Penataan Ruang Kabupaten Wisdom Perspective of Malind Tribe Important Sites as Referrals in Detailed Land Use Plan Preparation of Merauke Regency

Identitas jati diri setiap marga di sub Suku Malind anim tidak terlepas dari sistem totemismepenyimbolan di alam melalui flora dan fauna serta gejala alam. marga gebze identik dengan kelapa, marga Balagaize identik dengan jenis elang bondolelang laut, Samkakai dengan kangguru, Basik-basik identik dengan babi, kaize dengan hewan kasuari dan api, Mahuze identik dengan sagu dan seterusnya. Setiap totem memiliki aturan pemanfaatan secara adat yang ditentukan oleh setiap marga identiknya seperti yang disajikan pada Lampiran 2. Keraf 2005 dalam Marfai 2012, menyatakan bahwa kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah semua bentuk keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan dalam komunitas ekologis. Nilai kearifan lokal masyarakat adat Malind secara antropologis dalam perspektif rumpun Melanesia mengenal empat aspek penting dalam hubungannya dengan tanah dan alam yaitu Hidup berlimpah, menyangkut ketersediaan alam yang utuh yang mencukupi semua kebutuhan hidup. Komunitas yang berkaitan dengan kehidupan bersama antar keluarga inti, antar marga dan antar Suku yang saling membantu, komunitas juga terkait bukan hanya dengan tumbuhan, hewan dan manusia hidup tetapi juga berkaitan dengan orang mati, leluhur dan yang ada didalam tanah. Relasi hubungan dan transaksi resiprositas atau memberi dan menerima bahwa ada transaksi yang selalu dilakukan antar marga atau Suku, baik dalam membangun persaudaraan maupun menjaga kekerabatan dan keturunan, biasanya dilakukan dalam bentuk kematian, perkawinan ada tukar anak, sistem pinjam pakai lahan dan sebagainya, prinsipnya supaya kita selamat untuk hari ini dan masa depan, ada timbal balik. Pada sub Suku Malind tanah besar, kepemimpinan adatnya disebut ‘pakas anim’. Dalam ‘pakas anim’ pembagian kewenangan dilakukan berdasarkan fungsi seseorang yang sudah melalui tahapan inisiasi atau pendidikan dan penobatan adat secara berjenjang, untuk memangku jabatan tertentu dalam kepemimpinan tersebut. Adapun urutan kepemimpinan dalam pengambilan keputusan dari tingkat lebih rendah sampai tertinggi adalah anim, mburaro, mitawal, kuunam dan wadikasi, dimana setiap ucapan yang keluar dari mulutnya adalah keputusan, nasehat dan pemutus perkara. Urutan kepemimpinan dan ketokohan ini memiliki kemiripan bagi sub Suku Malind baik wilayah pantai maupun bobrawa dan dekhutan, namun berbeda penyebutan untuk sub Suku lainnya seperti sub Suku Yeinan, Khima-khima dan Kanume. Gambar 14. Skema konstruksi kearifan Suku Malind dengan lingkungan alam Tempat penting menurut jenis pemaknaannya berkaitan dengan mitologisejarah , kisah perjalanan leluhur dan kejadian tertentu. Informasi ini dpertegas tokoh kunci Suku Malind yang mengatakan bahwa : Malind-anim sebelum kedatangan para misionaris katolik, sudah mempunyai suatu kepercayaan yang berdasar pada Totemisme, kalau saya boleh katakan demikian ini, yang dalam Bahasa Marind sendiri disebut ‘Mayo’, yang terpecah dalam aliran-aliran : Imoh, Ezam, Sosom, Mayo-Bodol, Mayo Ndamand, Mayo Walamol dan aliran kebatinan kecil-kecil a.l. ArapaAlapa. Kepercayaan ini sudah mengatur dirinya terhadap alam lingkungannya dan mengatur tata kemasyarakatannya, hingga dia memenuhi sayarat-syarat kehidupan bermasyarakat sabagai masyarakat manusia. Gebze, 2000 Wilayah adat dalam penelitian ini dibatasi pada sub Suku Malind anim, dan Mbian anim, seperti yang ditunjukan peta pada Gambar 15. Wilayah di pesisir pantai sampai hulu dari dua sungai : Kumbe dan Bian, dengan dialek bahasa yang berbeda, distribusi penduduk yang tinggal di pesisir pantai berbeda dengan masyarakat yang tinggal di rawa dan daratan lebih ke dalam atau ke hulu. Gambar 15. Peta posisi wilayah adat Suku Malind anim, Mbian anim Tempat penting memiliki makna yang identik dengan tempat atau kawasan yang dianggap sakral, hubungannya dengan identitas diri atau jati diri marga- marga berupa tempat ritual, daerah kuburan leluhur, kampung lama ataupun terjadinya kejadian tertentu yang berhubungan dengan akfititas leluhur yang disebut ‘amai’, dan makna lainnya adalah tempat yang biasanya masyarakat mencari makan. Pembagian jenis Tempat penting sesuai dengan cerminan identitas adat Malind dan makna pemenuhan kehidupan