Pengolahan Citra Penginderaan Jauh dan Klasifikasi Penutupan Lahan

Pengambilan Training Sample Proses klasifikasi multispectral diawali dengan pengambilan training sample untuk tiap obyek. Pengambilan training sample menggunakan pendekatan deteksi visual kenampakan citra untuk mendefinisikan kelas tiap obyek. Klasifikasi yang digunakan mengacu pada Standar Nasional Indonesia tentang klasifikasi penutup lahan untuk skala 1 : 50.000. Proses pengambilan training sesuai aturan klasifikasi multispectral mengambil minimal 100 piksel murni dari obyek, namun dalam pemetaan ini, pengambilan sampel piksel murni tidak dilakukan pada semua obyek karena terdapat unsur situs dan asosiasi yang menjadi unsur pembeda utama antara beberapa kelas. Sebagai contoh untuk kelas Hutan Lahan Kering dan Hutan Rawa akan memiliki pantulan yang sama ketika waktu perekaman berada pada bulan kering. sehingga digunakan pendekatan asosiasi yaitu hutan rawa relatif dekat dengan objek rawa berbeda dengan hutan lahan kering yang jauh dari obyek rawa. Contoh lain adalah hutan rawa pasang surut akan memiliki pantulan yang sama dengan hutan rawa, namun dapat digunakan pendekatan situs bahwa hutan pasang surut akan berada di lokasi yang tidak jauh dari pantai akibat pengaruh proses pasang surut. Pengambilan training sample dilakukan dengan menggunakan pendekatan visual dengan komposit citra 543 untuk memudahkan dalam pembedaan tutupan vegetasi. Uji Keterpisahan Training Sample ROI Separability Proses kalkulasi tingkat keterpisahan antar sampel dilakukan untuk mengetahui tingkat pemisahan atau perbedaan antar kelas. Dengan dasar perhitungan statistik, komputer melakukan komputasi mengenai tingkat keterpisahan spektral pasangan antar Region Of Interest ROI yang terpilih untuk input file yang diberikan atau ROI Separability. Nilai ROI Separability ini dapat digunakan untuk menilai apakah training sample telah dapat diterima untuk proses eksekusi klasifikasi. Nilai ROI Separability mengindikasikan seberapa baik pasangan ROI dapat dipisahkan secara statistik yakni rentang antara 0-2. Nilai lebih dari 1,9 mengindikasikan bahwa pasangan memiliki keterpisahan yang baik. Pasangan ROI yang memiliki nilai lebih rendahkurang dapat dilakukan pengambilan training sample ulang Farda, 2008 Proses eksekusi hasil interpretasi dilakukan setelah diperoleh nilai ROI Separability yang dapat diterima, namun akan ada proses verifikasi secara visual mengenai hasil proses klasifikasi. Hal ini dikarenakan perbedaan temporal citra dalam scene yang overlap sehingga akan ada perbedaan kelas pada scene yang overlap. Metode klasifikasi yang digunakan adalah Maximum Likelihood yang relative memiliki keunggulan dalam hal akurasi dibandingkan dengan metode klasifikasi yang lain. Maximum Likelihood menggunakan criteria perhitungan statistic untuk membantu klasifikasi karakter piksel yang tumpang tindih yaitu piksel dengan nilai probabilitas tertinggi. Klasifikasi yang telah dilakukan perlu dilakukan evaluasi hasil dengan melihat dan membandingkan secara visual melalui kenampakan yang ada pada citra. Ketika terdapat kenampakan yang dinilai sama namun terklasifikasi berbeda maupun sebaliknya, akan dilakukan pengambilan ulang training sampel dan proses klasifikasi ulang hingga didapatkan citra hasil klasifikasi yang sesuai dengan kenampakan secara visual citra. Proses ekstraksi penginderaan jauh citra Landsat menjadi informasi tutupan lahan dapat diilihat pada Lampiran 7.

3.4.3 Analisis Penilaian Masyarakat dan Para Pihak

Analisis Pendapat dan penilaian para pihak terhadap penataan ruang berbasis Tempat penting di Kabupaten Merauke dihasilkan dari wawancara dan perangkuman setiap diskusi kelompok TerfokusFGD. Wawancara dilakukan menggunakan jenis terstruktur dimana pertanyaan pertanyaan telah disusun sama untuk semua informan. Informan adalah Segementasi perorangan dalam katagori praktisi kebijakan ruang, pengambil kebijakan ruang dan pemanfaat ruang. Pertanyaan yang diajukan dikatagorikan dari dua tujuan utama antara lain pertanyaan no 1 sampai 5 bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pendapat, pemahaman dan pengalaman tentang dokumen RTRW dan implementasinya pada pemanfaatan ruang di Kabupaten merauke. Selanjutnya bagaimana hubungannya dengan pengendalian ruang melalui rencana rinci tata ruang. Focus Group Discussion FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data dengan tujuan untuk menemukan makna dari tema tujuan dari pemahaman kelompok tertentu. Pemaknaan diperoleh dengan diskusi terarah dan terpusat terhadap suatu permasalahan dan mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang situasi dan bahkan bisa sampai pada kesimpulan tertentu dari apa yang diteliti dari kelompok terarah tersebut. Lebih jauh teknik ini dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan terhadap makna inter subyektif yang sulit dimaknai sendiri oleh peneliti terhadap para pihak sekitar dalam perencanaan ruang, selebihnya adalah menghindari diri peneliti dari dorongan subjecktifitas Bungin, 2003. Peserta yang terlibat dalam FGD biasanya terdiri dari 8-12 orang yang dipilih dari berbagai kalangan dengan pertimbangan keahlian, kepakaran, praktisi, ketokohan dan masyarakat awam. Pemilahan dari katagori dimaksud dapat dilakukan secara terpisah atau disatukan. Dalam penelitian ini pemilihan kelompok FGD menjadi penting untuk diperhatikan terutama berkaitan dengan beberapa hal sebagai pengaruh baik positif maupun negatif terhadap tujuan FGD mengenai siapa kelompok yang kena dampak langsung dan tidak langsung. Selanjutnya juga kelompok mana yang memutuskan dan memanfaatkan bahkan terlibat dalam keduanya. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka FGD yang disusun dikelompokan dalam lima kategari yaitu : 1. Pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan dan pengusaha selaku pemanfaat serta pemakai ruang terdiri dari : perwakilan Bappeda, dinas Pertanian, dinas Kehutanan, BPID, dan perwakilan Pengusaha yang berinvestasi di bidang perkebunan, pangan dan kehutanan. 2. Masyarakat adat, LSM dan akademisi selaku perencana, kelompok yang terkena dampak baik positif dan negatif serta kelompok yang mengkritisi kebijakan antara lain : LSM Yasanto, SKP-KAM, WWF Indonesia, Akademisi dari sekoalh tinggi maupun universitas, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, ormas pemuda seperti HMI. 3. Kelompok pemuda adalah mereka yang masuk dalam kelompok yang perlu mendapatkan pemahaman dan sekaligus yang akan menjalankan serta menikmati setiap kebijakan ruang dan dampaknya di masa depan. Terdiri dari pemuda Malind dan pemuda katholik. Dalam melakukan analisis FGD, beberapa hal penting yang diperhatikan adalah : - Tercapainya tujuan FGD yang terlihat dari jumlah pertanyaan yang ditanyakan dieksekusi apakah sesuai dengan rencana awal? - Perubahan tujuan FGD yang terjadi karena input dari peserta? - Identifikasi masalah utama yang dikemukakan peserta dengan memperhatikan tema sentral. - Adakah variasi peserta dalam persoalan utama ini? Bagaimana variasinya? Mengapa? Perbedaan-perbedaan yang muncul tersebut ada yang sangat ekstrim sampai yang hanya berbeda sedikit saja. Jika perbedaan ini timbul, keduanya harus disajikan. - Selain persoalan utama itu, adakah persoalan lain tema-tema lain yang muncul dalam diskusi? Apa saja? Mana yang relevan dengan tujuan FGD? - Penyusunan kerangka prioritas dari persoalan-persoalan yang muncul. - Lakukan koding sesuai dengan faktor-faktor yang dikehendaki. - Setelah itu disajikan secara deskriptif dan dilakukan pembahasan atas hasil temuan sebagai bentuk arahan dalam penyusunan kerangka kebijakan rencana Detil tata ruang. Irwanto , 2006 Setelah melalui tahapan analisis FGD dapat disusun pembahasan mendalam tentang sikap, pendapat dan penilaian peserta ataupun arah persepsipandangan kelompok serta alasan yang kuat berkaitan dengan peran, posisi dan pelibatan para pihak tentang praktek pemanfaatan dan pengendalian ruang. Harapan kedepan dalam mewujudkan tertib ruang yang telah mempertimbangkan kearifan Tempat penting Suku Malind di Kabupaten Merauke kedepan.

