Konsep Nilai Sumberdaya dan WTP Terhadap Jasa Lingkungan

2.6 Metode Kontingensi Contingent Valuation Method

Metode kontingensi CVM adalah suatu cara untuk menilai suatu manfaat non-use dan mengkonversinya ke dalam nilai moneter dengan metode survei. Metode CVM digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi dan berbagai macam ekosistem dan jasa pelayanan lingkungan. CVM adalah suatu metode mengumpulkan preferensi seseorang mengekspresikan kesediaan membayar seseorang. Pada dasarnya CVM menanyakan berapa kesediaan membayar mereka untuk memperoleh suatu manfaat Garod dan Willis 1999. Wawancara dilakukan dengan menanyakan WTP dan WTA terhadap sumberdaya alam agar tetap terpelihara. CVM hanya dapat digunakan sebagai metode untuk mengestimasi nilai bukan guna yang tidak diperdagangkan di pasar, dan menilai barang yang tidak memiliki barang subtitusi, komplemen, dan pengganti yang diperdagangkan di pasar. Untuk menghasilkan informasi yang akurat maka diperlukan beberapa hal, yaitu rancangan kuisioner yang tepat, survey yang tepat dan teliti serta perhitungan ekonometrika yang rumit untuk menganalisis data.

2.7 Teori Kelembagaan

Soemardjan dan Soelaeman 1974, menuliskan bahwa lembaga mempunyai fungsi sebagai alat pengamatan kemasyarakatan social control artinya kelembagaan dapat bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat yang berperan besar terhadap sirkulasi kelembagaan tersebut. Komponen dari kelembagaan antara lain; aturan formal, aturan informal dan mekanisme penegakan enforcement. Soemardjan dan Soelaiman 1974, memperinci ciri-ciri lembaga kemasyarakatan sebagai berikut: 1. Merupakan unit yang fungsional, merupakan organisasi pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil- hasilnya. 2. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu, yaitu telah teruji dan berupa himpunan norma-norma pencapaian kebutuhan pokok yang sewajarnya harus dipertahankan. 3. Mempunyai tujuan atau beberapa tujuan tertentu. 4. Mempunyai perangkat peralatan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut, misalnya: bangunan gedung, mesin-mesin, alat-alat lain. 5. Mempunyai alat pengebor semangat, misalnya: lambang-lambang, panji- panji, slogan-slogan, semboyan-semboyan dan lain sebagainya. 6. Mempunyai tradisi atau tata-tertib sendiri. Soemardjan dan Soelaiman 1974 secara umum menyimpulkan bahwa lembaga sosial merupakan suatu tatanan sosial yang mempunyai tiga fungsi pokok dalam kehidupan masyarakat, yaitu: 1. Sebagai pedoman patokan bagi para anggota masyarakat tentang cara bagaimana harus bersikap dan berperilaku dalam setiap usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. 2. Sebagai pertahanan atau penangkal kekuatan dalam melestarikan keutuhan masyarakat. 3. Sebagai pedoman bagi masyarakat dalam rangka usaha memelihara suatu ketertiban dan sekaligus memberantas segala perilaku anggota masyarakat yang menyimpang

2.8 Analisis Multistakeholder

Analisis Multistakeholder akan mengklasifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan. Menurut Colfer et al. 1999, untuk menentukan siapa yang perlu dipertimbangkan dalam analisis multistakeholder yaitu dengan mengidentifikasi dimensi yang berkaitan dengan interaksi masyarakat terhadap HR, dimana stakeholders dapat ditempatkan berdasarkan beberapa faktor, yaitu: 1. Kedekatan dengan hutan, merupakan jarak tinggal masyarakat yang berhubungan dengan kemudahan akses terhadap hutan. 2. Hak masyarakat, hak-hak yang sudah ada pada kawasan hendaknya diakui dan dihormati. 3. Ketergantungan, merupakan kondisi yang menyebabkan masyarakat tidak mempunyai pilihan yang realistis untuk kelangsungan hidupnya sehingga mereka sangat bergantung dengan keberadaan hutan.