Memperkirakan Nilai Rata-rata WTP

V GAMBARAN UMUM

5.1 Sejarah Perkembangan Hutan Rakyat Giriwoyo

Pada tahun 1956, pasca masa penjajahan banyak hutan negara dalam kondisi rusak dan gundul, hal ini melatarbelakangi masyarakat untuk melakukan penanaman tanaman penghijauan di daerah tegalan dan pekarangan. Jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat saat itu adalah jenis tanaman jati, mahoni, akasia dan nangka. Kegiatan penanaman penghijauan saat itu dinamakan KBD Kebun Bibit Dusun. Pengembangan KBD dilakukan secara swadaya oleh masyarakat dengan dikoordinir oleh Kepala Dusun masing-masing. Masyarakat pernah mendapat bantuan bibit pohon jenis akasia dari World Food Program WFP dengan insentif sarden, susu, dan minyak goreng sebagai upah melakukan penanaman. Penghijauan terus dilakukan di Giriwoyo, terutama saat pemerintah mengeluarkan anjuran untuk menanam tanaman di lahan yang masih kosong guna menanggulangi banjir di Waduk Gajah Mungkur. Perkembangan penanaman di Giriwoyo dilatarbelakangi juga oleh kondisi yang dirasakan masyarakat saat itu, lahan kritis yang berbatu sehingga membuat masyarakat kesulitan air, udara yang panas dan gersang ketika musim kemarau dan banjir serta longsor ketika musim hujan membuat masyarakat berinisiatif untuk melakukan penanaman. Pada tahun 2003 dilaksanakan kegiatan GERHAN oleh Dinas Kehutanan seperti kegiatan reboisasi, penghijauan, hutan rakyat, hutan pantaimangrove dan lain-lain. Kegiatan ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat Giriwoyo, melalui penyuluhan dan pemberian bibit menjadikan HR Giriwoyo semakin berkembang. Masyarakat mulai menyadari besarnya manfaat hasil hutan baik tangible maupun intangible sehingga merasa bahwa pengelolaan HR harus mulai dilakukan dengan baik, maka ada inisiatif dari petani HR untuk membentuk Perkumpulan Pelestari Hutan Rakyat PPHR sebagai Forest Management Unit FMU yang bertugas mengelola HR Giriwoyo. Melihat terus berkembangnya penanaman HR Giriwoyo, petani HR melalui PPHR dibantu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM PERSEPSI melakukan pengajuan sertifikasi hutan berbasis PHBML Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari. Usaha pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari dari segi produksi, ekologi, dan sosial selayaknya mendapat pengakuan yang bisa mendorong munculnya insentif-insentif dari berbagai pihak atas berbagai jasa yang dikembangkan oleh PPHR. Untuk itu, PPHR Kecamatan Giriwoyo melakukan penyusunan dokumen pengajuan permohonan sertifikasi PHBML dengan sistem Lembaga Ekolabeling Indonesia LEI kepada PT. Mutu Agung Lestari MAL sebagai lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi oleh LEI. Pada tahun 2007 HR Giriwoyo secara sah mendapatkan sertifikasi PHBML yang menyatakan bahwa pengelolaan HR Giriwoyo sudah memenuhi syarat pengelolaan hutan dari segi produksi, ekologi dan sosial.

5.2 Keadaan Umum Kecamatan Giriwoyo

Giriwoyo merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah yang memiliki 16 DesaKelurahan. Total luas wilayah Giriwoyo sebesar 10.060,13 Ha, dengan rincian Kelurahan Giriwoyo 403,95 ha, Desa Sejati 533,27 ha, Desa Sendang Agung 479,82 ha, Desa Sirnoboyo 431,19 ha, Desa Platarejo 671,26 ha, Desa Tawangharjo 543,89 ha, Desa Guwotirto 688,28 ha, Desa Titosuworo 865,59 ha, Kelurahan Girikikis 923,71 ha, Desa Ngancar 666,71 ha, Desa Bulurejo 622,15 ha, Desa Gedung Rejo 870,61 ha, Desa Pidekso 469,94 ha, Desa Tungku Rejo 582,53 ha, Desa Bumi Harjo 465,60 ha dan Desa Sulu Marto 843,25 ha. Kecamatan Giriwoyo secara georgafis berada pada ketinggian 169 meter diatas permukaan laut dan sebagian tanahnya terdiri dari tanah pegunungan yang berbatu kapurgamping. Ibukota Kecamatan Giriwoyo adalah Kelurahan Giriwoyo, dengan batas-batas; sebelah Utara Giriwoyo berbatasan dengan Kecamatan Baturetno, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batuwarno, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Eromoko dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Giritontro. Penggunaan lahan di Kabupaten Wonogiri didominasi oleh hutan rakyat, yaitu sebanyak 73.031 Ha 40,08 yang terdiri dari lahan tegalan dan pekarangan. Tegalan dan pekarangan dapat dikatakan hutan rakyat karena lahan ini ditanami pepohonan oleh masyarakat. Pepohonan yang ditanam adalah jenis pohon Jati, Akasia dan Mahoni. Penggunaan lahan lainnya sebagai sawah