46
BAB III 3.1
Bahan Yang Digunakan Dalam Mengukir
Ada beberapa bahan yang biasanya digunakan oleh pengukir yang ada di Kelurahan Tuktuk Siadong yakni; kayu, tanduk dan tulang kerbau, kulit kayu, bambu dan
terakhir buah labu. Sub bab selanjutnya akan menjelaskan bahan tersebut secara terperinci menurut data yang diperoleh penulis.
3.1.1 Kayu
Kayu merupakan bahan yang paling penting dalam pembuatan seni ukir meskipun kayu merupakan bahan paling penting akan tetapi tidak semua jenis kayu dapat dibuat
menjadi benda ukiran. Saat ini kayu yang paling banyak digunakan di Tuktuk terdapat 3 jenis yakni: Jior, Ingul dan Haumbang. Ketiga kayu ini merupakan kayu keras. Jior dan
Ingul banyak ditemui di sekitaran desa sedangkan untuk kayu haumbang hanya terdapat di hutan. Selain ketiga jenis kayu tersebut, ada juga jenis kayu yang dahulu sering
digunakan yakni kayu nangka dan kayu Rukam. Kayu nangka biasanya digunakan untuk membuat kecapi, pada perkembangan
selanjutnya kayu nangka banyak digantikan oleh kayu jior. Hal ini disebabkan kayu nangka sulit ditemukan belum lagi harga kayu nangka yang mahal, sehingga pengukir
menggantikannya dengan kayu Jior. Kayu Jior harganya relatif murah dan banyak ditemukan di hutan kawasan Tuktuk Siadong serta memiliki kualitas yang tidak kalah
dengan kayu nangka. Sedangkan jenis kayu Rukam, dahulu merupakan bahan utama untuk membuat Tunggal Panaluan. Kayu Rukam memiliki ranting setiap lima centimeter
Universitas Sumatera Utara
47
dan sekelilingnya terdapat duri. Duri pada kayu ini mempersulit proses pengolahan, belum lagi kayu ini hanya terdapat di daerah Tongging. Hal ini dituturkan oleh informan
di lapangan. “saya dulu waktu SD pernah melihat Tunggal Panaluan yang terbuat dari
kayu Rukam. Di setiap lima centinya ada ranting, nah rantingnya itukan di potong waktu ngukir. Ranting-ranting yang dipotong itu menyebabkan ada
mata-matanya, bayangkanlah pisau aja kalah dibikin matanya itu. Durinya pun banyak, nyarinya sulit jadi dia ditinggalkan pengukir. Memang gak
semua Tunggal Panaluan pake kayu Rukam.” Benari Nainggolan, 60 tahun
Foto 1
Sumber: Foto Candra Sinabutar, 2014. Kayu Ingul, merupakan salah satu kayu yang sering digunakan untuk membuat ukiran Batak.
Pengukir biasanya mendapatkan bahan baku kayu dari hutan masyarakat dimana mereka biasanya membeli per pohon. Untuk ukuran pohon dengan tinggi 10 meter dan
diameter 20-25 cm pengukir membelinya dengan harga Rp 1.500.000.- dan biasanya
Universitas Sumatera Utara
48
bahan baku kayu tersebut bisa bertahan hingga satu setengah tahun. Menurut Benny Silalahi ada beberapa pengukir Batak yang biasanya menggunakan kayu muda untuk
ukirannya. Untuk pengadaan bahan baku terutama kayu, sebenarnya pengukir mulai sulit mendapatkannya. Hal ini dikarenakan Pemkab setempat kuatir dengan maraknya kasus-
kasus pembalakan yang terjadi di Samosir. Kesalahan pahaman yang terjadi antara polisi kehutanan dengan warga juga tak dapat dihindari. Informan menyebutkan ketika
pengukir memasuki hutan, kemudian bertemu dengan polisi maka pengukir tersebut akan ditangkap meskipun memang pada akhirnya dilepaskan karena memang tidak terbukti
mengambil kayu pinus milik pemerintah. Kayu yang diambil pengukir bukan merupakan jenis kayu yang dikuatirkan
tersebut seperti kayu pinus yang memiliki nilai jual dipasaran. Kayu yang diambil oleh pengukir merupakan kayu alami yang tumbuh di hutan-hutan dekat perkampungan
warga. Dahulu pengukir dapat mengambilnya tanpa izin dari pemerintah setempat. Namun dewasa ini pengukir harus mendapatkan izin dari pemerintah, bahkan harus
menghindari pertemuan dengan pihak kehutanan pada saat mengambil kayu. Sehingga tak jarang para pengukir hanya mendapatkan jenis kayu muda. Nah, keadaan ini tetap
dimanfaatkan para pengukir daripada mereka tidak mngukir.
3.1.2 Tanduk dan Tulang Kerbau