Konsensus Pemetaan Partisipatif Masyarakat adat Malind tentang

 Pengenaan Sanksi, merupakan upaya untuk memberikan tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dari semua bentuk pengendalian yang ada, peraturan zonasi merupakan salah satu alat untuk pengendalian pemanfaatan ruang yang kedudukannya setara perizinan, insentifdisinsentif, dan sanksi. Secara diagramatis kedudukan peraturan zonasi berdasarkan UU No. 26 Tahun 2009 tentang Penataan Ruang dapat digambarkan seperti Gambar 2. Peraturan Zonasi Zoning regulation yang merupakan perangkat aturan pada skala blok yang umum digunakan di negara maju potensial untuk melengkapi Rencana Detil Tata Ruang Kabupatenkota RDTRK agar lebih operasional. Penggunaan peraturan zonasi dapat dilakukan di negara-negara maju Amerika Serikat dan Eropa Barat dikarenakan pola ruang wilayah administratif pada negara-negara tersebut didasarkan pada pola pengembangan blok. Dengan pola ini, disertai dengan kelengkapan instrumen data dan kelembagaan, maka peraturan zonasi dapat ditegakkan sesuai dengan tujuan dari peraturan zonasi itu sendiri. Untuk penggunaannya di Indonesia, ternyata peraturan zonasi tersebut memerlukan modifikasi tersendiri dikarenakan pengembangan pola ruang di Indonesia masih didasarkan pada deliniasi administratif atau deliniasi kawasan yang berfungsi sama. Berdasarkan hal ini, maka tentunya pelaksanaan peraturan zonasi harus berusaha diadopsikan dengan pola perencanaan di Indonesia. Terhadap penerapan peraturan zonasi ditemui beberapa kesulitan mendasar untuk langsung diadopsikan pada perencanaan ruang di tingkat Nasional apalagi di daerah. Permasalah-permasalahan yang harus diantisipasi antara lain mencakup terlalu banyaknya varian sehingga memerlukan waktu dan biaya yang besar, pola penataan lama akan mengalami perbenturan konsep dengan pola yang baru, pengaturan ruang sangat rigit sehingga kurang pas pada Kabupatenkota yang dinamis dan sedang berkembang. Peraturan zonasi di beberapa negara selain Indonesia diberlakukan dengan istilah yang berbeda-beda, antara lain zoning code, land development code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning by law, dan sebagainya Zulkaidi, 2008. Peraturan zonasi lebih dikenal dengan istilah populer zoning regulation, dimana kata zoning yang dimaksud merujuk pada pembagian lingkungan Kabupatenkota Gambar 2. Bagan posisi peraturan zonasi dalam penataan ruang ke dalam zona-zona pemanfaatan ruang dimana di dalam setiap zona tersebut ditetapkan pengendalian pemanfaatan ruang atau diberlakukan ketentuan hukum yang berbeda-beda Barnet, 1982. Peraturan zonasi pada dasarnya mengatur tentang klasifikasi zona, pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Dalam Undang Undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, secara rinci disebutkan bahwa peraturan zonasi berisi: 1 Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang, 2 Amplop ruang koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan, 3 Penyediaan sarana dan prasarana. Peraturan zonasi dapat menjadi rujukan dalam perizinan, penerapan insentifdisinsentif, penertiban ruang, menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, serta dapat Rencana rinci atau Detil tata ruang yang benar dan tepat menjadi prasyarat utama dalam penyusunan peraturan zona. Dalam konteks penelitian maka penyusunan dokumen rencana Detil atau rinci melalui perangkat pengendalian ruang setelah ditetapkan peraturan daerah RTRW sangat diharapkan disusun oleh semua level sesuai batasan ruang baik di level nasional maupun Kabupaten kota. Pentingnya produk rencana rinci agar supaya proses implementasi peruntukan ruang dalam kerangka pembangunan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi target demi kepatuhan pada tata kelola ruang. 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Disain penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif etnografi berbasis spasial yang mengangkat fenomena sosial-budaya dalam penataan ruang wilayah. Metode ini ditentukan dengan tujuan untuk mendapatkan data dan informasi mendalam tentang fakta-fakta simbolisasi dalam nilai kearifan masyarakat adat Suku Malind. Sebagai teori etnografi tidak berusaha untuk menguji teori tertentu namun hanya melakukan rekonstruksi dan pendalaman sejarah yang kemudian diperbandingkan dengan realita terkini Denzim, 2012. Pendekatan teknik pengumpulan data pada masyarakat adat dilakukan dengan observasi partisipatif dimana peneliti terlibat aktif melalui pemetaan partisipatif berbasis spasial. Perkembangan perubahan dan pemanfaatan lahan diperoleh melalui interpretasi citra landsat dan metode tumpang susun antara peta tematik eksisting dan dokumen pola ruang RTRW. Teknik berikutnya untuk mendapatkan data persepsi para pihak perencana dan pemanfaat ruang dilakukan dengan cara wawancara dan group diskusi terfokus sesuai katagori peran. Sebagai penunjang dilakukan juga pengumpulan data literatur melalui dokumen dan semua bukti tertulis lainnya yang relevan. Akhirnya untuk memberikan masukan pada kebijakan penataan ruang dilakukan analisa dan perangkuman hasil dari ketiga tujuan menjadi solusi dan arahan dalam penyusunan Rencana Detil tata Ruang Kabupaten yang telah mengakomodasi Tempat penting Suku Malind.

3.2 Lokasi, Waktu, dan Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil fokus pada lokasi utama yaitu kawasan yang masuk dalam adminsitrasi kampung-kampung pada wilayah projek percepatan lahan pangan atau biasa disebut Merauke Integrated Food and Energi Estate MIFEE. Sampel lokasi dipilih di empat kampung yaitu kampung Kaliki distrik Kurik, kampung Zanegi di Distrik Animha dan kampung Selouw serta kampung Kolam di distrik Muting. Lokasi lainnya menjaring pendapat dan pengalaman para pihak difokuskan di ibukota Kabupaten Merauke. Beberapa pertimbangan selain kemudahan akses dipilihnya lokasi penelitian antara lain : 1. Kampung Kaliki dan Zanegi merupakan kampung lokal masyarakat Malind anim juga memiliki kedekatan marga karena merupakan kampung yang bersebelahan di antara DAS sungai kumbe dan sungai Bian. Kedua kampung ini juga merupakan kawasan yang diperuntukan untuk beberapa investasi besar seperti Hutan Tanaman Industri HTI PT. SIS, Perkebunan Tebu P.T. Rajawali Group untuk dan di kampung Kaliki terdapat satu unit kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan Hutan “momake Unaf” merupakan kelompok marga Balagaize . 2. Kampung Selouw dan kampung Kolam merupakan kampung lokal masyarakat Mbian anim yang juga berkerabat dekat. Merupakan lokasi beberapa perusahaan antara lain Perkebunan Kelapa sawit PT. Merauke Rayon jaya, Perkebunan kelapa Sawit PT Agrinusa Persada dan PT. Agriprima Cipta Persada. Kedua kampung ini strategis karena berada di koridor kawasan konservasi Cagar Alam Bupul dan Suaka Marga Satwa sungai Bian. 3. Kota Merauke sekaligus administrasi dari Distrik Merauke, adalah ibukota Kabupaten sebagai pusat pemerintahan Kabupaten, tempat berbagai kebijakan pembangunan wilayah dicetuskan dan dilahirkan. Terdapat beragam Etnis baik pendatang maupun orang papua asli serta multi profesi, wilayah kota Merauke memiliki jumlah penduduk terbesar mencapai 86.924 jiwa BPS 2011 atau 44.6 persen dari jumlah penduduk di Kabupaten Merauke yang tinggal di kota ini. Waktu penelitian mulai dari penyusunan proposal, penelitian lapangan sampai penulisan Tesis dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai bulan Mei 2013. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian