Tata Kelola dan Manfaat Hutan

3. Nilai Ekonomi Kayu Akasia

Potensi total volume pohon akasia di kawasan HR Giriwoyo adalah sebesar 9133,71 m 3 dan sebagian besar tumbuhan akasia berada pada kelas umur 1-10 tahun yaitu sebanyak 59,98 dari total tumbuhan akasia yang ada di kawasan HR Giriwoyo. Riap dari tumbuhan jati, mahoni dan akasia tidak jauh berbeda, yaitu berkisar antara 0,90 – 1,01 cmpohontahun, maka diameter pohon akasia berumur sepuluh tahun berkisar antara 9 - 10 centimeter. Harga kayu akasia yang berlaku di lokasi penelitian untuk diameter 9-10 centimeter adalah sebesar Rp.800.000m 3 . Etat tebang lestari pohon akasia di HR Giriwoyo adalah 151,12 m 3 tahun, maka dapat dihitung bahwa nilai ekonomi dari kayu akasia adalah: NKLakasia = HKLakasia x PKLakasia NKLakasia = Rp.800.000m 3 x 151,12 m 3 tahun NKLakasia = Rp.120.896.000tahun Dimana: NKLakasia = Nilai Kayu Log jenis akasia Rptahun HKLakasia = Harga kayu log jenis akasia Rpm 3 Eakasia = Etat volume tebang lestari per tahun jenis akasia m 3 tahun

4. Nilai Ekonomi Total Kayu Log

Berdasarkan perhitungan nilai ekonomi kayu masing-masing dari kayu jati, kayu mahoni, dan kayu akasia, maka dapat kita hitung potensi kayu total yang terdapat pada kawasan HR Giriwoyo adalah: NKLtotal = NKLjati + NKLmahoni + NKLakasia NKLtotal = Rp.905.382.000 + Rp.238.133.000 + Rp.120.896.000 NKLtotal = Rp. 1.264.411.000tahun Nilai kayu log tersebut sudah diperhitungkan kelestariannya, karena menggunakan data etat volume lestari, sehingga manfaat lain dari HR Giriwoyo tetap dapat diperhitungkan.

5. Nilai Ekonomi Kayu Bakar

Pertumbuhan HR Giriwoyo memberikan maanfaat langsung yang lain selain kayu log. Batang atau dahanranting dari pohon yang kering dapat dijadikan kayu bakar yang tentu saja memiliki nilai ekonomi. Belum ada yang meneliti potensi kayu bakar HR Giriwoyo secara langsung, namun kita dapat menghitung potensi kayu bakar secara ekonomi dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut; harga kayu bakar yang dijual di sekitar lokasi penelitian adalah Rp.15.0002 ikat. Dua ikat kayu bakar rata-rata dapat digunakan memasak selama tujuh hari satu minggu dalam satu keluarga, berarti kebutuhan kayu bakar dalam satu tahun adalah 96 ikat. Asumsikan masyarakat yang menggunakan kayu bakar adalah keluarga pra sejahtera di Kecamatan Giriwoyo. Menurut data dari buku Wonogiri Dalam Angka 2012 total masyarakat pra sejahtera di Kecamatan Giriwoyo adalah sebanyak 2.443 kepala keluarga , maka potensi ekonomi kayu bakar HR Giriwoyo adalah sebesar: NKB = Jkb x Pkb x KPS NKB = 96 ikattahun x Rp.7.500ikat x 2.443 NKB = Rp. 1.758.960.000tahun Dimana: NKB = Nilai Kayu Bakar Rptahun Jkb = Jumlah kayu bakar yang digunakan ikattahun KPS = Jumlah keluarga pra sejahtera di Kecamatan Giriwoyo

6. Nilai Ekonomi Empon-empon

Selain menanam pohon untuk dimanfaatkan kayunya, petani HR Giriwoyo juga menanam tanaman bawah yang ditanam secara tumpangsari. Istilah tanaman bawah dalam bahasa lokal adalah empon-empon. Empon-empon ditanam sebagai alternatif pendapatan bagi petani. Waktu panen yang jauh lebih cepat dibanding panen kayu diharapkan dapat menjadi pendapatan tambahan bagi para petani hutan rakyat. Berdasatkan survey lapangan, jenis empon-empon yang dominan ditanam oleh petani HR di Kecamatan Giriwoyo ini adalah kunyit. Pendekatan benefit transfer digunakan untuk menghitung nilai potensi kunyit di HR Giriwoyo. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pranoto 2009, tingkat produktivitas kunyit di hutan rakyat Desa Selopuro, Kecamatan Batuwarno, Wonogiri adalah sebesar 305 kghatahun. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan melihat lokasi HR yang berdekatan dan karakteristik masyarakatnya hampir sama. Harga per kilogram kunyit yang berlaku di lokasi penelitian saat peneliti melakukan survey adalah sebesar Rp.2.500kg, maka potensi empon- empon HR Giriwoyo adalah: NE = PE x HE x LA NE = 305 kghatahun x Rp.2.500kg x 2328 ha NE = Rp.1.775.100.000tahun Dimana : NE = Nilai Empon-emponkunyit Rptahun PE = Potensi Empon-empon kghatahun HE = Harga Empon-empon Rpkg LA = Luas areal HR ha

6.2.2 Manfaat Tidak Langsung Hutan Rakyat Indirect Use

1. Nilai Penyerap Karbon

Suatu hutan memiliki fungsi penyerap karbon, hal ini disebabkan karena tumbuhan yang berada pada hutan tersebut secara alamiah melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan bagi tumbuhan itu sendiri. Proses fotosintesis ini secara tidak langsung berguna bagi manusia karena dapat menyerap gas karbon yang merugikan bagi manusia. Kemampuan hutan untuk menyerap karbon tergantung pada besarnya volume biomassa pada hutan tersebut. Untuk menghitung nilai penyerap karbon pada HR Giriwoyo, maka digunakan metode benefit transfer . Menurut Mugiono 2009 perkiraan kandungan karbon dari kayu HR di Jawa-Madura adalah sebesar 40.724.689,34 ton, atau 15,75 tonha. Total luas areal HR Giriwoyo adalah seluas 2328 Ha Wonogiri dalam angka 2012, dan harga karbon di pasar Internasional rata-rata US12ton Thoha 2013 dengan nilai kurs US1 bernilai Rp. 9.800 per April 2013. Dengan data-data tersebut, maka nilai penyerap karbon HR Giriwoyo adalah sebesar: NPK = CO x PC x LA NPK = 15,75 tonha x Rp. 117.600ton x 2328 ha NPK = Rp. 4.311.921.600tahun Dimana: NPK = Nilai Penyerap Karbon Rptahun CO = Kandungan karbon dalam kayu tonha PC = Harga karbon Rpton LA = Luas areal HR ha

2. Nilai Ekonomi Mata Air

Hutan secara alami memiliki manfaat fungsi hidrologis, dimana hutan melalui akar pepohonannya dapat mengatur aliran air tanah. Fungsi hidrologis dari hutan menghasilkan beberapa mata air yang berada di beberapa daerah di sekitar HR Giriwoyo. Keberlanjutan mata air ini sangat dipengaruhi oleh kelestarian HR Giriwoyo, berdasarkan data yang didapat dari masing masing desa