di wilayah Propinsi DKI Jakarta.
Selain itu, air sungai merupakan salah satu sumber kehidupan masyarakat, banyak masyarakat yang menggunakan sungai sebagai sarana mencuci, mandi
atau keperluan lainnya. Selain penurunan kualitas air, pencemaran yang diakibatkan oleh kotoran ternak, dapat menimbulkan berbagai penyakit bagi
masyarakat yang menggunakan air sungai, misalnya saja penyakit diare atau penyakit kulit.
Untuk mengatasi permasalahan pencemaran tersebut, pihak Kementrian Lingkungan Hidup berusaha memberikan solusi untuk mengurangi dampak
pencemaran yang masuk ke dalam Sungai Ciliwung, yakni melalui bantuan reaktor biogas terhadap usaha peternakan masyarakat yang terdapat di Kecamatan
Cisarua dan Megamendung. Melalui bantuan tersebut, diharapkan limbah yang berasal dari kotoran ternak dapat dikurangi alirannya menuju sungai dan
mendapatkan manfaat tambahan berupa biogas. Sehingga, dengan adanya penurunan jumlah kotoran ternak yang mengalir
ke dalam aliran sungai, kualitas air sungai dapat ditingkatkan, dan jumlah bakteri fecal coli dan total coli dapat diturunkan. Selain peningkatan kualitas air sungai,
melalui bantuan reaktor biogas, diharapkan masyarakat dapat mandiri dalam menghasilkan energi, sehingga dapat ikut mencegah krisis energi.
Namun, bantuan berupa reaktor tersebut belum dapat mengatasi permasalahan lingkungan yang dihadapi. Kapasitas dari reaktor skala 7 m
3
yang digunakan oleh peternak hanya menampung kotoran yang berasal dari 15 ekor
peternak, sementara rata-rata ternak yang dimiliki oleh usaha peternakan skala besar adalah 22 ekor. Dengan jumlah tersebut, setiap harinya sebanyak 210 kg
kotoran yang berasal dari tujuh ekor sapi, tidak dapat ditampung di dalam reaktor biogas. Sehingga, peternak membuang kotoran tersebut kedalam aliran sungai
yang mengalir langsung ke sawah yang dimiliki petani di Kecamatan Cisarua dan Megamendung atau langsung mengalir kedalam sungai.
Berdasarkan analisis tersebut pada aspek lingkungan, usaha peternakan sapi perah belum layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan, jumlah limbah
ternak yang dihasilkan tidak mampu tertampung seluruhnya. Sehingga, masih terdapat 210 kg kotoran yang dibuang ke sungai.
6.2. Analisis Aspek Finansial
6.2.1. Analisis Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah
Analisis finansial usaha peternakan sapi perah mengacu pada kondisi usaha peternakan yang memiliki produk utama susu segar dimana tidak terdapat
terdapat pemanfaatan dari limbah kotoran ternak yang dihasilkan. Komponen yang terdapat pada analisis ini merupakan komponen yang terjadi pada saat
penelitian dilaksanakan. Komponen pertama yang dianalisis pada aspek ini
adalah:
a Biaya
Komponen biaya yang dikeluarkan oleh usaha peternakan sapi perah skala besar, mencakup biaya investasi, biaya tetap serta biaya operasional. Biaya
investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan saat menjalankan usaha yaitu pada tahun pertama usaha, dimana jumlahnya relatif besar dan tidak dapat habis
dalam satu kali periode produksi. Biaya investasi ditanamkan atau dikeluarkan pada suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam periode yang
akan datang, yakni selama umur usaha, atau selama usaha tersebut dijalankan. Rincian biaya investasi yang dikeluarkan oleh usaha peternakan sapi perah, dapat
dilihat pada Tabel 9. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama sebesar Rp
411.001.000,00 yang terdiri dari biaya pembangunan kandang, pembelian tanah, pembangunan gudang, hingga pembelian peralatan seperti sekop, ember stainless,
milk can, pipa paralon, selang, gelas ukur, gaco, dan sapi. Seluruh biaya investasi
dikeluarkan secara tunai oleh peternak.