Tetapi Gary Davis dalam Creativity is Forever menyatakan bahwa biasanya tahapan CPS menurut Osborn-Parnes disajikan dalam lima langkah, yaitu fact-
finding, problem-finding, idea-finding, solution-finding dan acceptance-finding.
Gambar 2.3 Skema Creative Problem Solving Osborn-Parnes
Sementara Roger Von Oech menyatakan bahwa proses pemecahan masalah secara kreatif senantiasa melalui dua fase, yaitu fase imaginatif dan fase
pelaksanaan. Pada fase imaginatif, gagasan mengenai pemecahan masalah dimunculkan, sedangkan pada fase pelaksanaan, gagasan tersebut kemudian
dievaluasi dan diimplementasikan.
16
Pendapat lain dikemukakan oleh Pepkin yang menjelaskan terdapat empat tahap dalam model pembelajaran CPS. Tahapan model CPS menurut Pepkin ini
merupakan hasil gabungan dari prosedur Osborn dan Van Oech. Adapun tahapannya sebagai berikut:
1 Clarification Of The Problem Klarifikasi Masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian apa yang diminta dari suatu masalah
yang disajikan. Dari penjelasan guru, siswa berusaha untuk menemukan dan memahami situasi dan kondisi dari suatu permasalahan.
2 Brainstorming Curah Gagasan
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah. Dari setiap ide yang
diungkapkan, siswa mampu untuk memberikan alasan. 3
EvaluationSelection Evaluasi dan Pemilihan
15
William E. Mitchell dan Thomas F. Kowalik, Creative Problem Solving, Genigraphics Inc: 1999, cet ke-3, h. 4
16
Karen L. Pepkin, Creative Problem Solving in Math, 2013, h.2, www.uh.eduhonorshonors-and-the-schoolshouston-teachers-institutecurriculum-
unitspdfs2000articulating-the-creative-experiencepepkin-00-creativity.pdf fact-
finding problem-
finding idea-
finding solution-
finding acceptanc
e-finding
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat
atau strategi-strategi
mana yang
cocok untuk
menyelesaikan masalah. 4
Implementation Implementasi Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.
17
Sedangkan Treffinger, Isaksen dan Dorval mengemukakan terdapat tiga komponen utama yang terdiri dari enam langkah dalam proses Creative Problem
Solving sebagai berikut: 1
Tahap Memahami Masalah Understanding Challenge Pada tahap ini siswa dituntut untuk bekerja sesuai dengan tujuan, mengajukan
pertanyaan yang tepat atau menyatakan masalah dengan cara yang akan membantu untuk menemukan beberapa jawaban yang efektif.
Berikut langkah-langkah pada tahap memahami masalah: a
Menciptakan kemungkinan, yaitu dalam mengidentifikasi dan memilih tujuan umum, tantangan atau kesempatan dalam memecahkan masalah.
b Mengembangkan data, yaitu menemukan beberapa kemungkinan masalah
yang timbul dan memilih sebuah masalah yang difokuskan untuk diselesaikan.
2 Tahap Menciptakan Ide Generating Ideas
Jika masalah yang harus diselesaikan sudah jelas, perlu untuk menghasilkan ide-ide yang memiliki kemungkinan sebagai solusi pemecahan masalah. Pada
tahap ini siswa diharapkan menghasilkan banyak ide-ide baru dan tidak biasa atau bervariasi untuk menanggapi masalah, kemudian mengidentifikasi
kemungkinan ide yang paling baik untuk dijadikan solusi. 3
Tahap Merencanakan Penyelesaian Preparing for Action Pada tahap ini siswa perlu menganalisis, memperbaiki atau mengembangkan
ide-ide yang diciptakan agar menjadi solusi yang berguna. Tahap ini terdiri dari dua langkah, yaitu:
17
Karen L. Pepkin, op. cit., h.3
a Membangun solusi, yaitu mengkaji ide-ide yang paling mungkin untuk
dijadikan solusi dan membentuk ide-ide tersebut me8njadi solusi potensial.
b Membangun penerimaan, yaitu mengeksplorasi solusi yang sudah
didapatkan dengan mencari sumber lainnya yang mendukung kemudian menyusun rencana tindakan, memantau tindakan, merevisi seperlunya dan
mengimplementasikan solusi tersebut.
18
Tahapan-tahapan CPS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gabungan antara tahapan-tahapan CPS yang telah dipaparkan diatas, yaitu:
a Menemukan informasi
Tahap ini merupakan tahapan dimana siswa menemukan atau mengidentifikasi fakta-fakta atau informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan dihadapi.
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui informasi yang tidak diketahui tetapi penting untuk dicari.
b Menemukan masalah
Pada tahap ini, siswa diharapkan mampu untuk menemukan masalah apa yang sedang dihadapi, sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan
tujuan. Tahap ini juga mengharapkan siswa agar lebih fokus terhadap masalah apa yang ingin diselesaikan. Sehingga siswa memperkirakan bagaimana cara
menyesaikan masalah tersebut. c
Menemukan ide Pada tahap ini, siswa akan berupaya untuk menemukan sejumlah ide atau
gagasan yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah. d
Menemukan solusi Pada tahap penemuan solusi, ide dan gagasan yang telah diperoleh pada tahap
menemukan ide diseleksi untuk menemukan ide paling tepat dalam memecahkan masalah.
18
Donald J. Treffinger, Scott G. Isaksen dan K. Brian Stead-Dorval. Creative Problem Solving: an Introduction Waco TX: Prufrock Press, 2006, h. 19-20
e Menemukan penerimaan
Tahap ini merupakan tahap dimana siswa melakukan usaha untuk memperoleh penerimaan atas solusi masalah. Kemudian siswa akan menyusun rencana
tindakan dan mengimplementasikan solusi tersebut.
3. Model Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan banyak digunakan oleh guru-guru di
sekolah. Pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di sekolah tempat dilaksanakan
penelitian ini
adalah pembelajaran
matematika dengan
menggunakan pembelajaran ekspositori. Menurut Sanjaya, “Pembelajaran
ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud
agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. ”
19
Dalam pembelajaran ekspositori, materi pelajaran yang disampaikan merupakan materi pelajaran yang sudah jadi seperti fakta atau konsep tertentu
sehingga tidak menuntut siswa untuk mengkonstruk pikirannya dan tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Sehingga pembelajaran seperti ini lebih
mengutamakan hafalan dari pada pemahaman dan lebih mengutamakan hasil dari pada proses.
Pembelajaran ekspositori merupakan pembelajaran yang terpusat kepada guru, tetapi dominasi guru dalan pembelajaran ini masih lebih sedikit
dibandingkan dengan metode ceramah. Guru tidak terus menerus bicara, melainkan hanya pada awal pelajaran, saat menerangkan materi dan contoh soal
dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja. murid mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakan bersama temannya, atau
disuruh membuatnya di papan tulis. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, pembelajaran ini
cenderung menekankan kepada hafalan siswa terhadap rumus-rumus yang
19
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Jakarta Kencana 2010, h.179
diberikan karena guru akan memberikan rumus-rumus kepada siswa bukan melatih siswa untuk mencari tahu dari mana rumus tersebut berasal. Hal ini
berakibat pada penguasaan siswa terhadap konsep matematika cenderung bersumber dari hafalan bukan pemahaman.
Langkah-langkah pembelajaran ekspositori dapat dirinci sebagai berikut: a
Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran.
b Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.
c Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pembelajaran. d
Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan.
e Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah
menyimak penjelasan dari guru.
20
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai referensi penelitian terkait dengan implementasi Creative Problem Solving untuk meningkatkan kemampuan
penalaran analogi matematik siswa adalah sebagai berikut:
1. Penelitian I Nym. Budiana, Dw. Nym. Sudana dan Ign. I Wyn. Suwatra
tentang pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving CPS terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA siswa
kelas V SD. Temuan penelitian ini, melaporkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang dibelajarkan
dengan model CPS lebih baik daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V di SD Negeri
Gugus VI Kecamatan Bajarangkan Kabupaten Klungkung tahun pelajaran 20122913. Hal ini ditunjukkan oleh
, , dan
20
Ibid., h. 185-190.
didukung oleh perbedaan skor rata-rata yang dicapai oleh kelompok siswa yang belajar menggunakan model CPS lebih tinggi jika dibandingkan dengan
skor rata-rata yang dicapai oleh kelompok siswa yang belajar dengan model
pembelajaran konvensional .
