Kekerabatan Marga suku Malind

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kearifan tentang Tempat penting dan Penerapannya pada Rencana Detil Tata Ruang Kata Malind berasal dari kata Mayo atau maloh yang berarti keramat, sakral atau penting, dan Malind mengandung pengertian adalah orang dari mayo. Semua Penyebutan Malind anim punya kaitan dengan kateori bangsa melanesia karena orang papua bagian selatan disebut sebagai ha-anim, Pengertian sebenarnya dari Malind-anim adalah orang dengan ras bangsa melanesia yang menganut kepercayaan ‘mayo’. Gambar 13 memperlihatkan postur orang Malind dengan asesories yang dimodifikasi sesuai simbol marga masing-masing. Gambar 13. Postur dan Asesories baju Adat Masyarakat Malind-anim Setiap marga memiliki kearifan tersendiri dalam memperlakukan nakali atau identiknya di alam terutama dalam pemanfaatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti hewan buruan, tanaman obat dan seterusnya. Semua nakali diperlakukan dengan mekanisme aturan dan tata cara adat untuk menjaga kelestarian dan keseimbangannya di alam, jika ada keseimbangan maka alam dipercaya memberikan keberlimpahan. Wilayah adat Suku Malind di Kabupaten Merauke terbagi habis dalam sub suku dari tanah besar di daratan dan pulau Kimaam. Dusun marga biasanya digunakan untuk mendapatkan segala kebutuhan sehari-hari seperti daging dari hasil buruan, ikan di rawa, ubi-ubian dari kebun kumbili, bahan bangunan dan obat obatan yang didapatkan dari hutan dll. Gambar 14 menunjukan konstruksi nilai kearifan dalam dimensi lingkungan sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan karena ikatan-ikatan dalam nilai dan sistem yang identik dengan lingkungan alam yang dianut kuat oleh Suku Malind. Identitas jati diri setiap marga di sub Suku Malind anim tidak terlepas dari sistem totemismepenyimbolan di alam melalui flora dan fauna serta gejala alam. marga gebze identik dengan kelapa, marga Balagaize identik dengan jenis elang bondolelang laut, Samkakai dengan kangguru, Basik-basik identik dengan babi, kaize dengan hewan kasuari dan api, Mahuze identik dengan sagu dan seterusnya. Setiap totem memiliki aturan pemanfaatan secara adat yang ditentukan oleh setiap marga identiknya seperti yang disajikan pada Lampiran 2. Keraf 2005 dalam Marfai 2012, menyatakan bahwa kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah semua bentuk keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan dalam komunitas ekologis. Nilai kearifan lokal masyarakat adat Malind secara antropologis dalam perspektif rumpun Melanesia mengenal empat aspek penting dalam hubungannya dengan tanah dan alam yaitu Hidup berlimpah, menyangkut ketersediaan alam yang utuh yang mencukupi semua kebutuhan hidup. Komunitas yang berkaitan dengan kehidupan bersama antar keluarga inti, antar marga dan antar Suku yang saling membantu, komunitas juga terkait bukan hanya dengan tumbuhan, hewan dan manusia hidup tetapi juga berkaitan dengan orang mati, leluhur dan yang ada didalam tanah. Relasi hubungan dan transaksi resiprositas atau memberi dan menerima bahwa ada transaksi yang selalu dilakukan antar marga atau Suku, baik dalam membangun persaudaraan maupun menjaga kekerabatan dan keturunan, biasanya dilakukan dalam bentuk kematian, perkawinan ada tukar anak, sistem pinjam pakai lahan dan sebagainya, prinsipnya supaya kita selamat untuk hari ini dan masa depan, ada timbal balik. Pada sub Suku Malind tanah besar, kepemimpinan adatnya disebut ‘pakas anim’. Dalam ‘pakas anim’ pembagian kewenangan dilakukan berdasarkan fungsi seseorang yang sudah melalui tahapan inisiasi atau pendidikan dan penobatan adat secara berjenjang, untuk memangku jabatan tertentu dalam kepemimpinan tersebut. Adapun urutan kepemimpinan dalam pengambilan keputusan dari tingkat lebih rendah sampai tertinggi adalah anim, mburaro, mitawal, kuunam dan wadikasi, dimana setiap ucapan yang keluar dari mulutnya adalah keputusan, nasehat dan pemutus perkara. Urutan kepemimpinan dan ketokohan ini memiliki kemiripan bagi sub Suku Malind baik wilayah pantai maupun bobrawa dan dekhutan, namun berbeda penyebutan untuk sub Suku lainnya seperti sub Suku Yeinan, Khima-khima dan Kanume. Gambar 14. Skema konstruksi kearifan Suku Malind dengan lingkungan alam