sehari hari dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Perjalanan atau “dema kay” dan persinggahan leluhur atau “ Demadap Mir” Pada masa awal perjalanan satu sub Suku maka “dema” atau “amai” bacaμ moyang atau leluhur memiliki perjalanan panjang dan biasanya semua datangnya dari arah timur atau disebut wilayah matahari terbit dan menuju ke barat atau dari pesisir naik ke utara. Tempat yang merupakan perjalanan biasanya ditandai dengan garis perjalanan yang juga diselingi dengan tempat singgah sementara ataupun persinggahan terakhir dimana dema akhirnya menemui ajalnya dan mati. Ada jalur pergi dan jalur kembali. Simbolnya disepakati segi tujuh dengan warna merah dohai untuk persinggahan dan garis berwarna merah untuk perjalanan. Warna merah digunakan karena mengandung makna larangan atau sakral. Kepercayaan Malind tentang kematian mempercayai bahwa semua Suku Malind ketika mati akan kembali ke Kondo melalui jalur perjalanan yang disebut “Heiz pale” atau jalur roh yang ditandai dengan adanya urat tanah urat tanah, baca: gundukan tanah yang biasanya akan saling sambung menyambung. Karena generasi suku masih hidup dan ada sehingga jalur dianggap sakral untuk tetap dijaga dan tidak boleh di hilangkan sehingga pada lokasi ini tidak diperbolehkan adanya aktiftas pemanfaatan lahan yang memutuskan jalur tersebut, biasanya hanya terbatas untuk pemanfaatan sehari hari bagi keluarga bukan komersil atau besar besaran. Gambar 16 menunjukan lokasi di alam biasanya merupakan satu hamparan atau pohon besar. Gambar 16. Lokasi Perjalanan leluhurdema di Lapangan 2. Dema Say tempat mitologi Wilayah ini berhubungan dengan terjadinya kejadian penting menyangkut asal usul manusia maupun hewan sebagai totem tertentu. biasanya tempat- tempat ini dipercaya sebagai tempat kediaman roh leluhur. Di semua marga tempat ini sangat disakralkan sehingga siapapun tidak boleh masuk di lokasi ini. Biasanya tempat sakral dilambangkan dengan simbol segi tujuh dengan warna merahdohai dan titik hitamkoyhai ditengahnya. Gambar 17 menunjukan lokasi di alam yang biasanya tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang kecuali marga yang bersangkutan, bahkan difoto seperti ini juga tidak bisa sebelum mendapat izin dari marga yang menjaga tempat ini. Ada kepercayaan jika kita berbuat tidak baik di lokasi ini maka akan kena celaka dalam hidupnya. Gambar 17 Lokasi tempat mitologi di lapangan 3. Kuburan leluhur atau Amayen sai Biasanya dimiliki oleh setiap marga di kampung karena ditempat ini merupakan tempat leluhur mati dalam perjalanannya. Wilayah ini biasanya harus dikomunikasikan kepada marga lainnya, sifatnya peringatan dari marga yang bersangkutan sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Gambar 18 memperlihatkan kawasan kuburan leluhur yang memang tidak nampak seperti kuburan secara fisik namun biasanya hanya bentuk area atau hutan tertentu dengan beberapa jenis pohon besar menjadi penandanya. Gambar 18. Lokasi Kuburan Leluhur di Alam 4. Tempat Ritual atau Pungga Sai Kawasan ritual dianggap penting karena pada masa dahulu ketika masih terpencar di dusun-dusun, masyarakat secara rutin melakukan panen tahunan yang mengumpulkan berbagai golongan sebagai ikatan Suku, biasanya diadakan pesta dan ritual inisiasi untuk melestarikan adat melalui pendidikan kepada generasi muda ataupun penobatan dalam jabatan adat. Saat masyarakat sudah hidup dengan pola kampung maka ritual untuk golongan imo dapat difokuskan di kampung saja, setiap marga menjaga dan menggangap kawasan ini penting bagi adat sehingga harus dilestarikan. Golongan lain seperti zozom, ezam dan mayo masih melaksanakan ritual jauh dari kampung. Biasanya dikawasan yang terdiri dari satu hamparan luas yang disiapkan untuk ritual akan ditunjuk penyelenggaranya, yang ditunjuk oleh kelompok marga dalam sistem penjuru mata angin ataupun keputusan adat di kampung saja. Tempat ini juga harus representatif menampung setiap peserta untuk berada disana sampai upacara adat selesai dilaksanakan. Gambar 19 Gambar 19. Tempat Ritual Adat 5. Dusun Sagu atau Dah Nanggaz Masyarakat meyakini kawasan yang ditumbuhi dusun sagu selalu menjadi sumber kehidupan karena sagu sebagai tumbuhan yang menghasilkan bahan olahan pokok bagi mereka, kawasan ini juga menjadi tempat berteduh leluhur karena ada ikatan batin yang sangat kuat dengan nakali atau manusia yang memiliki daerah ini. Karena sagu juga merupakan salah satu totem penting dari marga Mahuze maka marga lain dalam memanfaatkan sagu dan wilayah sekitar dusun sagu harus menghormati. Kawasan ini juga secara ekologis sangat berguna untuk menyimpan air dan sebagai indikator ekuifer karena apabila ada dusun sagu biasanya airnya selalu baik dan berlimpah. Simbolnya yang disepakati antara marga dalam penggambaran adalah pohon sagu dewasa dan sagu anak atau yaang baru tumbuh. Filosofi simbol bahwa sagu dewasa menunjukan sagu yang dapat dikonsumsi oleh generasi kini dan menyisakan sagu anak atau baru tumbuh untuk generasi mendatang. merupakan pusat kawasan cari makan lainnya seperti berburu, biasanya terdapat bevak masyarakat atau persinggahan sementara selama mencari makan. Gambar 20 Gambar 20 Lokasi dusun Sagu 6. Sumber air atau awamdka Sumber air yang dimaksud Suku Malind ada dua macam berupa rawa permanen yang pada musim kemarau tetap menyediakan air dan sumber air buatan atau sumur yang sengaja dibuat oleh moyang dan penduduk namun biasanya punya sejarah dan selalu airnya tersedia sepanjang tahun. Simbolnya adalah bentuk sumur melingkar tanda air tenang dan tidak bergerak dengan garis bergelombang yang menunjukan air yang dapat mengalir. Sumber air biasanya berada di dekat kawasan dusun sagu namun adakalanya juga berada di tengah-tengah rawa. Gambar 21 Gambar 21 Bentuk Sumber Air yg di buat secara alami 7. Hutan berburu atau Aweawe say Daerah ini ditandai dengan adanya hutan atau tempat biasanya hewan berada atau berkumpul, yang datarannya agak lebih tinggi, biasanya terdapat hewan seperti kangguru, babi hutan, rusa dan jenis marsupilia seperti bandikot. Pada musim penghujan ketika air mulai menutupi seluruh kawasan dan tergenang kawasan ini akan didatangi hewan untuk berlindung dari air. Berbagai jenis burung juga selalu mendatangi lokasi ini, padaawal musim penghujan saat rumput muda mulai tumbuh menunjukan ketersediaan pakan berlimpah dan menarik satwa dari jenis mamalia untuk memanfaatkan rumput muda sebagai sumber pangan utama. Masyarakat adat dalam setiap marga biasanya memiliki lokasi berburu sendiri-sendiri da juga secara bersama, kegiatan berburu masal dikenal dengan sebutan Ohan, yang biasanya dipraktekan sebagai bagian dari menjalin keeratan antar komunitas masyarakat di satu kampung. Ohan basik atau berburu babi dalam ritual Malind dilakukan untuk tetap menjaga kebersamaan yang dipimpin oleh kelompok marga Basik- basik karena babi merupakan totem mereka. Masyarakat mengkatagorikan kawasan hutan perburuan sebagai kawasan penting bagi mereka untuk mendapatkan sumber makanan dan cadangan makanan. Biasanya kawasan ini dapat merupakan hamparan terbuka dan juga hambaran hutan yang di laintai hutannya tidak rapat dan hanya terdapat alang-alang dan rumput rendah yang menjadi konsumsi hewan buruan. Gambar 22 Gambar 22. Lokasi hutan berburu 8. Tempat pelestarian adat atau Pungga Kawasan ini oleh sub Suku Malind dianggap sebagai kawasan yang punya hubungan dengan tempat tinggal roh-roh leluhur yang menjaga dan melindungi alam dengan segala isinya atau tempat duduk adat untuk penyepakati sesuatu hal. Nilai kearifan pada kawasan ini memberikan keleluasan bagi setiap marga untuk dapat memanfaatkan secara tradisional untuk kebutuhan pangan, pakai, obat-obatan dan lain sebagainya yang berhubungan dengan konsumsi internal tanpa adanya intervensi pihak lain. Kawasan ini juga sering dipakai untuk tempat menyimpan benda-benda adat atau harta adat yang sakral, biasanya terlarang bagi orang lain selain marga yang bersangkutan atau Suku Malind. Dalam peruntukan kawasan marga marga sepakat untuk kawasan ini tidak digunakan atau dirubah untuk penggunaan lain. Tempat ini biasanya diberi tanda tertentu sesuai tanda marga kulit bush atau alang-alang yang dibentuk sesuai totem yang memberi peringatan pada setiap orang dari marga lain untuk tidak masuk ataupun berhati- hati jika memasuki wilayah ini. Kawasan ini biasanya ditunjukan dengan adanya bevak masyarakat, karena biasanya mereka tinggal dan menetap sementara sampai bahan makanan atau obat obatan sudah cukup dikumpulkan Gambar 23 Gambar 23. Lokasi Pelestarian Adat Marga-marga di empat kampung juga menyepakati bentuk pola ruang tradisional melalui kategori sakral dan keberadaan alam sebagai sumber makanan alami yang secara