3.4.4 Merumuskan Arahan Kebijakan Rencana Detil

Miles 1992 mengemukakan bahwa jalur penarikan kesimpulan adalah bentuk dari salah satu jalur analisis data kualitatif setelah reduksi data dan penyajian data. Hasil analisis dan pembahasan dari tujuan satu dari penelitian ini yaitu menelusuri sejarah dan pandangan tentan Tempat penting menurut adat Malind, tujuan dua yang memaparkan tentang perubahan tutupan lahan yang diakibatkan oleh pemanfaatan lahan serta tujuan tiga menyangkut pendapat dan persepsi masyarakat dan para pihak pelaku tata ruang terhadap pelaksanaan tata ruang berdasarkan RTRW Kabupaten Merauke, maka dapat dirumuskan sejumlah pendekatan dan masukan sebagai arahan dalam membentuk kebijakan rencana Detil tata ruang di Kabupaten Merauke. 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. 1 Geografi Wilayah dan Administrasi

Kabupaten Merauke merupakan Kabupaten induk yang dimekarkan pada tahun 2002 menjadi empat Kabupaten yaitu Boven Digoel, Mappi dan Asmat. Luas Kabupaten Merauke 46.791,63 km2 atau 14,67 persen dari luas wilayah Provinsi Papua dan merupakan Kabupaten terluas di Provinsi Papua. Terletak diantara 137’0 - 1410 Bujur Timur dan 5’0 – λ’0 Lintang Selatan. Wilayah penelitian pada tahun 2007 mengalami pemekaran distrik dari 7 menjadi 20 distrik yang meliputi : Distrik Merauke, Distrik kimaam, Distrik Tabonji, Distrik Waan, Distrik Ilwayab, Distrik Okaba, Distrik Tubang, Distrik Ngguti, Distrik Kabtel, Distrik Kurik, Distrik Malind, Distrik Animha, Distrik Semangga, Distrik Tanah Miring, Distrik Jagebob, Distrik Sota, Distrik Naukenjerai, Distrik Muting, Distrik Eligobel dan Distrik Ulilin. Distrik Sota, Distrik Nokenjerai, Distrik ulilin dan Distrik Elogobel berada bersebelahan dengan negara Papua New Guinea PNG. Secara administrasi wilayah studi terletak berbatasan di selatan dengan laut Arafura, sebelah utara dengan Kabupaten Mappi dan Kabupaten Boven Digoel, sebelah timur dengan negara Papua New Guinea serta sebelah barat dengan laut Arafura Gambar 5. Komposisi 160 kampung yang tersebar di semua distrik. Distrik Waan merupakan daerah terluas yaitu 5.416,84 km2, Sementara itu distrik Semangga merupakan Distrik dengan luas wilayah terkecil, hanya mencapai 326,95 km2 atau hanya 0,01 persen dari total luas Kabupaten Merauke. Gambar 5. Peta Administrasi Kabupaten Merauke

4.2. Iklim

Iklim khususnya curah hujan sangat mempengaruhi pembentukan suhu dan keberadaan ekosistem di suatu wilayah tentunya hal ini berdampak pada pembentukan dan pemanfaatan lahan diwilayah tersebut. Kabupaten Merauke memiliki iklim yang sangat tegas antara musim penghujan dan musim kemarau. Menurut Oldeman 1975, wilayah Kabupaten Merauke berada pada zona Agroclimate Zone C yang memiliki masa basah antara 5-6 bulan. Dataran Merauke mempunyai karakteristik iklim yang agak khusus yang mana curah hujan yang terjadi dipengaruhi oleh Angin Muson, baik Muson Barat - Barat Laut Angin Muson Basah dan Muson Timur – Timur Tenggara Angin Muson Kering dan juga dipengaruhi oleh kondisi Topografi dan elevasi daerah setempat. Curah hujan per tahun di lokasi penelitian rata-rata mencapai 1.558,7 mm. Dari data yang ada memperlihatkan bahwa perbedaan jumlah curah hujan pertahun antara daerah Merauke Selatan dan bagian utara. Secara umum terjadi peningkatan curah hujan pertahun dari daerah Merauke Selatan 1000 - 1500 dibagian Muting, kemudian curah hujan dengan jumlah 1500-2000 mmtahun terdapat di Kecamatan Okaba dan sebagian Muting, selebihnya semakin menuju ke Utara curah hujannya semakin tinggi. Perbedaan tersebut juga berlaku pada jumlah bulan basah yaitu semakin kebagian utara masa basah sangat panjang sedangkan pada bagian selatan terdapat masa basah yang relatif pendek. Kondisi iklim yang demikian berpeluang untuk dua kali tanam tanaman pertanian seperti padi dan palawija. Musim hujan yang terjadi merupakan kendala terhadap kondisi jalan-jalan tanah yang setiap tahun mengalami kerusakan dan kejadian banjir yang pada tahun 2012 telah melanda kota merauke dan sekitarnya. grafik cirah hujan pada Gambar 6 menunjukan trend peningkatan curah hujan tahunan dalam sepuluh tahun terakhir sampai tahun 2011 curah hujan mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya, sebesar 8,27 persen. Gambar 6. Grafik Peningkatan curah hujan dan hari hujan Musim kemarau yang panjang justru mengakibatkan kekurangan air bersih dan air irigasi bagi masyarakat dan petani. Berdasarkan data iklim dari Kantor Meteorologi dan Geofisika Merauke tahun 2011 menunjukkan bahwa kecepatan angin hampir sama sepanjang tahun, di daerah pantai bertiup cukup kencang sekitar 4-5 mdet dan dipedalaman berkisar 2 mdet. Penyinaran matahari rata-rata di Merauke adalah 5,5 jamhari pada bulan Juli dan yang terbesar 8,43 jamhari pada bulan September, dengan rata-rata harian selama setahun sebesar 6,62 jam. Tingkat kelembapan udara cukup tinggi karena dipengaruhi oleh iklim Tropis Basah, kelembaban rata-rata berkisar antara 78-81. Musim kering atau kemarau dapat berlangsung selama 5 sampai 6 bulan pada bulan Juni sampai dengan November, di mana pada kondisi seperti ini nilai evapotranspirasi melebihi hujan, sedangkan musim hujan dimulai pada pertengahan desember sampai dengan april. Kabupaten Merauke berada di daerah tropis, dengan penyinaran cahaya matahari terjadi sepanjang tahun. Data yang ditunjukan grafik hari hujan pada Gambar 7 dalam sepuluh tahun jumlah hari hujan terbanyak terjadi di tahun 2011 pada Bulan Maret sebanyak dua puluh tiga hari, dan jumlah hari hujan paling sedikit terjadi pada bulan Agustus, yaitu hanya terjadi 6 hari hujan saja. Sementara itu banyaknya curah hujan yang turun setahun mencapai 2.165,7 mm. Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember mencapai 438,7 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu hanya mencapai 6,1 mm. Fakta sebelumnya menunjukan hujan rata-rata selama 50 tahun hanya sekitar 1,523 mm, bahkan menurut laporan RePPProT dalam Silvius et al. 1989 wilayah Merauke merupakan daerah terkering karena hanya menerima curah hujan kurang dari 1500 mmtahun. Fakta iklim tahun terakhir bertolak belakang dengan keadaan terdahulu diatas 2000mmtahun, terutama dampak nyata yang ditimbulkan di tahun 2012 lalu, akibat peningkatan curah hujan yang tinggi tersebut telah terjadi dua kali banjir dengan ketingggian mencapai satu setengah meter di kota Merauke yang mengulangi kejadian terdahulu sekitar tahun 1989. Gambar 7. Grafik Trend Suhu dan Kelembaban Sepuluh Tahun Suhu udara dalam sepuluh tahun terakhir sejak tahun 2002 sampai 2011 terlihat adanya fluktuasi suhu rata-rata tahunan tertinggi sampai 27,4 derajat celsius, dan kelembaban relatif yang cenderung menunjukan peningkatan di tahun 2010 naik sampai 81,5 persen. Suhu udara maximum tahun 2011 dibulan november mencapai angka 33,5 derajat celcius dan suhu udara minimum 23,5 derajat celcius, data grafik Kelembaban udara pada Gambar 8 memperlihatkan pada tahun 2010 kelembaban mengalami puncaknya tertinggi sebesar 81,0 persen. Tentunya hal ini berimplikasi terjadinya kenaikan suhu dan kelembaban yang dapat berakibat pada perubahan secara penyeluruh situasi wilayah. Sumber : data analisis tabulasi BPS 10 tahunan

4.3. Topografi, Flora dan Fauna

Kabupaten Merauke relatif datar dengan kelas ketinggian dari permukaan laut bervariasi antara 0 sampai dengan 60 meter. Keadaan topografi Kabupaten Merauke umumnya datar dan berawa disepanjang pantai dengan kemiringan 0-3 kearah utara yakni mulai dari Distrik Tanah Miring, Jagebob, Elikobel, Muting dan Ulilin keadaan Topografinya bergelombang dengan kemiringan 0 – 8. Kondisi Geografis yang relatif masih alami, merupakan tantangan serta peluang pengembangan wilayah bagi Kabupaten Merauke yang masih menyimpan banyak potensi ekonomi untuk menunjang pembangunan daerah dan Nasional. Gambar 8 memberi gambaran kelas lereng di kabupaten Merauke. Gambar 8. peta kelas lereng di Kabupaten Merauke Wilayah yang benar-benar datar berada sebagian besar pada daerah selatan dan tengah. Daerah tersebut merupakan sentra penduduk yang memulai usaha pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan konsentrasi pemukiman penduduk seperti di distrik Merauke, tanah miring, Jagebob, Kurik dan Okaba sampai ke pulau Kimaam. wilayah datar-berombak terdapat di bagian tengah wilayah Kabupaten Merauke, dimana wilayah tersebut merupakan bagian wilayah rawa dan bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai DAS tiga sungai besar di Merauke yaitu Bian-Kumbe-Maro. Sungai – sungai besar yakni Bian, Maro, dan Kumbe merupakan potensi sumber air tawar untuk pengairan dan digunakan sebagai prasarana angkutan antara distrik dan kampung kampung disekitar DAS. Sumber air tawar dari rawa – rawa, air permukaan dan air tanah cukup tersedia untuk dimanfaatkan. Di beberapa tempat air tanah mengandung belerang panas.