Kearifan Lokal Wisdom Perspective of Malind Tribe Important Sites as Referrals in Detailed Land Use Plan Preparation of Merauke Regency

lebih bersifat perencanaan teknokratik tanpa melihat perkembangan dan keberadaan masyarakat. Di Indonesia sejak tahun 1992 telah dipublikasi hasil pemetaan partisipatif di Long uli perbatasan Taman Nasional Kayang Mentarang, dan kemudian munculah forum Jaringan Komunikasi Pemetaan Partisipatif JKPP pada sekitar tahun 1996 memperkuat kegairahan dalam mengusung gerakan ini secara terkoordinasi dan lebih terogranisir. Tercatat sampai kini tercatat kurang lebih 510 komunitas yang telah melaksanakan kegiatan ini di seluruh Indonesia, dengan berbagai tujuan yang muaranya pada penyelesaian konfik lahan secara horisontal antar masyarakat maupun vertikal antar masyarakat dengan pihak pemerintah dan swasta, selain itu tujuan lain dari pemetaan adalah sebagai upaya mempersiapkan masyarakat melakukan langkah pengelolaan lahan secara spasial. Misalnya, peta digunakan untuk mengetahui pola pemanfaatan sumber daya alam secara tradisional, tetapi juga peta digunakan untuk membangun identitas seperti yang dilakukan di Jayapura, Papua oleh PtPPMA dengan masyarakat adat Nambluong. Contoh lain dapat dilihat di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur serta banyak lagi daerah lainnya. Safitri, 2009 High Conservation Value atau kawasan bernilai konservasi Tinggi adalah alat pendekatan yang digunakan oleh berbagai lembaga Swadaya Masyarakat seperti misalnya Yayasan WWF Indonesia melalui Panduan HCV yang dikeluarkan oleh konsorsium HCV Tolkit Indonesia. Konsep High Concervation Value HCV atau Hutan Bernilai Konservasi Tinggi muncul pada tahun 1999 sebagai ‘Prinsip ke sembilan λ’ dari standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh Majelis Pengurus Hutan Forest Stewardship Council FSC. Salah satu prinsip dasar dari konsep HCV adalah bahwa wilayah-wilayah yang dijumpai atribut dengan nilai konservasi tinggi tidak selalu harus menjadi daerah di mana pembangunan tidak boleh dilakukan. Sebaliknya, konsep HCV mensyaratkan agar pembangunan dilaksanakan dengan cara yang menjamin pemeliharaan danatau peningkatan HCV tersebut. Dalam hal ini, pendekatan HCV berupaya membantu masyarakat mencapai keseimbangan rasional antara keberlanjutan lingkungan hidup dengan pembangunan ekonomi jangka panjang. Konsorsium Toolkit HCV, 2008. Penyusunan dokumen kearifan nilai adat Malind dengan memasukan unsur HCV sebagai bagian dari pemikiran lingkungan diinisiasi dalam proses pemetaan partisipatif nilai kearifan dan pemetaan Tempat penting di Kabupaten Merauke. Hal ini merupakan alternatif menjawab kesiapan masyarakat Malind dalam memperjuangkan dihormati dan diakuinya hak atas pengelolaan sumber daya alam mereka dalam setiap