turun-temurun dijaga kelestariannya. Penyebaran Tempat penting dari hasil pemetaan di empat kampung yaitu Zanegi, Kaliki, Kolam dan Selauw Gambar 24,25,26 dan 27 menunjukan indikasi tumpang tindih Tempat penting pada pola ruang lindung dan budidaya sesuai RTRWK untuk itu patut menjadi perhatian serius khususnya pada pola ruang budidaya karena berkaitan dengan lahan yang akan dimanfaatkan dan dirubah fingsinya. Diharapkan kedepan kawasan tersebut dapat dihindari sebagai bentuk pelestarian kawasan tempat penting ketika akan melakukan pemanfaatan lahan. Misalnya di Kampung Zanegi lahan kampung yang terbagi berdasarkan dua kelompok marga besar yaitu Sub Ndimarse dan Sub Haywse, yang membagi menjadi dua bagian wilayah Gambar 24. Adanya pola penyebaran yang hampir merata menunjukan wilayah jelajah masyarakat dan mitologi sejarah leluhur yang memposisikan warga untuk mendiami kampung Zanegi khususnya kedua kelompok sub marga tersebut. Bentuk area, garis dan titik dalam penyimbolan yang menunjukan tingkat peta mental masyarakat dalam merumuskan pengalaman hidup yang menjadi jati diri dan kedekatan mereka dengan alam. Hal ini berlaku sama bagi 3 kampung lainnya walaupun berbeda cerita dan pengalaman namun punya keterkaitan dalam perjalanan leluhur dari satu lokasi ke lokasi berikutnya atau kampung ke kampung berikutnya Peta tersaji pada lampiran 8,9, 10 dan 11 Secara teknis untuk melindungi jenis Tempat penting yang bersifat titik di peta seperti persinggahan leluhur, sumber air, tempat mitologi dan kuburan leluhur, atau yang di alam hanya ditunjukan dengan adanya pohon, sumur atau luasan area maksimum sampai 20 meter persegi, maka konsensus bersama masyarakat menentukan radius Tempat penting mulai dari 500 meter sampai dengan 2 kilo meter tergantung kesepakatan marga di masing-masing kampung. Pernyataan masyarakat adat juga menginginkan adanya pembangunan yang masuk ke kampung dan wilayah adat mereka dengan cara menghormati tempat- Tempat penting dengan tentunya mengajak mereka berdiskusi diawal kegiatan. Ga mbar 24. P eta te mp at P enti ng Ka mpun g Z an eg i Ga mbar 25. P eta T empat P enti ng Ka mpun g K ali ki tempa t P enti ng Gambar 26. Peta Tempat penting Kampung Kolam Gambar 27. Peta Tempat Penting Kampung Selouw Pemetaan yang dilakukan di empat kampung menunjukan pembagian pola ruang detil sebagai hasil kesepakatan tetapi juga merupakan proses bagaimana masyarakat memahami arti pentingnya ruang untuk pembangunan yang masuk ke kampung mereka. Ruang dimaksud dibagi dalam empat katagori kodefikasi yang diklasifikasi kedalam fungsi ruang lindung dan ruang budidaya. Gambar 28 Gambar 28. Peta Hasil pemetaan 4 kampung Hasil analisis empat kampung yang ditunjukan pada Tabel 11 memberikan gambaran rumusan bentuk pola ruang tradisional yang telah menyesuaikan dengan fungsi ruang lindung dan budidaya dengan masing-masing pembagian sebagai berikut : 1. Pola Lindung berkaitan dengan kawasan yang tidak diizinkan atau dilarang, kawasan bersyarat, dan kawasan terbatas. kawasan yang tidak diizinkan berupa kawasan lokasi sakral dan pelestarian adat, kawasan pengelolaan bersyarat yang meliputi lokasi ritual, kediaman leluhur, kawasan pengelolaan terbatas meliputi dusun sagu, sumber air , kawasan perburuan dan lokasi kebun serta dusun bevak. 2. Pola budidaya berkaitan dengan kawasan yang diizinkan untuk pengelolaan lahan baik skala kecil sedang maupun besar. Kawasan pengelolaan diizinkan adalah kawasan yang dianggap masyarakat dapat dinegosiasikan untuk keperluan yang lebih luas seperti mendukung pembangunan kampung dan pemukiman, pembangunan daerah dan swasta perkebunan dan kehutanan. tabel kodefikasi pada Lampiran 11 Tabel 11. Perhitungan Pemanfatan Lahan hasil Pemetaan Partisipatif Kelas Pengelolaan setiap Kampung Luas Ha Luasan Kelas Pengelolaan Ruang Zanegi Pengelolaan Tidak Diizinkan 12,403 16.8 Pengelolaan Bersyarat 9,861 13.4 Pengelolaan Terbatas 11,600 15.7 Pengelolaan Diizinkan 39,965 54.1 Luas Total Kampung Hasil Pemetaan 73,829 Luasan Kelas Pengelolaan Ruang Kolam Pengelolaan Tidak Diizinkan 9,428 25.3 Pengelolaan Bersyarat 13,871 37.2 Pengelolaan Terbatas 5,375 14.4 Pengelolaan Diizinkan 8,586 23.0 Jumlah luas Kampung 37,261 Luasan Kelas Pengelolaan Ruang Selauw Pengelolaan Tidak Diizinkan 29,824 15.4 Pengelolaan Bersyarat 209 0.1 Pengelolaan Terbatas 13,998 7.2 Pengelolaan