Hasil Posttest Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

Gambar 4.17 Cara Menjawab Siswa Kelompok Kontrol pada Nomor 3 Sebagian besar siswa pada kelas kontrol menjawab soal nomor 3 seperti gambar 4.12. Siswa tidak menuliskan informasi dari soal sebelah kiri, kemudian langsung menjawab tanpa memberikan alasan dengan cara menarik keserupaan dari kedua soal. Dari gambar 4.9 sampai 4.12 dapat terlihat adanya perbedaan dari cara menjawab siswa pada tes akhir kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Siswa pada kelompok eksperimen dapat memberikan alasan dengan menemukan pola yaitu dengan mengumpulkan informasi yang ada pada gambar atau soal sebelah kiri terlebih dahulu kemudian memahami masalah yang terdapat pada soal dan selanjutnya menjawab pertanyaan pada soal dengan memberikan alasan yang benar dan lengkap. Sedangkan siswa pada kelompok kontrol cara menjawab secara langsung tanpa menuliskan informasi yang terdapat pada soal sebelah kiri dan tidak dapat memberikan alasan yang tepat. Hal tersebut menunjukan adanya perbedaan perlakuan pada saat pembelajaran dikelas antara kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model CPS dengan kelompok kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Beberapa siswa pada kelompok kontrol mampu memberikan alasan analogi dengan benar baik lengkap, kurang lengkap maupun tidak lengkap walaupun alasan analoginya terlihat masih kaku seperti terlihat pada gambar 4.12. Tapi Sebagian besar siswa pada kelompok kontrol tidak tepat dalam memberikan alasan analogi bahkan banyak yang tidak memberikan alasan. mereka mengeluh karena soal yang diberikan sangat sulit dan tidak bisa menemukan keserupaannya. Sedangkan pada kelompok eksperimen sebagian besar siswa mampu memberikan alasan analogi dengan benar baik lengkap, kurang lengkap maupun tidak lengkap. Pada kelompok eksperimen siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata kelas kebanyakan dikarenakan kekurangtelitian dalam berhitung. Hal ini dapat diidentifikasi dari jawaban siswa, mereka salah dalam menjawab pilihan soal tapi mereka dapat memberikan alasan analogi dengan benar baik lengkap, kurang lengkap maupun tidak lengkap. Selain itu, ada yang menjawab pilihan jawaban dengan benar dan memberikan alasan analogi dengan benar tapi tidak lengkap. Setidaknya siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata pada kelompok eksperimen bisa terlihat kemampuan penalaran analoginya namun masih perlu dikembangkan lagi. Sedangkan pada kelompok kontrol siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata kelas dikarenakan salah dalam menjawab pilihan soal dan salah dalam memberikan alasan analogi bahkan banyak yang tidak memberikan alasan sehingga belum terlihat adanya kemampuan penalaran analogi. Seperti ditunjukan pada gambar berikut: Gambar 4.18 Cara Menjawab Kelompok Eksperimen yang Nilainya Dibawah Rata- Rata Berdasarkan gambar 4.13 terlihat bahwa siswa memilih jawaban yang salah, tetapi pada kolom alasan siswa dapat menuliskan informasi yakni keserupaan dari kedua soal yakni rasio dan suku terakhir dari kedua soal sama. Siswa juga menuliskan rumus yang akan dipakai, namun keliru dalam melakukan perhitungan yang mungkin disebabkan karena kekurang telitian siswa dalam berhitung atau siswa tergesa-gesa dalam melakukan perhitungan dan tidak memeriksa kembali jawabannya tersebut. Namun demikian, siswa sudah dapat memberikan alasan analogi meskipun kurang lengkap. Gambar 4.19 Cara Menjawab Kelompok Kontrol yang Nilainya Dibawah Rata-Rata Berdasarkan gambar 4.14 terlihat bahwa siswa tidak menjawab soal tersebut dan tidak dapat memberikan alasan analogi dari soal tersebut. Siswa langsung menjawab dengan rumus tanpa menjelaskan apa yang akan ia cari pada soal tersebut. Sehingga dari gambar 4.13 dan 4.14 dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran analogi dari kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Osborn-Parnes yang menyatakan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving CPS dapat mengembangkan kreativitas siswa dalam memecahkan permasalahan matematik dimana dalam mengembangkan kreativitasnya siswa akan menggunakan kemampuan penalarannya.

E. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal. Walaupun demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya.: 1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan Barisan dan Deret saja, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain. 2. Kondisi siswa di awal yang sedikit kesulitan beradaptasi dengan model pembelajaran Creative Problem Solving CPS mengingat dalam proses pembelajaran yang biasa mereka jalani cenderung pasif dan berpusat pada guru. 3. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel model pembelajaran Creative Problem Solving CPS, kemampuan penalaran analogi, dan hasil belajar matematika siswa. Variabel lain seperti minat, motivasi, inteligensi, lingkungan belajar, dan lain-lain tidak terkontrol. Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi variabel lain di luar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini. 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan mengenai pembelajaran matematika dengan model Creative Problem Solving CPS terhadap kemampuan penalaran analogi matematik siswa di SMA Negeri 66 Jakarta, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model Creative Problem Solving CPS memiliki nilai rata-rata sebesar 74,62 Adapun nilai rata-rata untuk masing-masing indikator penalaran analogi matematik dari yang paling tinggi yaitu memberikan kesimpulan dari dua hal yang berbeda berdasarkan keserupaan data atau proses analogi dari pola barisan bilangan sebesar 81,25, dan yang paling rendah adalah memberikan kesimpulan dari dua hal yang berbeda berdasarkan keserupaan data atau proses analogi dari jumlah n suku pertama deret aritmatika atau deret geometri sebesar 66,54. 2. Kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model konvensional memiliki nilai rata- rata sebesar 67,62 Adapun nilai rata-rata untuk masing-masing indikator penalaran analogi matematik dari yang paling tinggi yaitu memberikan kesimpulan dari dua hal yang berbeda berdasarkan keserupaan data atau proses analogi dari pola barisan bilangan sebesar 72,79, dan yang paling rendah adalah memberikan kesimpulan dari dua hal yang berbeda berdasarkan keserupaan data atau proses analogi dari jumlah n suku pertama deret aritmatika atau deret geometri sebesar 56,62. 3. Kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Creative Problem Solving CPS lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian hipotesis dengan statistik uji-t, diperoleh t hitung = 1,76 dan t tabel = 1,67 dengan taraf signifikan 5, atau  = 0,05 sehingga t hitung lebih besar dari t tabel 1,76 1,67. Dengan demikian, kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan model Creative Problem Solving CPS lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model Creative Problem Solving CPS berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan penalaran analogi matematik siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti merekomendasikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model Creative Problem Solving CPS mampu meningkatkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa, sehingga model pembelajaran ini dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran matematika yang dapat diterapkan oleh guru. 2. Model Creative Problem Solving CPS membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk itu, bagi guru yang hendak menggunakan model Creative Problem Solving CPS dalam pembelajaran matematika di kelas diharapkan dapat mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan seefektif mungkin agar pembelajaran dapat selesai tepat pada waktunya. 3. Pengontrolan variabel dalam penelitian ini yang diukur hanya pada kemampuan penalaran analogi, sedangkan aspek lain tidak dikontrol. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya melihat pengaruh penggunaan model Creative Problem Solving CPS terhadap kemampuan matematik lainnya. 4. Dengan adanya beberapa keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut yang meneliti tentang pembelajaran dengan model Creative Problem Solving CPS pada pokok bahasan lain, mengukur aspek lain atau jenjang sekolah yang berbeda.