kebijakan pembangunan terutama penataan ruang di Kabupaten Merauke. Pemetaan Partisipatif Tempat penting bagi Suku Malind sendiri bertujuan untuk mengidentifikasi semua Tempat penting dalam skala Suku dan wilayah adat Malind anim yang antara lain wilayah khima-khima, makleuw, Muli anim, Kum-animMalind anim, mbian anim, imbutirahuk anim, nggawil anim, Marori Mengey, Kanume dan Yeinan. Sejalan dengan inisiatif adat tersebut pada tahun 2006 telah dibangun ikrar bersama antara masyarakat adat dan para pihak di dua negara Indonesia dan Papua New Guinea melalui dokumen visi- misi TransFly yang isinya merumuskan dan menghasilkan peta TransFly. Peta tersebut telah mengakomodir Tempat penting masyarakat adat dan visi ekoregion sebagai penjabaran dari prioritas ekologi di wilayah sebelah Selatan pulau Papua. WWF Indonesia, 2008 Pembagian wilayah adat sangat berpengaruh pada hak dan kekuasaan untuk mengatur wilayah masing-masing sehingga ada pembatasan ketika seorang pemimpin adat pada suatu wilayah akan berbicara tentang teritori di luar wilayah kekuasaannya. Kepemilikan ulayat Malind Anim berdasarkan genealogis teritorial ini di kenal sebagai kepemilikan empat penjuru mata angin. Adapun sistem golongan kemargaanFamili disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Susunan Marga marga dalam Masyarakat Malind Susunan Marga Golongan Adat I. Marga Besar GebhaeGebze MAYO 1. Gebhae-Dinolik 2. Gebhae-Honglik 3. Gebhae-Walinaulik 4. Gebhae-Nggaulamlik 5. Gebhae-Wabalik 6. Gebhae-Bilukande 7. Gebhae-Awabalik 8. Gebhae-Moyuend II. Marga Besar SamilikSami 1. Yolmen 2. Maghuhae 3. Balagaihae 4. Kaize 5. Kaholik 6. Samkakai 7. Basikbasik 8. Ndikend I. Marga Besar GebhaeGebze 1. Gebze 2. Samkakai ZOSOM 3. Kaize 4. Ndiken 5. Mahuze 6. Basikbasik 7. Balagaize II. Marga Besar SamilikSami 1. Mahuze 2. Zohe EZAM 3. Kaize 4. Samkakai 5. Basikbasik 6. Gebze 7. Ndiken 8. Balagaize I. GEB IMOH 1. Nasemhe 2. Yamahe 3. Awabalik 4. Ndiken 5. Moyuend 6. Yawimahe 7. Bilukande 8. Kaize 9. Dinolik 10. Samkakai 11. Baodhe II. MAHUZE 1. Ndiwalik 2. Kaholik 3. Kidkidolik 4. Kinamde 5. Boilik 6. Balagaize 7. Matiwen 8. Basikbasik Dalam pandangan Malind setiap keluarga dalam klen atau marga berhak menggarap tanah untuk menanam komoditi pertanian umumnya pangan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, atau memangkur sagu didusun yang menjadi hak boan atau marganya. Contoh lain mengambil kulit kayu untuk menganyam nokentas di hutan yang menjadi hak marganya. Dengan kata lain, akses setiap anggota suku dan marga terhadap tanah dan sumberdaya agraria lainnya masih terbuka lebar. Menurut Boguma 2010 memperkuat argument tersebut orang Malind memiliki hubungan yang kuat dengan sumber-sumber agrarianya dalam sifat komunal sehingga ini memberi peluang akses yang luas.