Diizinkan 149,363 77.2 jumlah luas Kampung 193,394 Luasan Kelas Pengelolaan Ruang Kaliki Pengelolaan Tidak Diizinkan 7,850 17.8 Pengelolaan Bersyarat 9,146 20.7 Pengelolaan Terbatas 3,189 7.2 Pengelolaan Diizinkan 23,992 54.3 Jumlah Luas Kampung 44,176 Rekaputilasi empat kampung Pengelolaan oleh masyarakat adat 126,754 36.4 Pengelolaan kemitraan dengan pihak lain 221,906 63.6 Luas Keseluruhan Kawasan 4 Kampung 348,660 100.0 Gambar 29 berupa Grafik pie menunjukan luasan dan prosentasi jumlah masing masing pola ruang tradisional dari penggabungan luasan empat kampung. Luasan yang disepakati masyarakat menyangkut kawasan yang tidak diizinkan 17 berupa kawasan lokasi sakral dan pelestarian adat, kawasan pengelolaan bersyarat 9 yang meliputi lokasi ritual, kediaman leluhur, kawasan pengelolaan terbatas 10 meliputi dusun sagu, sumber air , kawasan perburuan dan lokasi kebun serta dusun bevak. Kawasan pengelolaan diizinkan 64 adalah kawasan yang dianggap masyarakat dapat dinegosiasikan untuk keperluan yang lebih luas seperti mendukung pembangunan kampung dan pemukiman, serta kegiatan pembangunan lainnya. Dengan kecendrungan ruang budidaya lebih besar luasanyanya mencapai 221,906 hektar atau sekitar 63,7 dan luasan lindungan mencapai 126,754 atau 36.3 dari total luas kampung. Gambar 29 Grafik Pie Persentasi Pembagian Pola Ruang Tradisional Pola pengelolaan tradisional kawasan Tempat penting mengandung makna bahwa melalui pemetaan ini masyarakat secara arif memetakan Tempat penting mereka dan juga memberikan ruang yang cukup di kampung untuk proses negosiasi dengan pemerintah atau pihak ketiga dalam mendukung pembangunan kampung dan wilayah Kabupaten. Pengalokasian ruang bagi Tempat penting tidaklah mencakup seluruh kawasan kampung menunjukan bahwa masyarakat memiliki komitmen kuat untuk mendukung pembangunan daerah dengan menyediakan lahan pengelolaan untuk pengembangan wilayah, di samping mengamankan kawasan Tempat penting Mereka. Tempat penting sebagai sebagai makna dan nilai etnogradi yang dianut komunitas sebenarnya sulit untuk dibuat dalam urutan ranking yang lebih penting satu dengan lainnya dalam kepentingan perencanaan ruang. Jalan tengah bagi penyelesaian konflik tanah dan peruntukan ruang dalam pembangunan, kawasan yang dianggap zona Tempat penting yaitu : 1. Kawasan sakral berupa Persinggahan leluhur, tempat mitologi, kuburan leluhur dan tempat ritual dianggap zona yang sangat penting karena memberikan ruang kepada masyarakat adat agar dapat melaksanakan kegiatan budaya secara turun temurun dan melestarikan pusaka adat sebagai bentuk ekspresi praktek tradisi adat budaya. Disatu sisi memberikan pendidikan bagi masyarakat umum untuk menghormati tempat-tempat sakral yang diyakini oleh masyarakat adat dan arah dalam kegiatan pembangunan agar menghindari dan tidak melakukan kegiatan konversi pada kawasan sakral. 2. Kawasan Pelestarian Adat dianggap zona penting kedua setelah Sakral karena m elindungi keanekaragaman hayati yang menjadi identitas adat dan budaya, ketahanan pangan dan sumber obat tradisional masyarakat adat Malind. Wilayah ini tidak dapat diganti fungsi kawasannya selain komunitas adat marga pemilik kawasan. 3. Kawasan Perjalanan leluhur adalah zona yang melindungi alur perjalanan leluhur terutama menyangkut penyebaran dan asal muasal marga-marga dalam sejarah dan indentitas budaya Malind khususnya setiap marga. Dalam peruntukannya selama tidak merubah fungsi sebagai penghubung satu lokasi ke lokasi lainnya dari tempat persinggahan leluhur dan telah mendapat izin dari marga pemilik lahan maka dapat dibijaki untuk kepentingan pemenuhan infrastruktur ruang. 4. Kawasan budidaya tradisional mencakup dusun sagu, sumber air dan hutan berburu mencakup zona yang m elindungi sumber bahan pangan bagi masyarakat. Sebagai sumber bahan baku material bangunan. Mengatur sumber mata air selama musim kemarau. Melindungi nilai identitas budaya sebagai Totem dan kearifan lokal. Kemudian dapat diselaraskan untuk kepentingan pertanian terbatas yang berbasis pada kearifan setempat. 5. Zona lainnya yang berada di luar zona tempat penting diatas dapat dikatagorikan sebagai zona yang dapat dimanfaatkan dalam pola budidaya dengan keteraturan daya dukung alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat baik pemilik hak maupun semua pihak demi kemajuan wilayah kabupaten.