2. Penelitian Kadir dan Siti Mariam Juwaeni Ulfah tentang pengaruh penerapan
strategi pemecahan masalah “look for a pattern” terhadap kemampuan penalaran analogi matematik siswa SMP yang mengemukakan bahwa
kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan strategi pemecahan masalah look for a pattern lebih tinggi dari pada siswa yang diajar
dengan strategi konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan strategi
pemecahan masalah look for a pattern adalah sebesar 62,10 dan nilai rata-rata hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan
strategi konvensional adalah sebesar 36,83 t
hitung
= 4,32 dan t
tabel
= 2,00.
C. Kerangka Berpikir
Salah satu ciri khusus matematika adalah sifatnya yang menekankan pada proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik. Demikian pula
matematika sebagai proses yang aktif, dinamik dan generative. Melalui kegiatan matematik doing math memberikan sumbangan yang penting kepada siswa
dalam pengembangan nalar, berpikir logis, sistematis, kritis, cermat dan bersikap obyektif serta terbuka dalam menghadapi permasalahan.
Secara empirik ditemukan bahwa siswa sekolah menengah mengalami kesukaran dalam menggunakan strategi dan kekonsistenan penalaran logika. Hal
ini terlihat dari hasil observasi peneliti yang menunjukkan bahwa kemampuan penalaran analogi matematik siswa di salah satu sekolah menengah atas di daerah
Jakarta Selatan, yakni SMA Negeri 66 Jakarta masih tergolong rendah. Siswa mendapat kesulitan ketika dihadapkan pada soal-soal matematika yang berbentuk
tes penalaran khususnya tes penalaran analogi. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, hampir 95 siswa yang tidak memenuhi KKM. Siswa masih belum
mampu menyelesaikan soal-soal yang berbeda dengan contoh yang telah
diberikan. Selama ini siswa hanya menghafal rumus, mencatat contoh soal tanpa berlatih mengerjakan soal-soal yang bervariasi. Hal ini menyebabkan siswa
kurang berpikir kreatif dan kemampuan penalaran analogi matematiknya kurang berkembang.
Sedangkan dari hasil wawancara dengan guru, guru mengasumsikan bahwa terdapat sekitar 15 siswa yang tergolong memiliki kemampuan analogi
matematik tinggi. Dari hasil tes penalaran analogi yang peneliti lakukan diperoleh hanya sekitar 8,5 siswa yang memiliki kemampuan penalaran analogi
matematik tinggi. Guru mengakui bahwa kemampuan penalaran analogi merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika.
Oleh karena itu, beliau menyatakan bahwa kemampuan penalaran analogi perlu ditingkatkan dengan cara menggunakan model pembelajaran yang beragam.
Karena selama ini guru sudah menggunakan beberapa model pembelajaran namun dirasa kurang untuk meningkatkan kemampuan penalaran analogi matematik
siswa. Analogi dapat membantu siswa memahami materi melalui perbandingan
dengan materi lain dengan cara mencari keserupaan sifat diantara materi yang dibandingkan. Penalaran analogi pun sering digunakan dalam kehidupan sehari-
hari. Sehingga kemampuan penalaran analogi matematik siswa sangat penting untuk dikembangkan.
Dalam proses pembelajaran yang sangat perlu mendapat perhatian oleh guru adalah sumbang saran brainstorming siswa dalam memecahkan masalah.
Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran di kelas. Guru harus mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi siswanya. Guru
harus mampu merancang dan melaksanakan kegiatan belajar bermakna dan dapat mengelola sumber belajar yang diperlukan. Di sisi lain, siswa harus terlibat dalam
proses belajar, mereka dilatih untuk menjelajah, mencari, mempertanyakan sesuatu, menyelidiki jawaban atas pertanyaan, mengelola dan menyampaikan
hasil perolehannya secara komunikatif. Mereka dibimbing agar mampu menentukan kebutuhannya, menganalisis informasi yang diterima, serta
menyeleksi dan memberi arti pada informasi baru.