2.9 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat

Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan memaknakan kesan-kesan indera untuk dapat memberikan arti terhadap lingkungannya. Apa yang seseorang persepsi terhadap sesuatu dapat berbeda dengan kenyataan dengan kenyataan yang objektif. Secara etimologi persepsi berasal dari bahasa latin perceptio yang berarti menerima atau mengambil. Persepsi adalah suatu proses dengan mana berbagai stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasi menjadi informasi yang bermakna. Menurut Stephen 1998, persepsi adalah suatu proses pengorganisasian dan pemaknaan terhadap kesan-kesan sensori untuk memberi arti pada lingkungannya. Fred 1992 mengatakan proses persepsi dapat didefinisikan sebagai interaksi yang rumit dalam penyeleksian, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus. Demikian juga dengan Milton 1981 mengemukakan bahwa persepsi adalah proses seleksi, organisasi dan interpretasi stimulus yang berasal dari lingkungan. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses dengan mana berbagai stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasi menjadi informasi yang bermakna. Kertapati 1981 menyatakan bahwa persepsi dapat diartikan sebagai proses untuk mengerti dan menyadari dunia luar diri sendiri. Menurut Schiffman, 1997 persepsi adalah bukan pembawaan dari lahir, sebagian besar dipelajari setelah dewasa. Berdasarkan tinjauan teori yang telah dikemukakan, yang dimaksud dengan persepsi masyarakat dalam penelitian ini adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan melalui penerimaan sejumlah sensasi dengan bekerjanya sistern syaraf, sehingga masyarakat dapat mengenal dan menyusun suatu pola tentang suatu hal dan tentang pilihan seseorang yang dikendakinya. Dibawah level persepsi ada pendapat atau opini, Pengertian Opini publik atau masyarakat menurut konteks berkaitan dengan dua pertanyaan yang berbunyi : What public are we referring to Publik apa yang kita maksud dan What is an opinion Apa yang dimaksud dengan opini. Opini publik adalah terjemahan dari kosa kata Bahasa Inggris yakni public opinion. Ditinjau dari sudut asal katanya Public Opinion berasal dari bahasa latin yakni opinari dan publicus. Adapun Opinary berarti berfikir atau menduga. Dalam bahasa inggris juga menandung arti option and hope yang juga berasal dari bahasa latin yaitu optio. sedangkan publicus mempunyai arti milik masyarakat luas. Menurut Moore 2004 Opini lebih kuat dari pada sebuah kesan tetapi lebih lemah dari pada pengetahuan yang positif. Opini merupakan suatu kesimpulan yang ada dalam pikiran dan belum dikeluarkan untuk di perdebatkan. Pendapat masyarakat adalah ungkapan keyakinan yang menjadi pegangan bersama diantara para anggota sebuah kelompok atau public, mengenai suatu masalah kontroversial yang menyangkut kepentingan umum. Penelitian ini kemudian akan digiring untuk mengetahui sejauh mana pemahaman, pengalaman dan harapan para pihak yang dikatagorikan sebagai publik atau masyarakat dalam koridor tata ruang. Persepsi masyarakat akan digali lebih dalam untuk mengetahui komposisi dominasi dari persepsi tentang pengetahuan, peran dan sikapnya dalam pemanfaaatan dan pengendalian ruang wilayah di Kabupaten Merauke.

2.10 Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Peraturan Zonasi

Persoalan penataan ruang di Indonesia pada dasarnya berakar pada bagaimana pelaksanaan pembangunan dilakukan. Dalam pelaksanaannya suatu pengembangan kawasan seringkali tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan menjadikan keduanya sebagai suatu produk yang bertentangan. Rencana tata ruang yang telah disusun akan tetap menjadi suatu dokumen sedangkan pelaksanaan pembangunan tetap berjalan berdasarkan permintaan pasar. Ketidaksesuaian antara rencana tata ruang yang telah disusun dengan pelaksanaan pembangunan ini membutuhkan apa yang disebut dengan pengendalian. Dalam Undang-Undang UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa pengendalian merupakan bagian dari proses penyelenggaraan penataan ruang yang berupaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memastikan bahwa proses pemanfaatan ruang telah sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan seringkali kawasan yang seharusnya menjadi kawasan pengembangan disalahgunakan oleh masyarakat setempat. Oleh karenanya zonasi kawasan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah menjadi berkurang dan akhirnya ditetapkanlah Penambahan Zonasi Pengembangan Kawasan. Dalam pelaksanaan pembangunan, pengendalian memiliki dua fungsi yaitu: 1 Fungsi untuk memperbaiki suatu kegiatan yang telah berlangsung lama namun keberadaanya tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. 2 Fungsi untuk mencegah terjadinya pembangunan yang tidak sesuai dengan acuan yang telah disusun. Kedua fungsi pengendalian tersebut pada dasarnya diarahkan untuk tujuan, mengarahkan dan mendorong pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada dan visi misi daripada pembangunan itu sendiri. Berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bentuk pengendalian penyelenggaraan penataan ruang pada dasarnya meliputi empat jenis, yaitu peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.  Peraturan Zonasi, merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blokzona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang  Perizinan, merupakan upaya untuk memperbolehkan atau tidak memperbolehkan suatu kegiatan berlangsung pada suatu wilayah sesuai dengan tata ruang, dengan mengeluarkan penerbitan surat izin.  Pemberian Insentif dan Disinsentif, merupakan upaya untuk mengarahkan pembangunan dengan memberikan dorongan terhadap kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan upaya menghambat terhadap kegiatan yang bertentangan dengan rencana tata ruang.