5.2 Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Penutupan Lahan dibagi dalam delapan jenis lahan yaitu Hutan H, Hutan Bakau HB, Savanna S, Semak Belukar SB, Tubuh Air TA, Lahan Terbuka LT, Lahan Pertanian LP, Tidak ada dataBerawan TAD. Tutupan lahan yang dengan dominan sangat luas adalah pada lahan Hutan H, dengan simbol berwarna hijau tua. Bukaan hutan pada beberapa kawasan hutan mengakibatkan penyebaran tutupan hutan terfragmentasi dan berkurang jumlahnya. Gambar 30 dan 31 Gambar 30. Hasil Interpretasi Tutupan Lahan tahun 2000 Gambar 31. Hasil Interpretasi Tutupan Lahan tahun 2012 Tabel 12 memperlihatkan tutupan hutan berkurang pada periode 2000 – 2012 mencapai luasan 341,056 hektar, yang diakibatkan adanya pemanfaatan lahan oleh berbagai aktifitas pembangunan, seperti bertambahnya lahan pemukiman di kota Merauke, pemekaran distrik-distrik, dan pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit, tebu dan Hutan Tanaman Industri. Lahan pertanian tanaman pangan meningkat luasanya mencapai 14,852 hektar di distrik Malind, Animha. Hal ini diakibatkan oleh ekstensifikasi komoditi pertanian seperti ubi- ubian, jagung dan padi 43.000 hektar, sesuai dengan program percepatan lahan pangan Nasional atau yang dikenal dengan proyek MIFEE Merauke Integrated Food Energy Estate. Pola peningkatan kawasan pertanian, lahan terbangun menunjukan penyebab berkurangnya lahan hutan pada tahun 2012. Tabel 12. Luasan Perubahan tutupan Lahan di Kabupaten Merauke Hektar ha Hektar ha Hektar ha Hutan 2,565,347.4 55.9 2,224,290.7 48.4 -341,056.7 7.4 Bakau 329,818.6

7.2 288,084.4

6.3 -41,734.2

0.9 Semak Belukar 352,021.2 7.7 706,702.3 15.4 354,681.1 7.72 Savanna 708,279.5 15.4 850,462.0 18.5 142,182.5 3.10 Lahan Pertanian 27,188.1 0.6 42,040.8 0.9 14,852.7 0.32 Lahan terbangun 60,171.7 1.3 62,799.2 1.4 2,627.5 0.06 Lahan Terbuka 147,056.3 3.2 61,544.0 1.3 -85,512.3 -1.86 Tubuh Air 402,102.9 8.8 356,136.2 7.8 -45,966.7 -1.00 Tidak Ada data 0.4 0.0 1.2 0.0 0.8 0.00 4,591,986 100 4,592,060.8 100 Jenis Lahan luas thn 2000 Luas tahun 2012 Selisih Tutupanpenggunaan lahan berpotensi mengalami perubahan yang cepat jika pencadangan dan pembukaan lahan baru skala luas terjadi untuk komoditi kelapa sawit 250.442 hektar, tebu 76.494 hektar dan hutan tanaman 903.522 hektar. Berdasarkan citra tahun 2012 terlihat perubahan penggunaan lahan terjadi di beberapa lokasi antara lain Distrik Ngguti untuk lahan konsesi kelapa sawit dengan bukaan seluas 8.236 ha sejak tahun 2007 lalu menuai berbagai permasalahan di lapangan karena terjadi konflik antar marga pemilik tanah, konflik antar dua kabupaten karena wilayahnya adalah wilayah perbatasan kabupaten Merauke dan Mappi. Yang menarik adalah sejumlah besar kawasan dusun sagu dan tempat sakral masyarakat diwilayah itu telah ditiadakan dan dibersihkan menjadi lahan terbuka yang sangat luas. Pada tahun 2011 sampai dengan pertengahan tahun 2012 lalu di wilayah kampung Zanegi juga telah dibuka lahan untuk HTI seluas 3.207 ha dan menimbulkan konflik marga di kampung Zanegi, sejumlah besar lokasi Tempat penting masyarakat juga ikut tergerus oleh dibuatnya jalan login dan lokasi penanaman. Ketika dilakukan pemetaan partisipatif di kampung Zanegi terlihat bahwa beberapa lokasi yang teridientifikasi sebagai Tempat penting marga Gebze berada tepat diatas hamparan luasan yang dibuka tersebut. Beberapa kawasan yang masih berhutan milik marga Balagaize sudah ditandai untuk tahun 2013 akan dilakukan penebangan sesuai RKT tebang perusahaan, yang kalau dilihat maka kawasan tersebut masuk dalam hutan perburuan masyarakat Lampiran 13. Indikasi fakta-fakta ini semua memberikan peringatan bahwa jika Tempat penting yang masih ada tidak cepat dipetakan di tingkat marga-marga di kampung maka ini juga akan bernasib sama dengan kawasan yang telah dibuka sebelumnya. Hal ini kemudian dapat menjadi ancaman serius bagi keberadaan kawasan Cagar Budaya dalam rencana pola ruang, yang penyebarannya berada di hampir semua distrik. Tempat penting skala marga yang berada di kampung-kampung lokal akan pertama kali terkena dampak perubahan karena proses pinjam pakai dan pelepasan lahan antara masyarakat pemilik tanah dan perusahaan maupun dengan pemerintah daerah.

