Bahasa Pola Permukiman Penduduk dan Pemanfataan Ruang Alat Yang Digunakan Dalam mengukir

36 berkembang menjadi daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing.

2.3 Bahasa

Bahasa merupakan sarana dalam melakukan pergaulan manusia dalam komunikasinya. Itulah sebabnya bahasa merupakan satu unsur penting dalam kebudayaan. Indonesia yang memiliki keberagaman budaya dipersatukan dengan bahasa nasional yakni bahasa Indonesia. Meskipun demikian di pelosok-pelosok tanah air masih banyak suku bangsa yang masih menggunakan bahasa daerahnya sebagai alat komunikasi. Begitupula yang terdapat di daerah penelitian ini, bahasa yang sering dipergunakan adalah bahasa Batak Toba. Hal ini disebabkan mayoritas penduduk di Kelurahan ini adalah suku bangsa Batak Toba. Terkadang penduduk lokal menggunakan bahasa nasional ketika berinteraksi dengan wisatawan, tak jarang pula mereka menggunakan bahasa inggris. Hal ini dikarenakan Kelurahan Tuktuk Siadong merupakan salah satu destinasi wisata yang ada di Samosir, sehingga penduduk setempat cukup fasih berbahasa inggris.

2.4 Pola Permukiman Penduduk dan Pemanfataan Ruang

Masyarakat Kelurahan Tuktuk Siadong bermukim di sepanjang pinggiran jalan umum dan pinggiran danau Toba, dimana hampir semua perkampungan warga sudah dilalui oleh jalan aspal, rumah-rumah penduduk sudah berpencar, tidak seperti perkampungan orang Batak pada umumnya yang selalu berkelompok berdasarkan marga Universitas Sumatera Utara 37 atau kelompok keturunan tertentu. Penduduk yang tinggal di rumah tradisonal Batak Toba sudah jarang dijumpai di Kelurahan ini.

2.5 Sarana Fisik

2.5.1 Sarana Jalan dan Angkutan

Sarana jalan yang terdapat di daerah penelitian berada dalam kondisi yang baik hanya terdapat beberapa titik yang rusak. Tetapi selama penulis berada di lokasi penelitian, jalan-jalan yang sedikit rusak sedang proses perbaikan. Dari data lapangan diketahui tidak terdapat sarana bus umum di tempat ini, hanya ada satu bus yang disediakan pemerintah setempat. Bus tersebut disediakan sebagai sarana transportasi pelajar yang bersekolah di luar Kelurahan Tuktuk Siadong. Alasan tidak diadakan bus umum karena pemerintah setempat ingin menjaga ketenangan wisatawan yang ada di Kelurahan Tuktuk Siadong. Untuk angkutan darat penduduk biasanya menggunakan sepeda motor. Selain sebagai alat transportasi yang biasa digunakan, sepeda motor juga disewakan kepada wisatawan. tarif sewa sebesar Rp 90.000,- hari, biaya bahan bakar ditanggung oleh penyewa. Bagi wisatawan yang suka berkendaraan dengan sepeda, warga sekitar juga memilikinya. Sewa perjamnya sekitar Rp 60.000,-hari. Akan tetapi harga tersebut bukan merupakan harga mutlak, artinya harga tersebut dapat di negoisasikan. Alat transportasi umum yang digunakan di desa Tuktuk Siadong adalah kapal. Kapal ini umumnya adalah kapal wisata yang dapat di temui melalui rute pelabuhan Tuktuk–pelabuhan Tiga Raja di Parapat dengan tarif Rp 10.000,- orang. Selain sebagai Universitas Sumatera Utara 38 alat angkut umum, kapal juga dapat disewakan untuk keperluan lain seperti untuk perjalanan wisata, keperluan pesta dan sebagainya. Adapula transportasi lain yakni sampan. Sampan biasanya digunakan nelayan untuk menangkap ikan, akan tetapi wisatwan dapat menyewanya jika ingin menikmati pengalaman naik sampan kecil di atas Danau Toba. Data mengenai transportasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: TABEL 1 SARANA TRANPORTASI KELURAHAN TUKTUK SIADONG No Sarana Transportasi Jumlah unit 1 Bus Umum - 2 Sepeda Motor 120 3 Kapal Umum 20 4 Sampan 16 5 Sepeda 53 Sumber: Monografi kelurahan Tuktuk Siadong tahun 20082009 10

