Ukuran Kemiskinan Konsep Kemiskinan

Adjusment Program SAP. h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana. j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material, k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata. l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin. Faktor internal dan eksternal tersebut mengakibatkan kondisi kemiskinan tidak mampu dalam hal memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, menampilkan peranan sosial, mengatasi masalah-masalah sosial psikologis yang dihadapinya, mengembangkan potensi diri dan lingkungan, serta mengembangkan faktor-faktor produksi sendiri. Namun demikian, masyarakat yang dikategorikan miskin tersebut pada dasarnya memiliki kemampuan atau potensi diri sebagai modal dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya walaupun dalam keadaan sangat minim atau terbatas. Keluarga miskin secara faktual dapat dilihat bahwa mereka mampu merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya.

2.2.1. Ukuran Kemiskinan

Sebagaimana telah diuraikan terdahulu bahwa kemiskinan disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, namun belum menunjukkan indikator atau ukuran-ukuran kemiskinan tersebut. Untuk mengukur tingkat kemiskinan terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan absolut dan relatif. Disebutkan oleh Iwan Nugroho 2004 bahwa yang dimaksud Ukuran Kemiskinan absolut adalah pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang bersifat mutlak yang bermuara atau berwujud sebagai garis, titik, atau batas kemiskinan. Sedangkan Ukuran Kemiskinan Relatif adalah pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang dipengaruhi oleh ukuran-ukuran lainnya yang berhubungan dengan proporsi atau distribusi. Atas dasar pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa seseorang atau masyarakat yang tidak dapat keluar dari ukuran-ukuran tersebut dikelompokkan sebagai masyarakat miskin. Ukuran tersebut antara lain berupa tingkat pendapatan, pengeluaran atau konsumsi, atau kalori seseorang atau keluarga dalam satuan waktu tertentu. Mengukur tingkat kemiskinan sangat diperlukan dalam menetapkan keluarga miskin yang menjadi sasaran dan ingin diberdayakan. Menurut World Bank 1993 yang dikutib oleh Iwan Nugroho 2004, mengukur kemiskinan bertujuan antara lain: 1. Melihat sejauh mana kemiskinan terjadi : lokasi, jumlah, sebaran, kondisi masyarakat, dan ketampakan lainnya; 2. Memberikan data statistik yang berguna bagi analisis dan perencanaan pembangunan serta penghapusan kemiskinan; 3. Mempengaruhi pola kebijakan dan pengambilan keputusan yang kelak diterapkan. Pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat hidup secara layak. Penetapan nilai ini standar ini digunakan untuk membedakan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Terdapat beberapa pendapat tentang penetapan mengenai nilai standar ini yang antara lain menurut Sajogyo 1975, bahwa garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat pendapatan untuk pedesaan dengan 360 kilogram beras per orang per tahun. Kriteria ini didasarkan atas jumlah kalori setara dengan 1.900 kalori per hari. BKKBN tahun 2008 menyebutkan bahwa, indiktor kemiskinan adalah : 1. Tidak mampu makan dua kali sehari 2. Tidak mampu mengkonsumsi dagingikantelor minimal sekali seminggu 3. Tidak mampu ke sarana kesehatan modern untuk ber KB atau berobat 4. Tidak mampu menyekolahkan anak usia SD dan SLTP 5. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penghasilan tetap BPS tahun 2008 menyebutkan bahwa, indikator kemiskinan adalah : 1. Luas lantai rumah 8 meter persegi 2. Jenis lantai terluas tanahbambukayu murahan 3. Jenis dinding bangunan bamburumbia tembok tanpa pelster 4. Fasilitas buang air besar tidak ada 5. Sumber air minum 6. Sumber penerangan utama 7. Bahan bakar untuk masak kayuarangminyak 8. Tidak mampu beli dagingikantelursusu minimal sekali seminggu 9. Makan kurang dari dua kali sehari 10. Tidak mampu membeli pakaian baru minimal satu stel setahun 11. Tidak mampu bayar untuk berobat ke sarana kesehatan modern 12. Luas sawah 0,5 ha atau pendapatan Rp.600.000 per rumah tangga per bulan 13. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga SD ke bawah 14. Kepemilikan tabungan dan aset kurang dari Rp.500.000,- World Bank tahun 1980 dalam bood 1993 yang dikutib Iwan N. 2004 menyebutkan bahwa perhitungan didasarkan atas susenas BPS yaitu garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat pengeluaran makanan dasar back tood expenditure dalam rupiah yang setara dengan 16 kilogram beras per bulan, atau dikonversi dengan 125 persen bila mengkonsumsi bahan pangan lain. Secara umum, kebutuhan pokok manusia untuk hidup layak minimal mencakup kebutuhan makanan dan non makanan seperti pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan air bersih. Oleh karena itu untuk kepentingan program pemberdayaan keluarga miskin diperlukan indikator yang lebih merefleksikan yang sesungguhnya di dalam masyarakat. Indikator untuk menentukan tingkat kemiskinan masyarakat tersebut menurut Harry Hikmat, dkk 2005 adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan rendah, atau berada di bawah garis sangat miskin yang dapat diukur dari tingkat pengeluaran per orang per bulan berdasarkan standar BPS per wilayah propinsi dan kabupatenkota. 2. Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin seperti zakat, beras untuk orang miskinsantunan sosial. 3. Keterbatasan kepemilikkan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per bulan; 4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit. 5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya; 6. Tidak memiliki asset yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin; 7. Tinggal di rumah yang tidak layak huni; 8. Sulit memperoleh air bersih. Indikator tersebut sifatnya multidimensi, artinya setiap keluarga miskin dapat berbeda tingkat kedalaman kemiskinannya. Secara umum jika terdapat tiga kriteria tersebut di atas terpenuhi, maka sudah dapat dikategorikan sebagai keluarga miskin yang layak untuk memperoleh pelayanan sosial. Semakin banyak kriteria yang terpenuhi maka kategori keluarga tersebut semakin miskin.

2.2.2. Komunitas dan Pemberdayaan Keluarga Miskin