Etnografi berbasis spasial Wisdom Perspective of Malind Tribe Important Sites as Referrals in Detailed Land Use Plan Preparation of Merauke Regency

Penelitian ini kemudian akan digiring untuk mengetahui sejauh mana pemahaman, pengalaman dan harapan para pihak yang dikatagorikan sebagai publik atau masyarakat dalam koridor tata ruang. Persepsi masyarakat akan digali lebih dalam untuk mengetahui komposisi dominasi dari persepsi tentang pengetahuan, peran dan sikapnya dalam pemanfaaatan dan pengendalian ruang wilayah di Kabupaten Merauke.

2.10 Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Peraturan Zonasi

Persoalan penataan ruang di Indonesia pada dasarnya berakar pada bagaimana pelaksanaan pembangunan dilakukan. Dalam pelaksanaannya suatu pengembangan kawasan seringkali tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan menjadikan keduanya sebagai suatu produk yang bertentangan. Rencana tata ruang yang telah disusun akan tetap menjadi suatu dokumen sedangkan pelaksanaan pembangunan tetap berjalan berdasarkan permintaan pasar. Ketidaksesuaian antara rencana tata ruang yang telah disusun dengan pelaksanaan pembangunan ini membutuhkan apa yang disebut dengan pengendalian. Dalam Undang-Undang UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa pengendalian merupakan bagian dari proses penyelenggaraan penataan ruang yang berupaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memastikan bahwa proses pemanfaatan ruang telah sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan seringkali kawasan yang seharusnya menjadi kawasan pengembangan disalahgunakan oleh masyarakat setempat. Oleh karenanya zonasi kawasan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah menjadi berkurang dan akhirnya ditetapkanlah Penambahan Zonasi Pengembangan Kawasan. Dalam pelaksanaan pembangunan, pengendalian memiliki dua fungsi yaitu: 1 Fungsi untuk memperbaiki suatu kegiatan yang telah berlangsung lama namun keberadaanya tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. 2 Fungsi untuk mencegah terjadinya pembangunan yang tidak sesuai dengan acuan yang telah disusun. Kedua fungsi pengendalian tersebut pada dasarnya diarahkan untuk tujuan, mengarahkan dan mendorong pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada dan visi misi daripada pembangunan itu sendiri. Berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bentuk pengendalian penyelenggaraan penataan ruang pada dasarnya meliputi empat jenis, yaitu peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.  Peraturan Zonasi, merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blokzona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang  Perizinan, merupakan upaya untuk memperbolehkan atau tidak memperbolehkan suatu kegiatan berlangsung pada suatu wilayah sesuai dengan tata ruang, dengan mengeluarkan penerbitan surat izin.  Pemberian Insentif dan Disinsentif, merupakan upaya untuk mengarahkan pembangunan dengan memberikan dorongan terhadap kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan upaya menghambat terhadap kegiatan yang bertentangan dengan rencana tata ruang.  Pengenaan Sanksi, merupakan upaya untuk memberikan tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dari semua bentuk pengendalian yang ada, peraturan zonasi merupakan salah satu alat untuk pengendalian pemanfaatan ruang yang kedudukannya setara perizinan, insentifdisinsentif, dan sanksi. Secara diagramatis kedudukan peraturan zonasi berdasarkan UU No. 26 Tahun 2009 tentang Penataan Ruang dapat digambarkan seperti Gambar 2. Peraturan Zonasi Zoning regulation yang merupakan perangkat aturan pada skala blok yang umum digunakan di negara maju potensial untuk melengkapi Rencana Detil Tata Ruang Kabupatenkota RDTRK agar lebih operasional. Penggunaan peraturan zonasi dapat dilakukan di negara-negara maju Amerika Serikat dan Eropa Barat dikarenakan pola ruang wilayah administratif pada negara-negara tersebut didasarkan pada pola pengembangan blok. Dengan pola ini, disertai dengan kelengkapan instrumen data dan kelembagaan, maka peraturan zonasi dapat ditegakkan sesuai dengan tujuan dari peraturan zonasi itu sendiri. Untuk penggunaannya di Indonesia, ternyata peraturan zonasi tersebut memerlukan modifikasi tersendiri dikarenakan pengembangan pola ruang di Indonesia masih didasarkan pada deliniasi administratif atau deliniasi kawasan yang berfungsi sama. Berdasarkan hal ini, maka tentunya pelaksanaan peraturan zonasi harus berusaha diadopsikan dengan pola perencanaan di Indonesia. Terhadap penerapan peraturan zonasi ditemui beberapa kesulitan mendasar untuk langsung diadopsikan pada perencanaan ruang di tingkat Nasional apalagi di daerah. Permasalah-permasalahan yang harus diantisipasi antara lain mencakup terlalu banyaknya varian sehingga memerlukan waktu dan biaya yang besar, pola penataan lama akan mengalami perbenturan konsep dengan pola yang baru, pengaturan ruang sangat rigit sehingga kurang pas pada Kabupatenkota yang dinamis dan sedang berkembang. Peraturan zonasi di beberapa negara selain Indonesia diberlakukan dengan istilah yang berbeda-beda, antara lain zoning code, land development code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning by law, dan sebagainya Zulkaidi, 2008. Peraturan zonasi lebih dikenal dengan istilah populer zoning regulation, dimana kata zoning yang dimaksud merujuk pada pembagian lingkungan Kabupatenkota Gambar 2. Bagan posisi peraturan zonasi dalam penataan ruang