30
1.6.1.3 Pengembangan Rapport
Penulis akan berusaha membangun rapport yang baik terhadap informan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian, serta untuk membuat informan
menjadi lebih nyaman. Sehingga mudah terbuka atas jawaban-jawaban dari pertanyaan penelitian yang akan ditanyakan. Sebelumnya penulis telah menjalin raport dengan
informan yakni pada saat melakukan pra lapangan pada saat itu penduduk sekitar cukup ramah dan kooperatif saat melakukan wawancara awal, maka penulis rasa tidak akan sulit
saat melakukan penelitian. Setelah melakukan semua teknik penelitian dan menemukan data maka penulis
akan melakukan analisis data, data yang telah ditemukan dari lapangan akan dikelompokkan kedalam kategori-kategori yakni pengetahuan pengrajin mengenai benda-
benda sakral, cara mereka menginovasi benda-benda sakral, alasanan mereka memodifikasi patung dan tanggapan pembeli terhadap benda-benda seni yang terdapat di
di Kelurahan Tuktuk Siadong dan mencari hubungan-hubungan data tersebut sehingga pada saat melakukan penulisan akhir akan lebih mudah.
1.6.2 Pengalaman Penelitian
Pengalaman yang berkesan bagi saya yakni, ketika saya mendatangi salah satu pengukir yang punya “Parpulo Batak Art”. Hari pertama saya datang ke tempat tersebut
saya disambut oleh ibu Tiar Tindaon, beliau ialah istri dari pengukir. Bu Tiar mengajak saya masuk ke ruang dapur karena dia sedang masak untuk makan siang. Sambutan yang
ramah membuat saya merasa nyaman datang ke tempat ini dan kami pun mulai banyak mengobrol seakan sudah kenal lama.
Universitas Sumatera Utara
31
Sembari mengobrol Bu Tiar membuatkan saya teh manis dan ditambah dengan kentang goreng. Sebenarnya saya agak segan melihat bu Tiar repot-repot, dan mengingat
beliau yang beberapa hari lalu baru saja mengalami kecelakaan. “itulah, amangborumu lagi ke Siantar memperbaiki kreta itu can. Jadi besok ajalah ya kalau mau bicara banyak
sama amangboru itu”, ujar bu Tiar. “Tidak apa apa namboru, besok saya bisa datang lagi”, balas saya sambil meminum teh manis yang telah disediakan. Dan tak lama
kemudian saya mengakhiri obroan dan berpamitan dengan Bu Tiar. Keesokan harinya saya datang kembali kerumah Bu Tiar dan melihat ada suami
dari Bu Tiar dirumah. Tapi sayang mereka sepertinya agak terburu-buru hendak berpergian dan menyuruh saya untuk datang lagi besok. Keesok harinya tepat jam 11.00
WIB saya kembali ke “Parpuo Batak Art” dan saya disambut oleh suami dari Ibu Tiar. Raut muka yang agak tegang mengatarkan pertemuan hari itu. Beliau mempersilahkan
saya untuk duduk di bangku kayu yang terbuat dari akar-akaran pohon. Singkat cerita setalah saya menjelaskan maksud dan tujuan maka saya langsung kepertanyaan
penelitian. Untuk memudahkan mendapatkan data maka saya mengaktualisasikan sistem
kekerabatan. Saya mencari sapaan yang cocok kepada beliau agar tekesan lebih sopan dan setelah bertutur maka memanggil amangboru lebih pas dirasa karena marga saya
masih berhubungan dengan marga isteri beliau. Bagi Orang Batak marga merupakan identitas diri yang menempel padanya hingga kapanpun.
Universitas Sumatera Utara
32
Setelah partuturan selesai, maka saya langsung menanyakan nama lengkap dari amangboru tersebut. Kimson Sidabutar, jawab beliau dengan nada yang datar. Muka
beliau yang dari tadi kusut membuat saya berinisiatif untuk mencoba mencairkan keadaan. Saya mencoba membuat sedikit lelucon kepada beliau dengan menyebut
namanya seperti nama orang Korea sambil memberi sedikit senyuman. Tak disangkat beliau melotot kepada saya sambil berkata “tulis aja disitu”. Saya merasa suasana pun
semakin memburuk. Sejenak saya menarik nafas yang panjang untuk mencoba kembali memulai pertanyaan. Dalam hati saya sebenarnya saya merasa takut untuk melanjutkan
wawancara ini karena tidak ada tanda-tanya suasananya akan membaik. Tetapi saya harus menyelesaikannya karena saya sudah terlanjur menjadikan beliau menjadi informan
saya. Selanjutnya saya mencoba kembali mengajukan beberapa pertanya kepada beliau, tak disangka beliau yang memiliki kumis tebal dan logat Bataknya kental mengatakan
saya terlalu banyak bertanya. Sejenak saya hanya terdiam dan berusaha untuk tersenyum dan saya merasa hari ini merupakan hari yang paling sial dalam hidup saya.
Beberapa saat kemudian beliau menunjukan kepada saya buku mengenai benda- benda budaya Batak. Saya pun tertarik melihat buku yang memang bisa menjadi refrensi
dalam penulisan saya nantinya. Saya pun banyak bertanya mengenai buku yang dimilikinya tersebut. Melihat antusias saya yang tinggi beliau mulai tersenyum. Dan tak
lama kemudian beliau menawarkan saya minuman. Dengan sedikit basa basi saya menolak dengan mengatakan tidak usah repot-repot. Tetapi tetap saja beliau pergi
kebelakang dan mengambilkan segelas air putih. Pembicaran kami pun mulai semakin nyambung dan lebih hidup.
Universitas Sumatera Utara
33
Ditengah-tengah pembicaraan beliau bertanya kepada saya apakah saya telah makan siang dan beliau menawarkan untuk makan siang ditempatnya. Sayapun pun
menjawab sudah karena ada sedikit rasa segan saya mengingat kejadian sebelumnya. Ditengah saya sedang asik membalik-balikan halaman buku beliau sudah bayak orang
yang kayak saya datang kemari. Bertanya tentang ukiran Batak samanya, dan beliau tidak pernah menawari minuman apalagi makan siang. Dengan sedikit mengartikan perkataan
beliau dihati, sayapun mulai tersenyum. Saya mengartikan perkataan beliau yakni saya berbeda dengan kebanyakan orang yang datang kesini untuk mencari informasi mengenai
ukiran Batak. Beliau mengisyaratkan cuma saya yang bisa mengambil perhatiannya. Saya pun senyum-senyum sendiri sembari berpura-pura membalik-balikan buku. Pendekatan
saya yang berbeda yang mungkin lebih berkenan dihati beliau. Maklum saja, saya fikir saya adalah calon antropolog. Dan ini akan membuat jalan lebih mudah kedepannya
untuk pengumpulan data.
1.6.3 Analisis Data