6.2. Profil KUBE Suka Makmur Setelah menjadi Gabungan Kelompok
Tani Karya Makmur. Kelembagaan KUBE Suka Makmur melebur dan menjadi bagian
dalam Gabungan Kelompok Tani Gapoktan Karya Makmur. Kelembagaan KUBE Suka Makmur kemudian berubah menjadi
Kelompok Tani Suka Makmur dan kembali beraktivitas kegiatan kelembagannya, seperti pertemuan kelompok, mebuat perencanaan
kegiatan kelompok dan lainnya. Anggota Kelompok juga tidak berubah. Bentuk Kelembagaan Gapoktan Karya Makmur pada gambar 5.
Gambar 5. Struktur Organisasi Gabungan Kelompok Gapoktan Tani Karya Makmur
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa telah terjadi perkembangan kelembagaan KUBE Suka Makmur menjadi Gapoktan Karya Makmur setelah
KUBE tidak didampingi oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Perkembangan kelembagaan kelompok masyarakat ini pada awalnya merupakan anggota
PELINDUNG LURAH
KETUA Surapin
SEKRETARIS Suwarno
WKL. KETUA Saulan
HUMAS Zainal Abidin
PEMASARAN Ahmad Topan
BENDAHARA Supriadi
SEKSI-SEKSI
Mekar Jaya Mujiono
Prima Jaya Subarnas
ANGGOTA
Karya Nyata Supriadi
Tani Mulya Bejo
Elang Mandiri Jumena
Daun Lebar Mujianto
Suka Maju Wiwik Widianto
Karya Mandiri Sutopo
Mustang Jaya Haimin
Suka Makmur Surapin
Panca Karya Suwarno
kelompok pemanfaat KUBE Suka Makmur baik langsung ataupun tidak langsung. Hal ini menggambarkan bahwa pendampingan yang dilakukan oleh Dinas Sosial
Provinsi Riau dulunya telah berhasil meningkatkan kepercayaan diri anggota keluarga miskin yang didampingi untuk membuka diri dalam mendapatkan akses
pelayanan dari pemerintah maupun kelembagaan sosial lainya. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru sebagai bagian
lain dalam pembina masyarakat telah mampu melihat dan memanfaatkan peluang kekuatan masyarakat yang telah ada untuk dikembangkan lebih maju dengan
sistem program yang mereka laksanakan. Berikut hasil petikan wawancara dengan salah seorang aktivis
pemberdayaan masyarakat di Kota Pekanbaru, yaitu Bapak T. Kaddhafi Al Munir “Sebagai program pembangunan yang ditujukan untuk
pengentasan kemiskinan, program pemberdayaan keluarga miskin yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau telah
berhasil mengentaskan kemiskinan pada beberapa daerah yang termasuk kantong-kantong kemiskinan di beberapa
kelurahan di Kota Pekanbaru. Namun demikian program pemberdayaan masyarakat tersebut dalam pelaksanaan
kegiatannya belum mengarah kepada aspek keberlanjutan program yang telah dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat pada
hampir semua KUBE yang telah dinyatakan mandiri, kegiatan kelembagaan masyarakat tersebut cenderung menjadi
berkurang aktivitasnya dan kemudian membagi-bagikan asset modal usaha yang telah mereka bangun dan mereka miliki
secara merata kepada seluruh anggotanya. Dalam melaksanakan program pemberdayaan yang berhubungan
dengan pengentasan kemiskinan sudah seharusnya setiap satuan kerja yang berada di lingkungan Pemerintah Provinsi
Riau saling berkoordinasi dalam menjalankan masing-masing programnya. Dinas Sosial Provinsi Riau harusnya
memberikan batasan dalam pelaksanaan kegiatan program pengentasan kemiskinannya. Seharusnya setelah masyarakat
menjadi mandiri atau tidak miskin lagi, Dinas Sosial Provinsi Riau harus berkoordinasi dengan satuan kerja lainnya untuk
melanjutkan program pemberdayaan tersebut kepada dinas atau satuan kerja lainnya yang disesuaikan dengan arah
pengembangan usaha masyarakat, baik itu pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, koperasi dan lain-lain,
sehingga modal usaha yang telah ada dan dapat terus berkembang dan menyentuh semua lapisan masyarakat yang
membutuhkannya.