5.3 Pendapat dan Penilaian para pihak terhadap keberadaan Tempat

penting dalam Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Persepsi masyarakat berupa pengalaman dan pendapat para pihak menyangkut proses pemanfaatan ruang dan implementasinya menjawab peraturan daerah tentang RTRW perlu diperhatikan karena berkaitan dengan dukungan aktif para pihak dan masyarakat. Dukungan mengenai keberadaan Tempat penting sebagai cagar budaya yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Melalui data wawancara dan FGD terhadap para pihak dengan segmentasi pemuda, akademisi, tokoh adat, tokoh agama, pemerintah daerah, tokoh perempuan, pengusaha dan LSM didapat hasil seperti tertera pada Tabel 13. Tabel 13 Persepsi para pihak di kabupaten Merauke Jenis Persepsi Persepsi Para pihak Tempat penting 1. Tempat penting memiliki makna sakral dan mitologi dengan kepercayaan mayo yang sangat dalam bagi komunitas adat Malind. memiliki penamaan sesuai bahasa dari 4 wilayah adat : Khima-khima, Malind tanah besar, Yeinan, kanume 2. Merupakan jati diri dan identitas Malind yang harus dipertahankan dan dilestarikan 3. Memiliki dimensi nilai berupa kearifan aturan kepercayaan dan sanksi, dimensi ruang meliputi 6 kategori kawasan penting, dan dimensi lingkungan karena termasuk dalam kawasan bernilai konservasi tinggi 4. Bagian dari dokumen RTRW sebagai cagar budaya RTRW dan Rencana Ditail tata ruang 1. RTRW adalah produk, alat rencana, implementasi dan pengendalian ruang yang telah mengakomodir Tempat penting. 2. RTRW merupakan produk arahan tata ruang yang perlu diturunkan ke skala rencana detil atau rinci sehingga dapat menjawab pemanfaatan ruang pada diskala operasional. 3. RTRW Merauke merupakan produk rencana yang partisipatif dari masyarakat dan para pihak. Apa yang harus dilakukan kedepan 1. Sebagai bentuk perlindungan dan pelestarian Tempat penting maka RTRW perlu dirinci melalui program pemetaan detil sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengendalian ruang. 2. Proses pemetaan detil Tempat penting perlu pelibatan semua pihak termasuk pemuda secara terpadu dalam kegiatan pemetaan Tempat penting ditingkat marga. 3. Perlu ada aturan daerah untuk menjadi payung hukum atas perlindungan dan pelestarian serta pengembangan Tempat penting Persepsi para pihak dan masyarakat terhadap RTRW sebagai produk tata ruang harus menjembatani berbagai kepentingan atas ruang, terutama menyangkut hak pakai, hak akses, dan hak kepemilikan. Tempat penting sebagai cagar budaya perlu untuk dipertahankan dan dijaga keberadaannya saat ini dan selanjutnya. Adanya keterbukaan dan pelibatan para pihak dalam setiap upaya dan pembahasan menyangkut rencana rinci tata ruang dan menjadikan hasil identifikasi Tempat penting sebagai masukan penting dalam menyusun rencana rinci tata ruang sesuai dengan tahapan pengendalian tata ruang. Para pihak juga mengharapkan perlunya kerjasama semua pihak di Kabupaten yang diprakarsai oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan program identifikasi Detil Tempat penting di tingkat marga-marga di kampung lokak Suku Malind melalui pemetaan partisipatif yang hasilnya dapat menjadi masukan dalam penyusunan rencana detilrinci kawasan strategis.

5.4 Arahan dan masukan dalam penyusunan kebijakan rencana rinci

Tempat penting sebagai kawasan cagar budaya sesuai RTRW dalam urgensi pengendalian ruang sudah menjadi kebutuhan untuk segera dimasukan dalam dokumen rencana detil kawasan strategis dengan memperhatikan pemanfaatan lahan dimasa yang akan datang. Berdasarkan pembahasan pada tujuan satu, dua dan tiga maka perlu ditarik kesimpulan yang merangkum menjadi beberapa rumusan arahan sebagai masukan penting dalam penyusunan kebijakan tata ruang wilayah kabupaten. Makna, arti, dan sejarah mitologi Tempat penting Suku Malind yang disebutkan sebagai kearifan lokal Suku Malind di Kabupaten Merauke pada skala Suku maupun marga-marga ditingkat wilayah adat, adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat adat Malind yang masih hidup dan diyakini sampai saat ini. Alam sebagai Dema dan penjelmaan dari Nakali atau rekan pendamping manusia atau Anim merupakan kesatuan yang harus tetap memberi hidup dan kecukupan dalam semua kebutuhan baik sumber karbohidrat dan protein, papan, interaksi sosial maupun keperluan spiritualitas yang dicirikan dengan ritual dan tingkat kesakralan. Lahan kelola masyarakat adat melalui identifikasi Tempat penting marga marga ditingkat kampung memperjelas kawasan yang dianggap sakral karena bagian dari identitas dan jati diri, dan kawasan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang adalah bagian dari keseharian masyarakat yang masih berlaku dan dterapkan sampai saat ini. Selanjutnya diatur juga lebih jauh kawasan yang diperuntukan untuk pengembangan komoditi sektoral baik untuk pangan maupun energi serta mendukung pembangunan infrastruktur. Arahan pola ruang dalam penyusunan tata ruang detil perlu memasukan muatan pengaturan Tempat penting oleh masyarakat adat Suku Malind. Artinya bahwa kawasan lindung yang telah dipetakan marga-marga yang ditunjukan melalui empat kampung sebagai kawasan tidak diizinkan -, kawasan bersyarat B dan kawasan Terbatas T hendaknya dimasukan dalam pola lindung. kawasan diizinkan hendaknya dimasukan dalam kawasan budidaya sesuai pola ruang peruntukan, terutama pada rencana detil kawasan strategis pangan dan kawasan lainnya. Delapan tempat yang telah dihasilkan dari dua makna penting diharapkan menjadi arahan dalam evaluasi tata ruang untuk penyempurnaan RTRW dan penyusunan rencana detil. Empat Tempat penting yang berhubungan dengan makna jati diri yang dianggap Sakral yaitu perjalanan-persinggahan leluhur, Kisah mitologi, Kuburan leluhur dan tempat Ritual perlu untuk dimasukan sebagai unsur penting dalam memperkaya rencana tata ruang kabupaten dan rencana detilnya pada pola ruang Lindung dengan peruntukan sesuai makna sakralnya. Khususnya bagi perjalanan leluhur dapat diarahkan sebagai kawasan yang dapat diakomodir dalam rencana jaringan Infrastruktur atau trase jalan baik jalan kampung, distrik atau kabupaten, baik untuk mempermudah akses ke dan dari kampung tetapi juga tetapi mempertahankan nilai sakral tersebut, karena sampai sekarang sebagian besar masyarakat adat masih memanfaatkan jalan tersebut untuk ke dusun mereka. Empat Tempat penting kaitannya dengan pemenuhan hidup sehari-hari, seperti dusun sagu, sumber air, hutan atau kawasan berburu dan kawasan pelestarian adat relevan menjadi bahan penyusunan ruang khususnya pola budidaya dimana hanya diarahkan untuk pemanfaatan lahan dengan penerapan kearifan nilai adat setempat. Kebijakan penataaan ruang melalui rencana detil nantinya perlu mempertimbangkan pengaturan ruang secara rinci berdasarkan posisi keberadaan tempat penting suku Malind dalam setiap pola ruang sesuai sistem zonasi dan urutan kepentingan. Apabila dalam satu pola ruang terdapat beberapa tempat penting dengan zona sakral maka diharapkan untuk dilakukan enclave sedangkan untuk lokasi zona pelestarian adat diperuntukan masuk dalam zona lindung dengan pengeloaan terbatas sesuai nilai kearifannya. Wilayah zona budidaya tradisional dapat difungsikan dengan pengaturan bersama dengan masyarakat adat untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Untuk Zona diizinkan dapat dikategorikan masuk dalam pola budidaya dengan mempertimbangkan daya dukung alam dan lingkungan. Hasil penutupan lahan berdasarkan interpretasi citra satelit dalam rentang waktu dua belas tahun antara tahun 2000 sampai 2012 signifikan menunjukan perubahan, khususnya terjadi pada kelas hutan dibandingkan pada kelas lainnya. Adanya bukti penurunan luasan hutan memberikan gambaran telah terjadi pemanfaatan lahan oleh aktifitas pembangunan di Kabupaten Merauke, salah satunya dengan kehadiran investasi skala luas untuk komoditas pertanian, kehutanan dan perkebunan. Arahan kebijakan yang sesuai dengan kondisi perubahan lahan baik di kawasan hutan, semak belukar, pertanian, lahan terbangun dan lahan terbuka adalah bahwa konsensi yang sudah ada dan beroperasi diharapkan untuk dapat melakukan enclave terhadap delapan Tempat penting tersebut. Setiap pihak yang berusaha dan mendapat konsesi lahan dapat secara mandiri melakukan pemetaan partisipatif Tempat penting sebagai upaya sadar ikut melestarikan cagar budaya Suku Malind yang berada di konsesinya. Kawasan yang masih menjadi target konsesi skala luas dimana didalamnya terdapat kawasan tempat penting oleh pemerintah daerah segera mengambil langkah pemetaan partisipatif di wilayah kampung-kampung yang masuk dalam rencana konsesi tersebut. Penetapan fungsi dan pola ruang yang diturunkan pada kawasan zonasi diharapkan dapat sesuai dengan peruntukan dan tidak merubah fungsi kawasan karena zona-zona tempat penting dalam perspektif nilai konservasi merupakan kawasan yang harus dilestarikan karena identik dengan wilayah resapan air, sempadan rawa dan sungai, sumber plasma nutfah dan pusat keanekaragaman hayati untuk beberapa spesies penting, baik yang hampir punah maupun yang bermigrasi. Arahan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat di Kabupaten Merauke terhadap Tempat penting adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia, baik masyarakat adat maupun pemerintah dan praktisi tata ruang dalam memahami kebijakan pembangunan melalui penataan ruang wilayah kabupaten serta pendalaman tentang arti pentingnya tempat penting baik sebagai unsur dalam budaya maupun sebagai bagian dari konservasi sumber daya alam. Berkaitan dengan pelibatan dan partisipasi masyarakat perlu dijalin kerjasama para pihak melalui inisiatif pemerintah daerah dengan melaksanakan program identifikasi