2.5.2 Sarana Kesehatan

Di Kelurahan Tuktuk Siadong tidak terdapat rumah sakit yang ada hanya 1 unit Puskesmas milik Kelurahan. Terdapat pula 1 unit Apotek dan 3 unit Posyandu. Biasanya jika keadaan yang lebih mendesak, maka penduduk akan berobat ke luar seperti Rumah Sakit Ambarita, Pangururan, Pematang Siantar atau bahkan ke kota Medan. Data mengenai sarana kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut: 10 Data tersebut merupakan data yang diketahui penulis saat melakukan penelitian lapangan yakni pada buan agustus 2014 yang lalu. Akan tetapi data yang dijumpai adalah tahun 20082009, artinya memang tidak terjadi pembaharuan di lokasi ini. Universitas Sumatera Utara 39 TABEL 2 SARANA KESEHATAN No Sarana Kesehatan Jumlah unit 1 Rumah Sakit - 2 Puskesmas 1 3 Apotek 1 4 Posyandu 3 Sumber: Monografi Kelurahan Tuktuk Siadong tahun 20082009

2.5.3 Sarana Pendidikan

Dewasa ini pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat. Penduduk Tuktuk Siadong juga demikian, orangtua sudah sangat sadar akan pendidikan anak-anaknya. Sebagai buktinya anak-anak mereka akan disekolahkan sampai keluar desa, kota, bahkan provinsi. Hal tersebut terjadi dikarena Kelurahan Tuktuk Siadong belum memiliki sarana pendidikan yang lengkap. Daerah Kelurahan Tuktuk Siadong memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah. Sarana pendidikan tersebut terdiri dari 1 unit TK taman kanak kanak atau play group, 1 unit SD Negeri, 1 unit SD Inpres, dan 1 unit SMK. Sementara bagi anak yang ingin melanjutkan pendidikan SLTP dan SMA mereka harus sekolah di luar Kelurahan Tuktuk Siadong. Umumnya mereka bersekolah di desa tetangga atau ibukota Kecamatan yakni Ambarita.

2.5.4 Sarana Ibadah

Sarana ibadah yang terdapat di Kelurahan Tuktuk Siadong terdapat 3 unit bangunan ibadah yang terdiri dari 1 unit Gereja Katolik, 1unit Gereja Protestan dan satu unit Langgar untuk umat Muslim. Langgar tersebut tepat berada di dekat Kantor Universitas Sumatera Utara 40 Kelurahan Tuktuk Siadong. Kondisi dari ke tiga unit sarana ibadah tersebut dalam keadaan baik

2.6 Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk Kelurahan Tuktuk Siadong cukup beragam dengan tingkat pendapatan yang cukup tinggi. Di desa ini rata-rata masyarakatnya bertaraf kehidupan menengah keatas. Di desa ini bangunannya berbentuk permanen dengan rumah bertingkat dengan fasilitas lengkap bahkan seluruh penduduknya memiliki kendaraan bermotor. Keadaan ini dikarenakan Tuktuk Siadong merupakan daerah distinasi wisatawan, sehingga perputaran uang cukup tinggi terutama pada masa liburan. Untuk lebih mengetahui bagaimana keadaan penduduk di Desa Tuktuk Siadong, penulis akan uraikan secara rinci dalam sub judul berikut:

2.6.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kelurahan Tuktuk Siadong dalam data statistik tahun 20082009 yang diperoleh dari kantor Kelurahan Tuktuk Siadongl adalah 1997 jiwa. Dimana mayoritas penduduk bersuku Batak Toba dan sebagian kecil suku Jawa dan Nias.

2.6.2 Kompsisi Penduduk

Komposisi penduduk di Kelurahan Tuktuk Siadong dapat dikelompokkan berdasarkan agama, jenis kelamin, usia, mata pencaharian dan pendidikan.

2.6.2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam perkembangan hidup manusia. berdasarkan data yang ditemukan dari kantor Kelurahan tuktuk Siadong, Universitas Sumatera Utara 41 diketahui babhwa penduduk sekitar tidak ditemukan lagi yang buta aksara. Dimana terdapat 97 penduduk yang tidak tamat SD, 161 orang tamatan SD, 50 orang tamatan SMP, 185 orang tamatan SMA, 26 orang tamatan akademisi, dan 39 orang tamatan sarjana. Sehingga memang Keurahan Tuktuk Siadong cukup memperhatikan pendidikan. Penduduk yang berkerja sebagai karyawan di hotel atau penginapan mayoritasnya adalah lulusan SMA. Lulusan SD dan SMP biasanya bekerja sebagai nelayan dan buruh harian seperti di kapal, ladang, akan tetapi adapula yang bekerja di hotel dan penginapan bahkan restauran. Penduduk lulusan akademisi dan sarjana mayoritas bekerja di instansi pemerintahan dan sebagai guru.

