rencana pembangunan terutama bagaimana meletakan kebutuhan masyarakat baik tradisional maupun terkini pada pijakannya. Hal ini untuk memperkokoh daya
bangun dan peletakan ruang pembangunan yang ramah lingkungan dan secara teruts menerus menyediakan jasa bagi pencapaian tujuan utama masyarakat adil
da sejahtera jasmani dan rohani.
2.2 Sistem Informasi Geografis dan Analisis Spasial
Sistem Informasi Geografis SIG adalah suatu sistem perangkat kerja komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan data, analisis data dan
tampilan geografi yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Sistem komputer ini terdiri dari perangkat keras hardware, perangkat lunak software
dan manusia personal yang sengaja dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, menganalisis dan menyajikan semua jenis informasi
yang berorientasi geografis Barus, 2000. Analisis dengan SIG dapat memperoleh jawaban dari permasalahan-permasalahan keruangan. Hal ini tergantung dari
bagaimana analisis melakukan klasifikasi atau simbolisasi suatu fitur. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan Mitchell, 2005.
Analisis SIG dapat dipakai untuk mendukung berbagai aplikasi baik terhadap fenomena geografis yang penting dalam kegiatan pembangunan,
misalnya dalam perencanaan tata ruang spatial planning yang dalam UU 26 Tahun 2007 diterjemahkan dalam penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian
Ruang. Dalam perencanaan pembangunan perlu dilakukan analisis spasial dari berbagai kondisi fisik dan sosial budaya dan ekonomi suatu daerah untuk dapat
menentukan pemanfaatan sumberdaya yang optimal. Untuk keperluan analisis keruangan, SIG mempunyai kemampuan yang sangat fleksibel dan akurat.
Menurut Barus 2000 tahapan dalam analisis SIG diawali dengan persiapan yaitu konversi data analog maupun dijital lain kedalam format yang diinginkan, dan
yang berikut adalah identifikasi dan spesifikasi objek dalam data sumber sehingga bereferensi geografis.
Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital Purwadhi, 2001.
Interpretasi secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan cirikarakteristik objek secara keruangan.
Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, ronawarna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti.
Interpretasi secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan pada citra.
2.3 Penutupan lahan dan Penggunaan lahan
Menurut FAO 1994 Definisi lahan adalah “daerah di permukaan bumi
bagian daratan yang disebut juga tanah, meliputi semua bagian biosfer tepat di atas atau di bawahnya, termasuk dari iklim, bentuk tanah, hidrologi pada
permukaan yanag meliputi danau dangkal, sungai, rawa-rawa, dan rawa, lapisan sedimen dan terkait tanah cadangan, populasi tanaman dan hewan, pola
permukiman manusia dan hasil fisik aktivitas manusia masa lalu dan sekarang
” terasering, penyimpanan air atau struktur drainase, jalan, bangunan, dll.
Wolman 1987 dalam Widiatmaka 2007 mengartikan lahan merupakan
kumpulan bentangan sumber daya alam di profil tertentu dari mulai atmosfer. Dapat disimpulkan bahwa lahan merupakan tanah dengan segala ciri, kemampuan
maupun sifatnya beserta segala sesuatu yang terdapat diatas termasuk didalamnya kegiatan manusia dalam memanfaatkan lahan. Lahan adalah lingkungan fisik yang
mencakup tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi potensi penggunaan lahan.
Wolman, 1987, 646
Penggunaan lahan atau land use merupakan aktifitas manusia dalam memanfaatkan lahan yang melibatkan pengelolaan dan modifikasi lingkungan
alam atau hutan belantara ke lingkungan terbangun seperti padang rumput, dan permukiman. Penggunaan lahan juga telah didefinisikan sebagai pengaturan,
kegiatan dan masukan manusia dalam mengambil alih jenis tutupan lahan tertentu untuk menghasilkan, mengubah atau mempertahankannya FAO, 1997a, FAO
UNEP, 1999. Penggunaan lahan mencerminkan sejauh mana usaha atau campur tangan manusia dalam memanfaatkan dan mengelola lingkungannya.
Banyak sumber yang sudah berusaha memisahkan dengan tegas batas antara penutupan lahan dan penggunaan lahan, Lillesand dan Kiefer 1979 memberi
pengertian penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia pada obyek tersebut. Townshend dan Justice 1981 juga berpendapat mengenai penutupan lahan, yaitu penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik
visual dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut.
Barret dan Curtis 1982 mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah penutupan lahan seperti vegetasi, salju, dan lain
sebagainya, dan sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia
penggunaan lahan. Jika pada penutupan lahan dikatakan “tubuh air” water body, maka penggunaan lahan dapat berarti sungai, danau, kolam, dan lain-lain.
Dunggio 1991 dalam jurnal ilmiah Agropolitan melakukan analisis degradasi tutupan lahan di Hutan Lindung Gunung Damar Provinsi Gorontalo
yang menyimpulkan bahwa terjadi perubahan tutupan lahan sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan oleh manusia seperti pemukiman, perladangan berpindah,
illegal logging dan perburuan illegal. Dari hasil pengertian dan penelitian tersebut menurut Arsyad 1989 penggunaan lahan dapat dikatagorikan dalam dua
golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Sedangkan degradasi lahan memiliki kaitan erat dengan lahan yang
dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui yang sangat bergantung dengan daya dukung lahan. Dengan demikian keputusan manusia untuk memperlakukan
lahan bagi kepentingan mensejahterakan dirinya disamping sangat dipengaruhi oleh permintaan dan ketersediaan lahan maka dipengaruhi juga oleh faktor
karakterisitik fisik lahan suitability, feasibility berkaitan dengan lokasi, aksesibilitas, sarana dan prasarana, faktor penting lainnya berikaitan dengan
budaya masyarakat culture dan kebijakan pemerintah policy maker.
2.4 Klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan
UNFAO mengembangkan standar internasional klasifikasi penutup lahan berdasarkan dokumen ISO 19144-1. Selanjutnya dikembangkan oleh Badan
Informasi Geospasial BIG Indonesia, acuan ini memungkinkan terjadinya
pemantauan dan pelaporan perubahan penutup lahan pada suatu negara yang memiliki penerimaan di tingkat internasional. Dalam sistem klasifikasi penutup
lahan UNFAO, makin detail kelas yang disusun, makin banyak kelas yang digunakan. Kelas penutup lahan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu daerah
bervegetasi dan daerah tak bervegetasi. Semua kelas penutup lahan dalam kategori daerah bervegetasi diturunkan dari pendekatan konseptual struktur fisiognomi
yang konsisten dari bentuk tumbuhan, bentuk tutupan, tinggi tumbuhan, dan distribusi spasialnya. Dalam kategori daerah tak bervegetasi, pendetailan kelas
mengacu pada aspek permukaan tutupan, distribusi atau kepadatan, dan ketinggian atau kedalaman objek. Klasifikasi tutupan disederhanakan dari skala peta
1:250.000 yang dikeluarkan oleh BIG, dengan maksud agar memudahkan pendetilan klasifikasi yang disusun. Klasifikasi tutupan lahan disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Penutupan Lahan menurut BIG skala 1: 250.000 No.
Kelas Penutup lahan No.
Kelas Penutup lahan 1
Daerah Bervegetasi 2.1.4
Gumuk pasir 1.1
Daerah Pertanian 2.2
Permukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan
1.1.1 Sawah
2.2.1 Lahan terbangun
1.1.2 Sawah pasang surut
2.2.1.1 Permukiman
1.1.3 Ladang
2.1.1.2 Bangunan industrial
1.1.4 Perkebunan
2.2.1.3 Jaringan jalan
1.1.5 Perkebunan campuran
2.2.1.3.1 jalan arteri 1.1.6
Daerah bukan Pertanian 2.2.1.3.2 jakal kolektor
1.2 Daerah Bukan Pertanian
2.2.1.3.3 jalan lokal 1.2.1
Hutan Lahan kering 2.2.1.4
Jaringan jalan kereta api 1.2.1.1 hutan lahan kering primer
2.2.1.5 Bandar udara domestikinternasional
1.2.1.2 Hutan lahan kering sekunder 2.2.1.6
Pelabuhan laut 1.2.2
Hutan Lahan Basah 2.2.2
Lahan tidak terbangun 1.2.2.1 hutan lahan basah primer
2.2.2.1 Pertambangan
1.2.2.2 Hutan lahan basah sekunder 2.2.2.2
Tempat penimbunan sampahdeposit 1.2.4
Semak dan belukar 2.3
Perairan 1.2.5
Padang Rumput, alang-alang, sabana
2.3.1 Danau atau waduk
1.2.6 Rumput rawa
2.3.2 Tambak
2 Daerah tak bervegetasi
2.3.3 Rawa
2.1 Lahan terbuka
2.3.4 Sungai
2.1.1 Lahar dan lava
2.3.5 Anjir pelayaran
2.1.2 Hamparan pasir pantai
2.3.6 Terumbu karang
2.1.3 Beting pantai
2.3.7 Gosong pantai
Sumber data : SNI BIG
2.5 Penataan Ruang Wilayah
Rustiadi 2011 mengatakan ada dua kondisi yang harus dipenuhi dalam penataan Ruang wilayah: i kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan