Agama, Bahasa dan Kepercayaan
lokal Suku Malind yang disebut ‘Tempat penting’ telah masuk dan ditetapkan
sebagai bagian pada kawasan lindung dengan nama cagar budaya. Tabel 9. Simbol dan makna enam elemen Tempat penting
Simbol Jenis
Arti simbol
Tempat sakral Segi 7 melambangkan 7 penjuru mata angin,
warna merah merupakan warna sakral, dan titik hitam ditengah melambangkan patok tanda
larangan dan sangat penting
Persinggahan leluhur
Segi 7 melambangkan 7 penjuru mata angin, warna merah artinya tidak boleh diganggu,
namun tidak mendasar tidak terlalu penting Perjalanan leluhur
warna merah merupakan salah satu warna adat penting dan garis perjalanan lebih tebal
Dusun sagu gambar pohon sagu dewasa dan tunas sagu,
mengandung arti pohon sagu dewasa dapat diambil oleh generasi saaat ini, dan sagu anak
untuk generasi mendatang
Sumber air lingkaran melambangkan air yang diam
seperti sumur, danau , rawa dan gelombang cabang kecil melambangkan air mengalir
seperti sungai
Kawasan konservasi adat
diberi warna merah tapi agak mudah, menunjukkan kawasan yang penting untuk
konservasi tetapi bukan daerah yang dilarang, oleh masyrakat dapat digunakan untuk
mengambil hasil hutan.
Sumber : Hasil konsesus Suku Malind tahun 2006
Konsep perlindungan kawasan Tempat penting bagi suku setempat menjadi bagian yang harus dipertimbangkan secara baik dalam penataan ruang
pembangunan. Beberapa pasal dalam perda RTRW dengan jelas telah menjelaskan tentang tempat penting yaitu : pasal 17 d, 20c, 21c, 35b dan
lampirannya. Cagar budaya dalam pola ruang dengan simbol garis putus-putus berwarna ungu yang menunjukan keberadaaannya dalam peta RTRW
Kabupaten masih bersifat imaginer.
Berawal dari visi agropolitan tahun 2006 – 2011, perekonomian berbasis
pertanian diupayakan dengan berbagai cara untuk berkembang dan menghasilkan pemasukan yang utama bagi daerah. Masuknya investasi skala luas di Kabupaten
Merauke disatu sisi menunjukan bahwa Merauke memiliki kekayaan sumber daya alam berupa lahan yang sangat menjanjikan terutama bagi komoditi seperti kelapa
sawit, tebu dan jenis tanaman pangan seperti padi dan palawija.
Digelarnya rencana nasional perluasan lahan pangan yang disebut Merauke Integrated Food and Energy EstateMIFEE, disampbut pemerintah daerah dengan
alokasi untuk tahap awal lahan seluas 228.023 ha. Lokasinya dibagi dalam empat klaster pengembangan yaitu : Klaster Merauke termasuk distrik Semangga,
Tanah Miring, Jagebob; klaster Kali Kumbe termasuk Distrik Jagebob dan Sota,
dan klaster Muting mencakup Muting, Eligobel dan Ulilin. Luasan lahan dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 12.
Tabel 10. Luasan Klaster I-IV MIFEE Klaster
Fungsi Kawasan Luas Klaster
Ha APL
HPK Air
Klaster I 11,580
32,635 24
44,239 Klaster II
5,567 44,574
0.04 50,141
Klaster III 31,291
49,425 1
80,717 Klaster IV
16,806 36,102
18 52,926
Jumlah 65,244
162,736 43,04
228,023
Gambar 12. Peta Kawasan Project MIFEE Sejauh ini perkembangan MIFEE sampai dengan tahun 2012 tercatat kurang
lebih 1λ perusahaan yang berada di 4 klaster MIFEE. Dalam praktek perolehan lahan produksi sebagian besar perusahaan mempunyai keluhan yang senada
seputar pembebasan tanah dan belum jelasnya batas hak atas tanah dan kawasan tempat penting masyarakat di dalam lokasi konsesi. Persoalan lain dari sisi
kebijakan adalah tentang perizinan seperti moratorium hutan lewat surat edaran Gubernur No.05035λ5Set tanggal 26 Oktober 2010, bahwa semua permohonan
ijin yang menggunakan lahan skala luas harus menunggu Penetapan PERDA Provinsi Papua tentang RTRW Provinsi Papua Tahun 2010-2030 dan penundaan
izin-izin karena belum ditetapkan RTRW Papua. Tentunya menimbulkan reaksi beragam dari berbagai pihak baik pengusaha, pemerintah maupun masyarakat.
Persoalan lain yang juga penting adalah pengurusan dokumen lingkungan AMDAL yang belum bisa dipenuhi sebagian besar perusahaan karena adanya
perubahan waktu perizinan menjadi hanya 14 hari.