2.6.2.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Masyarakat Kelurahan Tuktuk Siadong mayoritas beragama Kristen Katolik dengann penganut sebanyak 1158 orang atau 58 dari jumlah keseluruhan penduduk. Penduduk yang beragama Kristen Protestan merupakan penduduk yang terbanyak kedua yang berjumlah 823 orang atau 41,2. Penganut agama Islam dikelurahan ini merupakan penduduk yang paling sedikit dengan jumlah penganut 16 orang atau 0,8 dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Tuktuk Siadong ini. Untuk lebih jelasnya komposisi penduduk Tuktuk Siadong dapat di lihat pada tabel berikut: TABEL 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama No Agama Jumlah Persentase 1 Katolik 1158 58 2 Kristen Protestan 823 41,2 3 Islam 16 0,8 4 Budha - - 5 Hindu - - Sumber: Kantor Kelurahan Tuktuk Siadong 20082009 Universitas Sumatera Utara 42

2.6.2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Ada beberapa jenis mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat Kelurahan Tuktuk Siadong seperti petani, pedagang, nelayan, pegawai negeri, pengusaha, buruh dan lain sebagainya. Mata pencarian bertani dan berkebun di daerah ini didukung oleh lahan pertanian yang luas. Karena Kelurahan Tuktuk Siadong merupakan destinasi wisata maka banyak pengusaha membuka dan mendirikan fasilitas-fasilitas pelayanan seperti hotel, penginapan, restoran, tempat penukaran uang asing, biro perjalanan dan saranan hiburan seperti cafe, bar dan lainnya. Dibidang perdagangan tampak ada pembuat sekaligus penjual barang-barang kerajinan tangan atau souvenir. Selain sebagai pedagang dan pengusaha, di Kelurahan Tuktuk Siadong juga banyak ditemui karyawan atau guide lokal yang bekerja di fasilitas pelayanan jasa kepariwisataan seperti hotel atau restoran. Untuk lebih jelasnya mengenai mata pencarian di Kelurahan Tuktuk Siadong dapat dilihat pada tabel berikut. TABEL 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencarian Jumlah jiwa 1 Petani 291 2 Buruh 98 3 Nelayan 42 4 Pedagang 31 5 Pengusaha 14 6 PNS 34 7 ABRI 4 8 Pegawai Swasta 287 9 Jasa 57 10 Pensiunan 5 Jumlah Sumber: Kantor Kelurahan Tuktuk Siadong Universitas Sumatera Utara 43 Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa pekerjaan sebagai petani di Kelurahan Tuktuk Siadong merupakan mata pencarian paling banyak yakni sebanyak 291 jiwa sedangkan Pegawai Swasta merupakan pekerjaan terbanyak kedua dengan jumlah sebanyak 287 jiwa. Para petani di daerah ini biasanya menanam padi, jagung, sayuran dan kacang-kacangan di ladang mereka. Tanaman tersebut ditanam dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dan biasanya hanya di konsumsi sendiri dan sisahnya di jual kepada tetangga atau pasar tradisional. Buruh yang ada biasanya bekerja sebagai anak buah kapal di kapal umum, tenaga harian di hotel atau penginapan misalnya sebagai tukang kebun, juru masak dan teknisi mesin. Sedangkan nelayan di Kelurahan ini menangkap ikan dengan menggunakan sampan.

2.7 Samosir Sebagai Destinasi Pariwisata

Ketika berbicara mengenai Samosir maka yang pertama kali diingat adalah Danau Toba. Dimana Danau Toba menjadi salah satu danau terluas di Asia Tenggara. Danau Toba di kelilingi oleh tujuh kabupaten yakni Simalungun, Karo, Dairi, Humbang Hasudutan, Tobasa, Tapanuli Utara dan samosir. Masing-masing kabupaten memiliki keunggulannya dalam menarik wisatawan, hal ini juga terlihat di Samosir. Samosir sebagai titik lokasi penelitian memiliki berbagai tempat yang mengagumkan. Misalnya wisata budaya dan alam. Wisata budaya yang terdapat di Samosir misalnya Makam Raja Sidabutar, Batu Parsidangan, Batu Hobon, Batu Marhosa, Batu Sawan, Makam Raja Batak, Batu Universitas Sumatera Utara 44 Parhusipan, dan banyak lagi. Wisatawan dapat pulak melihat langsung berbagai sajian tarian Tor-tor dan melihat pembuat tenun Ulos. Di Samosir juga terdapat berbagai keindahan alam dari pantai pasir putih, Panatapan, dan danau di atas Danau Toba yakni Danau Sidihoni. Di Samosir juga disediakan penginapan, restoran, lukisan dan ukiran khas Batak yang terdapat di Sekitar Tuktuk Siadong. Sehingga memang cukup beralasan Samosir dijadikan daerah tujuan wisata di Sumatera Utara bahkan Indonesia. Turis yang memiliki ketertarikan dengan ukiran khas batak dapat langsung belajar atau dapat pula membelinya sebagai souvenir di Tuktuk Siadong. Di Tuktuk Siadong terkenal dengan sebutan sebagai kampungnya turis mancanegara. Turis-turis ini datang untuk sekedar menginap semasa liburannya bahkan dari hasil penelitian terdapat turis mancanegara ini yang menikah dengan penduduk sekitar.

2.7.1 Gambaran Umum Kios-Kios Penjual Ukir Batak.

Kelurahan Tuktuk Siadong merupakan salah satu tujuan wisata yang ada di Samosir. Ada banyak hal yang dapat dinikmati di daerah ini, pemandangan alam yang menyejukan mata merupakan salah satu daya tariknya. Selain pemandangan yang indah, kebudayaan masyarakat setempat juga mengambil andil untuk ikut menarik wisatawan untuk datang. Salah satu kebudayaan itu yakni seni ukir. Kelurahan Tuktuk Siadong kini banyak terdapat kios-kios yang menyediakan ukiran Batak. Kios-kios tersebut berada di pinggiran jalan lingkar Tuktuk Siadong dengan jumlah pengukir Tuktuk berkisar antara 20 orang. Kios-kios ini berdiri mengikuti konstruksi tanah daerah Tuktuk yang berbukit-bukit serta kebanyakan kios Universitas Sumatera Utara 45 bergabung dengan rumah si pengukir. Dimana sebenarnya kios tersebut merupakan bagian depan rumah atau teras dijadikan tempat berusaha. Ada beberapa kios yang beronamenkan Gorga pada bagian atas maupun dinding. Untuk memberikan identitas pemiliknya, kios tersebut diberikan pamflet di bagian depan. Meja ukir merupakan satu benda yang paling mencolok keberadaannya. Terlihat dari bentuknya yang besar, dengan tumpukan alat-alat yang digunakan untuk mengukir. Hal ini dikarenakan kios penjualan tersebut juga difungsikan sebagai tempat pengukir memproduksi benda-benda yang dijual. Akan tetapi keadaan ini tidak berada disemua kios. Adapula beberapa kios yang terpisah dari tempat pembuatan ukirannya. Beberapa pengukir membuat ruang terpisah karena menginginkan adanya ruang privasi. Keprivasian ini menyangkut konstrasi pengukir untuk menciptakan suatu benda yang inovatif. Kios tersebut menyediakan beberbagai seni ukiran dari yang berukuran kecil sampai ukuran besar. Benda-benda yang berukuran kecil seperti gantungan kunci, Laklak, replika Rumbi, kalender Batak, dan lain-lain. Beberapa benda dibuat dalam ukiran besar dan kecil artinya benda yang sama namun memiliki ukuran yang berbeda. Universitas Sumatera Utara 46

BAB III 3.1

Bahan Yang Digunakan Dalam Mengukir Ada beberapa bahan yang biasanya digunakan oleh pengukir yang ada di Kelurahan Tuktuk Siadong yakni; kayu, tanduk dan tulang kerbau, kulit kayu, bambu dan terakhir buah labu. Sub bab selanjutnya akan menjelaskan bahan tersebut secara terperinci menurut data yang diperoleh penulis.

3.1.1 Kayu

Kayu merupakan bahan yang paling penting dalam pembuatan seni ukir meskipun kayu merupakan bahan paling penting akan tetapi tidak semua jenis kayu dapat dibuat menjadi benda ukiran. Saat ini kayu yang paling banyak digunakan di Tuktuk terdapat 3 jenis yakni: Jior, Ingul dan Haumbang. Ketiga kayu ini merupakan kayu keras. Jior dan Ingul banyak ditemui di sekitaran desa sedangkan untuk kayu haumbang hanya terdapat di hutan. Selain ketiga jenis kayu tersebut, ada juga jenis kayu yang dahulu sering digunakan yakni kayu nangka dan kayu Rukam. Kayu nangka biasanya digunakan untuk membuat kecapi, pada perkembangan selanjutnya kayu nangka banyak digantikan oleh kayu jior. Hal ini disebabkan kayu nangka sulit ditemukan belum lagi harga kayu nangka yang mahal, sehingga pengukir menggantikannya dengan kayu Jior. Kayu Jior harganya relatif murah dan banyak ditemukan di hutan kawasan Tuktuk Siadong serta memiliki kualitas yang tidak kalah dengan kayu nangka. Sedangkan jenis kayu Rukam, dahulu merupakan bahan utama untuk membuat Tunggal Panaluan. Kayu Rukam memiliki ranting setiap lima centimeter Universitas Sumatera Utara 47 dan sekelilingnya terdapat duri. Duri pada kayu ini mempersulit proses pengolahan, belum lagi kayu ini hanya terdapat di daerah Tongging. Hal ini dituturkan oleh informan di lapangan. “saya dulu waktu SD pernah melihat Tunggal Panaluan yang terbuat dari kayu Rukam. Di setiap lima centinya ada ranting, nah rantingnya itukan di potong waktu ngukir. Ranting-ranting yang dipotong itu menyebabkan ada mata-matanya, bayangkanlah pisau aja kalah dibikin matanya itu. Durinya pun banyak, nyarinya sulit jadi dia ditinggalkan pengukir. Memang gak semua Tunggal Panaluan pake kayu Rukam.” Benari Nainggolan, 60 tahun Foto 1 Sumber: Foto Candra Sinabutar, 2014. Kayu Ingul, merupakan salah satu kayu yang sering digunakan untuk membuat ukiran Batak. Pengukir biasanya mendapatkan bahan baku kayu dari hutan masyarakat dimana mereka biasanya membeli per pohon. Untuk ukuran pohon dengan tinggi 10 meter dan diameter 20-25 cm pengukir membelinya dengan harga Rp 1.500.000.- dan biasanya Universitas Sumatera Utara 48 bahan baku kayu tersebut bisa bertahan hingga satu setengah tahun. Menurut Benny Silalahi ada beberapa pengukir Batak yang biasanya menggunakan kayu muda untuk ukirannya. Untuk pengadaan bahan baku terutama kayu, sebenarnya pengukir mulai sulit mendapatkannya. Hal ini dikarenakan Pemkab setempat kuatir dengan maraknya kasus- kasus pembalakan yang terjadi di Samosir. Kesalahan pahaman yang terjadi antara polisi kehutanan dengan warga juga tak dapat dihindari. Informan menyebutkan ketika pengukir memasuki hutan, kemudian bertemu dengan polisi maka pengukir tersebut akan ditangkap meskipun memang pada akhirnya dilepaskan karena memang tidak terbukti mengambil kayu pinus milik pemerintah. Kayu yang diambil pengukir bukan merupakan jenis kayu yang dikuatirkan tersebut seperti kayu pinus yang memiliki nilai jual dipasaran. Kayu yang diambil oleh pengukir merupakan kayu alami yang tumbuh di hutan-hutan dekat perkampungan warga. Dahulu pengukir dapat mengambilnya tanpa izin dari pemerintah setempat. Namun dewasa ini pengukir harus mendapatkan izin dari pemerintah, bahkan harus menghindari pertemuan dengan pihak kehutanan pada saat mengambil kayu. Sehingga tak jarang para pengukir hanya mendapatkan jenis kayu muda. Nah, keadaan ini tetap dimanfaatkan para pengukir daripada mereka tidak mngukir.

3.1.2 Tanduk dan Tulang Kerbau

Ada beberapa benda budaya Batak yang menggunakan tanduk dan tulang salah satu contohnya adalah Sahan dan Parholaan. Tanduk dan tulang yang digunakan biasanya berasal dari hewan ternak yakni sapi, kerbau, dan kambing. Akan tetapi tanduk Universitas Sumatera Utara 49 dan tulang yang biasa digunakan oleh pengukir saat ini khususnya untuk daerah Tuktuk Siadong adalah tanduk dan tulang kerbau. Bagian tulang kerbau yang digunakan yakni bagian paha dan rusuk. Pengukir memperoleh bahan ini dari rumah potong hewan yang berada di Siantar tepatnya di Jalan Nias, Pematang Siantar. Pengukir biasanya membeli tanduk kerbau dengan harga Rp 100.000,- per pasang. Dahulunya tanduk dan tulang kerbau dianggap sampah oleh rumah potong hewan, sehingga pengukir bisa mendapatkannya dengan cuma-cuma. Akan tetapi sejak kebutuhan akan tulang dan tanduk meningkat, pengukir pun harus mengeluarkan uang untuk membelinya. Foto 2 Sumber: Candra Sinabutar, 2014. Tanduk Kerbau yang akan diolah untuk membuat sahan. Tanduk tersebut telah diukir dan selanjutnya akan diberi tutup yang terbuat dari kayu yang juga diukir. Universitas Sumatera Utara 50

3.1.3 Kulit kayu

Selain kayu, pengukir juga menggunakan kulit kayu sebagai bahan dasar dalam membuat benda-benda budaya. Kulit kayu sering digunakan untuk pembuatan Pustaha atau Lahlak Batak. Untuk Pustaha, Parholaan dan kalender Batak yang seuruhnya mengandung aksara Batak, pengukir biasanya mendapatkanya dalam bentuk setengah jadi. Maksudnya pengukir yang berada di Kelurahan Tuktuk Siadong sudah mempercayai pekerjaan tersebut pada pengukir yang ada di Desa Sosor Tolong. Menurut salah seorang pengukir yakni pak Benny Silalahi, dalam membuat aksara Batak pengukir yang berada di Desa Sosor Tolong sudah lebih ahli. Bukan berarti mereka tidak bisa membuatnya tetapi hanya untuk mengefisiensikan waktu yang dibutuhkan dalam membuat aksara Batak. Sehingga setelah mendapatkan kulit kayu yang telah diisi dengan aksara Batak, para pengukir hanya tinggal mengerjakan pembuatan alas atas dan bawah Pustaha atau Lahlak Batak ini. Pengukir yang berada di daerah Sosor Tolong memperoleh kulit kayu ini dari daerah Balige. Universitas Sumatera Utara 51 Foto 3 Sumber: Candra Sinabutar, 2014. Pustaka Laklak yang berbahan dasar kulit kayu.

3.1.4 Bambu

Bambu yang biasanya digunakan untuk ukiran tidaklah sembarangan. Biasanya pengukir menggunakan Bambu Bolon dan Bambu Bulu Duri. Kedua jenis bambu ini banyak ditemui di hutan bahkan di pekarangan rumah warga sekitar. Para pengukir bisa mendapatkan bambu ini dengan cuma-cuma. Hal ini berkaitan dengan masih banyaknya jumlah bambu di sekitar lokasi penelitian. Proses pengelolaan bambu sebelum diukir, biasanya bambu direndam terlebih dahulu menggunakan air. Perendaman ini biasanya memakan waktu dua bulan, akan tetapi pengukir dapat menggunakan cara singkat yakni dengan melakukan perebusan terhadap bambu yang hendak digunakan. Perebusan bertujuan untuk membunuh atau Universitas Sumatera Utara 52 menghilangkan binatang-binatang dan zat-zat yang mempercepat pembusukan pada bambu.

3.1.5 Buah Labu

Buah labu biasanya digunakan untuk membuat Tabu-tabu yakni wadah yang dahulunya digunakan untuk menyimpan air minum dan biasanya dibawa saat berladang. Bisa juga digunakan untuk wadah menyimpan tuak. Tabu-tabu dahulu dalam penggunaanya ditambah jaring yang dibuat dari ijuk atau rotan kecill. Jaring ini berfungsi agar tabu tabu lebih kuat bila terkena benturan. Universitas Sumatera Utara 53 Foto 4 Sumber: Achim Sibeth, 2000. Tabu-tabu, merupakan wadah yang digunakan sebagai tempat penyimpan air yang akan dibawa ke ladang. Tidak seperti saat ini Tabu-tabu kini tidak memiliki jaring tetapi hampir seluruh bagian ditutupi oleh aksara Batak. Dahulunya buah labu merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh disekitaran rumah namun seiring perjalanan waktu kini keberadaannya mulai sulit ditemui. Bila kita datang ke Kelurahan Tuktuk Siadong maka kita bisa melihat sebagian pengukir mulai membudidayakan tanaman ini. Pada buah labu biasanya yang Universitas Sumatera Utara 54 dimamfaatkan adalah kulitnya, dengan mencongkel daging dan biji buah dari atas dan mengeringkan kulit yang sudah bersih maka selanjutnya buah tersebuh siap untuk diukir. Foto 5 Sumber: Candra Sinabutar, 2014. Labu sebagai bahan untuk membuat Tabu-tabu. Keberadaan buah labu ini kian sulit ditemukan sehingga beberapa pengukir mulai membudidayakan tanaman. Universitas Sumatera Utara 55 Foto 6 Sumber: Candra Sinabutar, 2014. Tabu-tabu yang telah dimodifikasi. Hampir seluruh permukaan Tabu-tabu ini diukir dan biasanya ukiran yang terdapat berupa kalender Batak, mata angin, Boraspati dan berbagai ukiran Gorga.

3.2 Alat Yang Digunakan Dalam mengukir

Dahulu ukiran batak dibuat hanya menggunakan pisau saja dan cara mengukir dengan pisau ini juga yang menjadikan ciri khas ukiran dari daerah Batak. Akan tetapi sekarang sudah banyak pengukir menggunakan alat bantu lainnya seperti pahat, palu, parang, kampak, gergaji, alat penjepit, bor, jenso, meteran, pensil alat tulis, kertas pasir, kuas, spon dan cat. Universitas Sumatera Utara 56 Penggunaan pahat mulai digunakan sejak Pemkab Tapanuli Utara 11 Kimson sendiri sebenarnya tidak setuju dengan penggunaan pahat karena sudah tidak sesuai dengan tradisi lama. Sejalan dengan itu pengukir lain, yakni Eston Tamba menambahkan bahwa walaupun sekarang mengukir sudah dikombinasi dengan pahat tetapi tetap saja beliau menggunakan pisau 85 dalam proses pengerjaannya. Sebenarnya orang Batak dahulunya juga sudah memiliki pahat yang disebut dengan Tuhil akan tetapi membawa pengukir untuk melakukan studi banding ke Jepara pada tahun 1992. Dari sana pengukir diajarkan menggunakan pahat untuk mengukir dan sejak itulah pahat dijadikan alat bantu yang sering digunakan saat ini. Beberapa pengukir yang tidak ikutserta dalam kegiatan studi banding namun, telah menggunakan pahat sebagai alatnya dikarenakan mereka sebelumnya belajar dari sanggar. Sebagian pengukir mengatakan penggunaan pahat dapat menghasilkan ukiran yang jauh lebih halus dan lebih baik. Dari data lapangan diketahui alasan pengukir menggunakan pahat karena penggunaan pahat membuat waktu untuk mengukir akan lebih cepat dan hasilnya akan lebih halus. Alasan yang berbeda dikatakan oleh Kimson Sidabutar menurut beliau menggunakan pahat dikarenakan oleh faktor ekonomi. Dimana pengukir yang hanya menggunakan pisau untuk mengukir akan ditinggalkan oleh pembeli, hal ini disebabkan barang yang diproduksinya sudah tertinggal dengan para pengukir yang telah menggunakan pahat. Sehingga secara tidak langsung para pengukir yang tidak menggunakan pahat akan ditinggalkan pelanggan dan kehilangan pendapatan. 11 Daerah Samosir pada tahun tersebut masih berada dalam pemerintahan Tapanuli Utara, pada tahun 2003 menjadi Pemerintah Kabupaten Samosir. Universitas Sumatera Utara 57 pisau menjadi alat utama mengukir sejak dulu. Pahat yang sekarang digunakan didatangkan langsung dari daerah Jepara. Foto 7 Sumber: Candra Sinabutar, 2014. Pisau ukir. Benda ini merupakan alat utama yang digunakan untuk mengukir ukiran Batak. Pisau ukir memiliki bentuk seperti pisau dapur hanya saja sepertiga dari bagian pisau ini yang tajam dan ketajamannya sama seperti pisau silet. Universitas Sumatera Utara 58 Foto 8 Sumber: Candra Sinabutar, 2014. Pahat. Keberadaan pahat kini banyak digunakan oleh pengukir karena dianggap lebih menghasilkan ukiran yang halus dan rapi.

3.3 Proses dan Teknik Mengukir