Begitu banyaknya program pembangunan yang masuk ke masyarakat, baik yang dilaksanakan oleh satuan kerja
pemerintah, lembaga independen serta perusahaan dalam pelaksanaan kegiatannya cenderung masih bersifat ego
sektoral dan tidak mengacu kepada keberlanjutan program. Seharusnya program pembangunan dilakukan dengan muatan
pemberdayaan yang mendahulukan proses kegiatan untuk keberhasilan daripada memfokuskan keberhasilan program
sesaat tanpa memikirkan keberlanjutan program. Bahwa keberhasilan yang selama ini didapatkan umumnya baru
melepaskan masyarakat atau komunitas pada garis kemiskinan dengan tingkat usaha masih berskala kecil atau
baru mencapai tahap menengah yang sangat rentan untuk menjadi gagal atau hancur jika tidak terus mendapatkan
pendampingan untuk memperluas jaringan serta akses lainnya untuk pengembangan usaha.
Persoalan yang sangat mendasar bagi petani kebun sayur di Kelurahan Maharatu adalah sulitnya mendapatkan
akses kepemilikan lahan bagi keberlanjutan usaha. Untuk itu diperlukan usaha-usaha untuk membuka akses permodalan
untuk membeli lahan secara kredit yang dikelola oleh kelembagaan kelompok melalui bantuan-bantuan permodalan
dari pihak lain baik hibah maupun kredit berbunga rendah. Jika kegiatan ini dapat diterapkan hamper dapat dipastikan”
keberlanjutan usaha kebun sayur ini dapat terus dipertahankan dan mendatangkan keuantungan bagi masyarakat.
Dari beberapa petikan wawancara di atas dapat diketahui bahwa kelembagaan KUBE Suka Makmur setelah dinyatakan sebagai KUBE Mandiri
oleh Dinas Sosial Provinsi Riau menjadi semakin melemah baik dalam kegiatan kelembagaan maupun usahanya. Persoalan ini disebabkan adanya beberapa faktor,
yaitu: 1. Kurang menyentuhnya pedoman umum maupun petunjuk pelaksanaan
program pemberdayaan keluarga miskin yang dibuat oleh Dinas Sosial Provinsi Riau kepada arah keberlanjutan program secara mandiri oleh
masyarakat melalui kelembagaan KUBE, hal ini membuat masyarakat menjadi salah dalam menentukan kegiatan lanjutan setelah tidak adanya pendampingan
lagi, dan cenderung membagi-bagikan modal usaha yang telah berkembang tersebut secara merata kepada seluruh anggota kelompok. Seharusnya dari
awal program dijalankan, telah dibuat kesepakatan dengan masyarakat untuk tetap melanjutkan atau mengembangkan modal yang telah diberikan secara
swakelola oleh lembaga yang telah dibentuk, walaupun pembinaan atau pendampingan tidak ada lagi, masyarakat juga harus diberikan penguatan
dalam mencari jaringan akses pendampingan lainnya untuk melanjutkan kegiatan yang telah berjalan, bukan menggantinya dengan bentuk
kelembagaan lainnya. 2. Sinergitas dan koordinasi pengelolaan program pembangunan yang kurang
baik di lingkungan satuan kerja Pemerintah Provinsi Riau yang cenderung berjalan sendiri-sendiri, sehingga membuat masuknya program dengan prinsip
dan metodologi sejenis, dengan masyarakat pemanfaat kegiatan yang cenderung sama, dan bukan sebagai program lanjutan untuk memperkuat
kegiatan program yang telah dilaksanakan oleh satuan-satuan kerja lainnya yang lebih dahulu masuk ke dalam kelembagaan masyarakat.
3. Belum adanya kebijakan umum yang mengatur perencanaan maupun tahapan pelaksanaan program pembangunan, terutama untuk menetapkan kapan,
sampai pada tahap bagaimana dan bentuk kelembagaan yang harus dikembangkan, serta satuan kerja apa yang dapat masuk kedalam suatu
komunitas tersebut untuk melanjutkan kegiatan program pembangunan yang telah berjalan tanpa harus mengganti bentuk – bentuk kegiatan maupun bentuk
kelembagaan yang telah ada. 4. Bentuk kegiatan pendampingan yang dijalankan belum optimal, dan belum
mengarah kepada penguatan kewirausahaan dan kemandirian masyarakat untuk mengelola kegiatan usaha secara mandiri. Masyarakat masih cenderung
mengharapkan bantuan pemerintah dengan pola hibah tanpa ada usaha-usaha lainnya yang mengarah kepada pencarian akses jaringan usaha maupun
permodalan lainnya. Selain itu lemahnya modal sosial yang ada pada kelembagaan KUBE membuat tidak termanfaatkannya human capital, social
and instituonal assets, natural resaurces dan man mad assets dengan baik. Hal ini juga mendorong tidak terbentuknya sistem yang mengacu kepada hasil dari
organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum wolrd view, kepercayaan trust, pertukaran reciprocity, pertukaran ekomoni dan
informasi informational and ecomonic exchange, kelompok-kelompok formal dan informal groups, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-
modal lainnya fisik, manusiawi, budaya sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekomoni dan pembangunan.
Program pemberdayaan keluarga miskin yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau di Kelurahan Maharatu secara umum telah berhasil
mengentaskan permasalahan kemiskinan khususnya pada anggota KUBE Suka Makmur, akan tetapi keberhasilan ini tidak sejalan dengan keberlanjutan
kelembagaan KUBE Suka Makmur. Dari hasil wawancara dengan beberapa anggota kelompok maupun pengurus KUBE Suka Makmur mengenai
perkembangan kelembagaan KUBE Suka Mamkur didapat beberapa rangkuman temuan kajian yaitu :
1. Nilai - nilai usaha orientasi ke depan Nilai - nilai usaha dalam bentuk kewirausahaan sosial kurang berkembang
pada kegiatan kelembagaan KUBE Suka Makmur, hal ini tercermin dari sikap anggota yang belum berorientasi terhadap kegiatan usaha di masa yang akan
datang. Sikap pengurus kelompok maupun anggota kelompok masing cenderung mengharapkan bantuan hibah dari pihak lain dan belum mempunyai kemauan
keras dalam mencari akses permodalan melalui sistem kredit dengan bunga rendah. Modal usaha yang telah berkembang justru dibagi-bagi kan secara merata
kepada seluruh anggotanya setelah pendampingan tidak ada lagi, dan justru mencari sumber modal baru yang berasal dari Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru, tanpa adanya pemikiran bahwa modal yang baru tersebut dapat digunakan sebagai modal tambahan untuk
memperkuat sistem permodalan lembaga keuangan simpan pinjam yang telah mereka bentuk di KUBE Suka Makmur.
2. Kepengurusan dan Organisasi Kurang tepatnya metodologi pendampingan yang dilaksanakan oleh Dinas
Sosial Provinsi Riau membuat Kepengurusan dan Organisasi KUBE Suka Makmur menjadi melemah setelah tidak mendapat pendampingan lagi. Hal ini
terjadi karena pendampingan untuk penguatan kelembagaan, seperti pembuatan dan penetapan aturan main tidak dibuat dan dilaksanakan secara partisipatif oleh
pengurus maupun anggota kelompok, KUBE Suka Makmur saat pembentukannya cenderung dibuat dengan cara dikelompokkan bukan sebagai bentuk upaya
masyarakat untuk berkumpul akibat adanya tujuan yang sama. Kegiatan
pendampingan untuk pertemuan kelompok dalam membahas kegiatan usaha anggota belum dilaksanakan secara optimal dengan bentuk rutinitas bulanan, hal
inilah yang mendorong melemahnya sistem kelembagaan KUBE Suka Makmur setelah tidak adanya pendampingan lagi. Kelembagaan KUBE Suka Makmur
kemudian dilebur dengan kelembagaan Gabungan Kelompok Tani Gapoktan Karya Makmur dan KUBE Suka Makmur kemudian menjadi salah satu kelompok
tani yang diberi nama Kelompok Tani Suka Makmur. Ketua Kelompok Gapoktan Karya Makmur merupakan Ketua Kelompok KUBE Suka Makmur.
3. Kepemimpinan Program pemberdayaan keluarga miskin di Kelurahan Maharatu melalui
kegiatan penguatan kelembagaan KUBE untuk mengola akses permodalan masyarakat miskin dalam bentuk penguatan kepemimpinan telah mampu
menginisiasi munculnya kepemimpinan lokal yang berasal dari keluarga miskin, akan tetapi belum mampu menciptakan kaderisasi kepemimpinan lokal yang baru.
Hal ini dapat dilihat belum adanya penggantian kepemimpinan KUBE mulai dari saat terbentuk sampai dengan sekarang. Hal ini memperkuat asumsi bahwa
partisipasi anggota kelompok dalam kegiatan kelembagaan KUBE Suka Makmur masih sangat rendah, sehingga setiap kebijakan kelompok yang dibuat lebih
banyak merupakan hasil kebijakan pribadi ketua kelompok dan bukan merupakan hasil keputusan bersama di dalam rapat kelompok.
4. Aturan main Proses pembuatan dan pelaksanaan aturan main yang ada di kelembagaan
KUBE Suka Makmur belum dilaksanakan secara partisipatif. Aturan main yang ada belum jelas mengatur tatacara kepengurusan kelompok, pengembangan usaha
dan keberlanjutan usaha. Aturan main yang tidak jelas ini disebabkan pendampingan yang dilakukan belum mengarahkan bagaimana proses pembuatan
dan aturan main dikerjakan secara partisipatif oleh anggota kelompok. Hal ini telah mendorong arah kebijakan pengembangan modal usaha menjadi terhenti
setelah pendampingan tidak ada lagi, yang dapat dilihat dengan dibagi-bagikannya secara merata modal usaha yang telah dikembangkan setelah pendampingan
dihentikan karena KUBE telah dianggap mandiri. Pelaksanaan aturan main juga tidak dikembangkan dalam pengambilan kebijakan melalui keputusan bersama
dalam rapat kelompok. Kebanyakan kebijakan yang dibuat berdasarkan inisiatif ketua kelompok.
5. Modal atau simpanan Modal atau simpanan yang ada pada KUBE Suka Makmur pada wal
pelaksanaan program berkembang dengan baik, tetapi akhirnya habis akibat kebijakan yang dibuat oleh kelompok untuk membagi-bagikan modal tersebut
kepada anggotanya. Kegagalan dalam mengambangkan modal usaha ini diakibatkan aturan main yang tidak jelas dalam menyusun kegiatan
pengembangan usaha, serta tidak dikenalkannya upaya pemupukan modal usaha oleh pendamping. Kegiatan menabung di dalam kelompok juga belum pernah
dilaksanakan, sehingga perkembangan modal murni berasal dari jasa usaha simpan pinjam yang dikembangkan kelompok.
6. Perkembangan usaha Perkembangan usaha anggota kelompok baik pada saat program berjalan
maupun setelah tidak adanya lagi pendampingan berjalan dengan baik. Perkembangan yang baik ini tidak diikuti oleh perkembangan usaha kelompok.
Usaha Kelompok yang bergerak di bidang simpan pinjam menjadi terhenti setelah program pendampingan tidak ada lagi, dan kemudian berkembang lagi setelah
masuknya bantuan dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikutura Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru, akan tetapi tidak mempunyai hubungan dengan modal yang telah
ada berkembang.
VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM
PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU
7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin