Komunitas dan Pemberdayaan Keluarga Miskin

beras untuk orang miskinsantunan sosial. 3. Keterbatasan kepemilikkan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per bulan; 4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit. 5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya; 6. Tidak memiliki asset yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin; 7. Tinggal di rumah yang tidak layak huni; 8. Sulit memperoleh air bersih. Indikator tersebut sifatnya multidimensi, artinya setiap keluarga miskin dapat berbeda tingkat kedalaman kemiskinannya. Secara umum jika terdapat tiga kriteria tersebut di atas terpenuhi, maka sudah dapat dikategorikan sebagai keluarga miskin yang layak untuk memperoleh pelayanan sosial. Semakin banyak kriteria yang terpenuhi maka kategori keluarga tersebut semakin miskin.

2.2.2. Komunitas dan Pemberdayaan Keluarga Miskin

Di dalam proses pembangunan sosial ekonomi di berbagai bidang perekonomian, pertanian, kesehatan dan sebagainya selalu menggunakan komunitas sebagai titik masuk sebuah kebijakan. Oleh karena itu konsep komunitas menjadi penting artinya dalam proses pembangunan masyarakat. Koentjoroningrat 1996, mendefenisikan bahwa komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan berinteraksi secara kontiniu sesuai dengan suatu sistem adat istiadat dan terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Secara umum, gambaran sebuah struktur komunitas akan ditandai oleh serangkaian fenomena sebagai berikut: 1. Prinsip saling berbagi shared norms and expectation di antara para anggota suatu komunitas. 2. Pertukaran materi - informasi yang adil di antara individu-individu anggota sebuah komunitas. 3. Kesatuan komunitas yang dibangun oleh to face communication yang akrab. Tonny, 2005 Pemberdayaan merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat dan martabat masyarakat bawah. Konsep ini menjadi sangat penting karena dapat memberikan perspektif positif terhadap masyarakat Pemberdayaan masyarakat dari partisipasi merupakan strategi dalam paradigma pembangunan yang tertumpu pada rakyat people centered development Adimihardja, 2004. Strategi ini menyadari pentingnya peningkatan kapasitas masyarakat untuk kemandirian dengan kekuatan internal yang ada pada masyarakat. Dalam rangka pemberdayaan keluarga miskin, hal utama harus dilakukan adalah pengembangan kapasitas komunitas serta membangun jaringan kerja komunitas. Mengacu pada Unicef 1999 dalam Sumarti T. dkk 2005 , terdapat tujuh komponen kapasitas di tingkat komunitas yang dapat dikembangkan untuk dapat mendorong aktivitas-aktivitas ekonomi anggotanya melalui pembentukan kelompok-kelompok usaha ekonomi produktif seperti KUBE, yaitu : 1. Community leader ; siapa saja orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat yang dapat mendorong penguatan kelompok usaha ekonomi produktif ? 2. Community technology ; teknologi apa yang digunakan oleh masyarakat untuk memproduksi sesuatu, apa konsekuensi dari suatu intervensi ? 3. Community fund ; apakah ada mekanisme penghimpunan dana dalam masyarakat ? 4. Community material: sarana apa saja yang ada di masyarakat yang berguna untuk pengembangan kelompok, apa modal usaha keluargakomunitas ? 5. Community knowledge ; apa persepsi masyarakat berkaitan dengan usaha mereka, apa harapan terhadap pelayanan ekonomi produktif, sejauh mana kepercayaan pada pelaku pelayanan ekonomi produktif ? 6. Community decision making; apakah masyarakat disertakan dalam program secara keseluruhan ? 7. Community organizations ; usaha ekonomi mana yang dapat berkembang menjadi organisasi ekonomi produktif ? Kelompok tani, koperasi tani, KUDLSM, kelembagaan bagi hasil, kelembagaan pedagang, mitra kerja. Dalam pemberdayaan masyarakat, kelompok menempati posisi yang penting karena akan berperan dalam masyarakat dalam mengontrol suatu keputusan program maupun kebijakan yang berpengaruh langsung kepada kehidupan komunitas. Di dalam pembahasan tentang pemberdayaan masyarakat dikenal suatu konsep modal sosial, yang secara umum dipahami sebagai bentuk institusi, relasi, dan norma-norma yang membentuk kualitas dari kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat. Menurut pendapat saya dalam rangka pemberdayaan keluarga miskin maka pertama dan utama yang harus dilaksanakan adalah pengembangan kapasitas komunitas serta membangun jejaring mengacu pada Unicef 1999 dalam Sumarti T. Dkk 2005. 2.3. Penguatan Kelembagaan Apabila melihat peluang perubahan kelembagaan, maka ada baiknya menyiapkan perubahan tersebut. Hal ini menunjukkan paling tidak untuk pengembangan kelembagaan dalam konteks pembangunan yang berbasis pada pengembangan komunitas memerlukan roh yang jelas. Satu hal yang pokok dalam hal ini adalah mengingatkan akan pembangunan yang berkelanjutan Lala Kolopaking dan Fredian Toni, 2007. Ada tiga pilar utama dari Pembangunan berkelanjutan, yaitu: 1 Pengentasan kemiskinan poverty eradication. 2 Perubahan konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan changing unsustainable pattern of coinsumption and production. 3 Perlindungan dan pengelolaan basis sumber daya alam bagi pembangun ekonomi dan sosial protecting and managing the natural resouces basis of economic and social development. Ketiga pilar ini perlu diintergrasikan dan terkait dan tergantung satu sama lainnya interdepedency. Pengembangan kelembagaan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui teknik - teknik sosial yang diturunkan dari penerapan teknologi partisiptif, oleh karena itu bentuk kegiatannya beragam mulai dari pendampingan, melakukan pelatihan berbasis kompetensi, pemagangan, studi banding utuk melihat pola percontohan. Keberhasilan best practice, penyusunan dan perencanaan aksi, bahkan sampai melakukan advokasi untuk melakukan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Hal yang utama dalam hal ini dilakukan dalam bentuk proses belajar sosial partisipatif yang diarahkan untuk menghasilkan aksi bersama yang produktif. Satu hal yang menjadi hasil autcome dari kegiatan-kegiatan ini adalah lahirnya kader- kader untuk ikut mengembangkan proses pemberdayaan masyarakat. Menurut Bertrand 1974, seperti dikutip Tonny dan Utomo 2004, kelembagaan adalah tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Artinya wujud konkrit dari pemahaman tentang kelembagaan dapat berupa grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Istilah ”lembaga” institution dan ”pengembangan kelembagaan” institutional building, mempunyai arti yang berbeda - beda untuk orang yang berbeda pula. Disini pengembangan kelembagaan sinonim dengan pembinaan kelembagaan dan didefinisikan sebagai proses utntuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Proses ini secara internal dapat digerakkan oleh manager sebuah lembaga atau dicampur tangani dan dipromosikan oleh pemerintah atau badan- badan pembangunan Israel, A 1992. Pembangunan kelembagaan atau analisa kelembagaan menyangkut sistem manajemen termasuk pemantauan dan evaluasi; struktur dan perubahan organisasi; perencanaan, termasuk perencanaan untuk suatu proses investasi yang efisien ; kebijakan pengaturan staf dan personalia ; pelatihan staf, prestasi keuangan, termasuk manajemen keuangan dan perencanaan, penyusunan anggaran dan akunting; perawatan dan pengadaan Israel, A 1992. Menurut Sugiyanto 2002 hasil akhir dari pembangunan lembaga menetapkan sederetan pengujian. Prinsip-prinsip dasarnya 1 harus diadakan norma-norma dan pola-pola yang baru di dalam organisasi yang relevan dengan lingkungan, baik organisasi maupun inovasi yang diwakilinya harus melembaga dan semua ini harus dinilai; 2 nilai intrisik yang diperoleh dapat dipandang sebagai sumber daya yang memungkinkan para penghantar perubahan untuk mencapai tujuannya dengan biaya yang berkurang karena komitmen staf dan citra yang menguntungkan dan diproyeksi dalam lingkungan. Menurut Eade 1997 seperti dikutip Tonny dan Utomo 2004, pengembangan kapasitas sering digunakan secara sederhana untuk menjadikan suatu lembaga lebih efektif mengimplementasikan proyek-proyek pembangunan. 2.4. Kelompok Usaha Bersama KUBE Kelompok Usaha Bersama KUBE adalah kelompok binaan sosial KBS yang atas bimbingan dan kesadaran bersama, diberi tanggung jawab untuk mengelola bantuan stimulan Usaha Ekonomi Produktif UEP. Maksud pembentukan KUBE ini adalah meningkatkan motivasi, interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber daya ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan dengan pihak terkait Departemen sosial, 2005 Jumlah KUBE didasarkan atas kebutuhan nyata di lapangan, bisa menjadi kelompok kecil antara tiga sampai lima orang atau kelompok besar lebih dari lima orang. Banyak anggota KUBE dalam perkembangannya dapat berjumlah menjadi sangat banyak, namun untuk efektivitas pendekatan kelompok yang dilakukan pendamping sosial, jumlah anggota KUBE disarankan tidak terlalu banyak lima sampai sepuluh orang, sehingga jumlah anggota KUBE yang banyak dapat dibagi – bagi dalam kelompok – kelompok yang lebih kecil. Proses pembentukan KUBE dilakukan berdasarkan; 1 kedekatan domisili dengan tujuan untuk memudahkan berkomunikasi dalam melaksanakan kegiatan maupun dalam mekanisme pembinaan; 2 mempunyai tujuan yang sama untuk merubah nasib; 3 jenis usaha dapat bervariatif atau satu jenis usaha dapat dikelola per individu asalkan terkait dalam satu kelompok; 4 saling mengenal dan saling percaya; 5 pemberian nama KUBE berdasarkan musyawarah anggota; 6 terdapat susunan pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Departemen sosial, 2005 menggolongkan KUBE berdasarkan tiga tahap perkembangannya, yaitu : 1. Tumbuh KUBE dikatakan dalam keadaan tumbuh mempunyai ciri – ciri; 1 sudah memiliki pendamping KUBE; 2 pernah mengikuti pelatihan; 3 pengurus dan organisasi telah dibentuk sebanyak sepuluh orang; 4 telah menerima bantuan UEP; 5 mempunyai papan nama KUBE; dan 5 kegiatan kelompok baru berjalan. 2. Berkembang KUBE dikatakan dalam keadaan berkembang mempunyai ciri – ciri; 1 Kegiatan kelompok telah berjalan sesuai dengan kepengurusannya; 2 keuntungan usaha ekonomi produktif UEP sudah ada untuk modal, kesejahteraan anggotadan iuran kesetiakawanan sosial IKS; 3 kepercayaan dan harga diri dari anggota KUBE dan keluarga meningkat; 4 pergaulan antara anggota KUBE dengan masyarakat semakin meningkat; 5 hasil usaha sudah dapat dirasakan. 3. Maju atau Mandiri KUBE dikatakan dalam tahap maju atau mandiri memiliki ciri – ciri; 1 keuntungan usaha ekonomi produktif UEP meningkat dan modal semakin besar; 2 mampu menyisihkan dana iuran kesetiakawanan sosial IKS untuk anggota kelompok, keluarga miskin lainnya dan berpartisipasi dalam pembangunan lingkungannya; 3Manajemen usaha prodiktif UEP telah dikelola dengan baik; 4 mempunyai hubungan baik dan saling menguntungkan dengan lembaga ekonomi dan pengusaha; 5 hubungan sosial dengan masyarakat dan lembaga – lembaga sosial semakin baik dan melembaga; 6 kegiatan usaha ekonomi produktif UEP semakin maju dan berkembang. Sebagai media pemberdayaan keluarga miskin KUBE dikatakan dapat berhasil apabila anggotanya telah berhasil mencapai tingkat kesejahteran, dengan beberapa indikator yaitu; 1 meningkatnya kemampuan memenuhi kebutuhan dasar manusia pangan, sandang, papan serta kesehatan dan pendidikan yang layak; 2 meningkatnya dinamika sosial baik dalam KUBE maupun dengan masyarakat sekitarnya; 3meningkatnya kemampuan dan keterampilan pemecahan masalah; 4 berkembangnya kerjasama diantara sesama anggota KUBE dan dengan masyarakat sekitarnya; 5 mantapnya usaha KUBE; 6 berkembangnya jenis usaha KUBE; 7meningkatnya pendapatan anggota KUBE; 8 tumbuh kembangnya kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dalam bentuk pengumpulan iuran kesetiakawanan sosial IKS.

2.5. Partisipasi