Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang mengembangkan usaha peternakan sapi perah, hal terlihat dari jumlah total ternak yang mencapai
5.907 ekor Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, 2008. Usaha peternakan tersebut tersebar di berbagai wilayah, seperti di Kecamatan Cibungbulang,
Pamijahan, Ciseeng, Cisarua, dan Megamendung. Dari beberapa wilayah tersebut, Kecamatan Cisarua dan Megamendung memiliki populasi sapi perah dengan
jumlah yang cukup tinggi yakni 1.140 ekor ternak. Usaha peternakan yang terdapat di Kecamatan Cisarua dan Megamendung menghasilkan susu segar yang
dipasarkan ke PT. Cisarua Mountain Dairy melalui KUD Giri Tani. Selain menghasilkan susu segar, usaha peternakan sapi perah juga menghasilkan limbah
berupa kotoran ternak yang belum dimanfaatkan. Tidak termanfaatkannya kotoran ternak dan belum adanya pengolahan lebih lanjut dari kotoran tersebut,
menyebabkan timbulnya pencemaran lingkungan. Pencemaran ini akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar. Sehingga, perlu adanya
solusi pemanfaatan kotoran ternak untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya dengan pemanfaatan limbah kotoran ternak untuk menghasilkan energi
alternatif biogas.
1.2. Perumusan Masalah
Koperasi Unit Desa KUD Giri Tani, merupakan sebuah koperasi yang berada di Kampung Baru Tegal, Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bogor. Anggota dari KUD Giri Tani berjumlah ± 140 peternak yang tersebar di lima kelompok peternak yang berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan
Megamendung dan Kecamatan Cisarua. Kelompok peternak yang terdapat di Kecamatan Megamendung adalah
Kelompok Mekar Jaya, yang berada di Desa Cipayung. Sedangkan, kelompok peternak yang terdapat di Kecamatan Cisarua adalah Kelompok Baru Tegal, Baru
Sireum, dan Bina warga yang berada di Desa Cibeureum serta Kelompok Tirta Kencana yang berada di Desa Tugu Selatan.
Jumlah ternak yang dimiliki oleh para peternak di koperasi tersebut beragam, mulai dari peternak skala kecil yang memiliki jumlah ternak dibawah
empat ekor, hingga peternak besar skala besar yang memiliki tujuh ekor sapi
Erwidodo diacu dalam Wulandari. Setiap peternakan mampu memproduksi susu segar setiap harinya. Produksi susu yang dihasilkan kemudian disalurkan melalui
KUD Giri Tani untuk kemudian di pasarkan ke PT. Cisarua Mountain Dairy Cimory, yang berada di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Peternak yang berada di kawasan ini, menggabungkan lokasi usaha peternakan dengan kediaman rumah tangga. Banyaknya jumlah ternak yang
dimiliki akan menyebabkan tingginya jumlah limbah berupa kotoran ternak yang dihasilkan. Berdasarkan survei lapangan, dalam satu hari ternak dewasa mampu
menghasilkan rata-rata 30 kg kotoran per harinya, sedangkan ternak anak pedet rata-rata dapat menghasilkan 15 kg kotoran perharinya. Maka, untuk satu peternak
skala kecil, setiap harinya akan menghasilkan 90 kg kotoran ternak, sedangkan untuk peternak skala besar, masing-masing peternak yang ada dapat menghasilkan
330-2.250 kilogram kotoran ternak setiap harinya. Jika dijumlahkan, keseluruhan peternak yang ada dengan total 140 peternak, dan mayoritas adalah peternakan
skala kecil dan menengah, maka kotoran ternak yang dihasilkan di wilayah tersebut akan mencapai lebih dari 10.000 kg dalam seharinya.
Limbah tersebut menimbulkan permasalahan di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Belum adanya pengolahan lebih lanjut untuk kotoran ternak yang
dihasilkan serta tidak tersedianya tempat penampungan yang sesuai untuk kotoran tersebut, menyebabkan para peternak membuang kotoran kedalam aliran-aliran
sungai yang berada di sekitar peternakan mereka. Hal tersebut menimbulkan efek yang negatif bagi lingkungan, seperti
adanya bau dan pencemaran air sungai, untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kementrian Lingkungan Hidup memberikan bantuan berupa pembangunan
reaktor biogas di sejumlah usaha peternakan yang merupakan anggota KUD Giri Tani. Pembangunan reaktor ini dimulai pada tahun 2008 dengan membangun
reaktor berskala 17 m
3
sebanyak dua unit di kelompok ternak Bina Warga. Namun, pada pelaksanaannya reaktor dengan skala tersebut tidak cukup
efektif untuk diterapkan. Pada prinsipnya, reaktor biogas skala 17 m
3
dapat digunakan untuk lebih dari satu peternak, namun kenyataan dilapangan
penggunaan reaktor ini hanya diperuntukkan bagi satu peternak. Hal ini dikarenakan lokasi antar kandang yang tidak terletak secara berdekatan. Maka
untuk mengatasi hal tersebut, reaktor yang dibangun memiliki skala lebih kecil, yaitu 5 dan 7 meter
3
. Reaktor skala 5 m
3
diberikan kepada usaha peternakan dengan skala menengah kebawah yang hanya memiliki jumlah ternak rata-rata dibawah 10
ekor. Sedangkan reaktor skala 7 m
3
diberikan kepada usaha peternakan dengan skala besar yang memiliki jumlah ternak lebih dari 10 ekor. Hingga tahun 2009,
bantuan pembangunan reaktor biogas telah diberikan kepada 57 peternak dengan rincian 2 unit reaktor skala 17 m
3
, 7 unit reaktor skala 7 m
3
, dan 48 unit reaktor skala 5 m
3
. Pada tahun 2010 direncanakan akan terdapat penambahan bantuan sebanyak 50 unit.
Pembangunan reaktor ini memiliki berbagai keuntungan, selain dapat mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah ternak berupa kotoran,
reaktor ini juga dapat menghasilkan bahan bakar berupa biogas dan pupuk organik sebagai limbah sisanya. Sehingga, pengembangan reaktor biogas dapat
menjadikan usaha peternakan sapi perah menjadi usaha yang zero waste atau tidak menghasilkan limbah.
Selain keuntungan tersebut, adanya biogas yang dihasilkan dapat membantu mengatasi permasalahan energi yang saat ini sedang dihadapi, karena
biogas yang dihasilkan dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar rumah tangga, yaitu pengganti minyak tanah dan gas elpiji untuk memasak dan
juga sebagai generator pembangkit tenaga listrik untuk skala rumah tangga. Peternakan skala besar, dengan kepemilikan ternak lebih dari 10 ekor,
memberikan kontribusi yang sangat besar dalam usaha peternakan yang tergabung didalam KUD Giri Tani. Dengan jumlah ternak yang lebih banyak, peternak skala
besar ini mampu memproduksi susu dengan kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan para peternak lain, yang mayoritas merupakan peternakan
skala kecil dan menengah. Selain itu, dalam hal jumlah limbah ternak yang dihasilkan, limbah yang dihasilkan oleh peternakan skala besar pun lebih banyak,
dan hal ini mengindikasikan bahwa peternakan skala besar berkontribusi cukup besar dalam hal pencemaran lingkungan, yang diakibatkan oleh adanya limbah
tersebut.
Oleh karena itu, pembangunan reaktor biogas skala besar, yakni 7 m
3
, diperlukan untuk mengatasi permasalahan limbah yang dihadapi. Namun,
pembangunan reaktor biogas yang merupakan sebuah bantuan bagi peternak belum diketahui apakah layak ataupun tidak jika dilaksanakan atau dilanjutkan
pada usaha peternakan yang telah ada. Penentuan kelayakan dari suatu usaha dilakukan melalui analisis-analisis
lebih mendalam terhadap berbagai aspek yang terkait. Menurut Nurmalina, dkk 2009, terdapat beberapa aspek utama yang harus dianalisa, yaitu aspek : pasar,
teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya, lingkungan, serta finansial.
Aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya, serta lingkungan merupakan aspek non-finansial yang akan dipaparkan secara
deskriptif. Sedangkan aspek finansial akan dipaparkan secara kuantitatif dengan melakukan perhitungan kriteria investasi serta perhitungan Incremental Net
Benefit secara komersial dan non komersial dari usaha peternakan sapi perah
dengan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas dan usaha peternakan sapi perah tanpa adanya pemanfaatan limbah.
Usaha peternakan sapi perah merupakan salah satu usaha yang rentan terhadap risiko, baik itu risiko harga dari input maupun output serta risiko
produksi dari output yang dihasilkan. Risiko ini dapat mempengaruhi kelayakan dari usaha peternakan, sehingga perlu dimasukkan kedalam perhitungan secara
finansial, yakni dengan melakukan analisis skenario. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian,
yaitu : 1.
Bagaimana kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dengan penerapan reaktor biogas skala 7 m
3
dilihat dari aspek non finansial ? 2.
Bagaimana kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dan kelayakan pengusahaan biogas skala 7 m
3
dengan pemanfaatan limbah pada usaha peternakan sapi perah skala besar ?
3. Bagaimana kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar dengan
pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas secara finansial jika terjadi risiko pada harga output dan jumlah output yang dihasilkan ?
4. Bagaimana kelayakan usaha peternakan sapi perah skala besar setelah
adanya pemanfaatan limbah jika dilihat melalui perhitungan Incremental Net Benefit
?
1.3. Tujuan Penelitian