100
kebudayaan materi Batak. Keadaan seperti ini akan berdampak positif dan negatif. Pertama sudah barang tentu ini mengakibatkan peningkatan perekonomian masyarakat
setempat. Dimana benda budaya yang telah dimodifikasi sedemikian rupa akan menambah daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke daerah ini. Tidak hanya itu,
komodifikasi ukir Batak secara sadar atau tidak sadar ikut serta dalam melestarikan kebudayaan Batak. Pengukir yang memodifikasi benda budaya sedemikian rupa agar
menarik perhatian orang, secara tidak langsung ikut mempertahankan budaya Batak itu sendiri. Ini terkait dengan ketika suatu kebudayan yang tidak ditinggalkan pelaku
kebudayaan dengan berbagai alasan maka kebudayaan itu akan terus dapat diihat, dirasakan dan dinikmati oleh seluruh generasi berikutnya.
Di sisi lain bila tidak teliti komodifikasi juga berdampak buruk. Benda budaya yang selalu mendapat perubahan bentuk tanpa ada kontrol, lambat laun akan kehilangan
bentuk aslinya. Ditambah lagi makna dan sakralitas suatu kebudayaan secara tidak sadar akan menghilang. Sehingga memang diperlukan inventarisasi bentuk dari benda-benda
ukir Batak dari benda berbentuk sederhana sampai pada benda yang berbentuk semakin kompleks.
4.3 Benda Budaya Batak Bagi Wisatawan
Arus globalisasi yang terus berkembang memudahkan pergerakan masyarakat dari satu daerah ke daerah lainnya benar-benar dimanfaatkan masyarakat yang memiliki
wilayah strategis pariwisata untuk mengembangkan perekonomiannya. Rytha Tambunan
Kain Tenun Oles Pakpak; Inventarisasi Aspek Tradisi, Direktorat Tradisi Jenderal Balai Budaya,
Universitas Sumatera Utara
101 Seni dan Film Departemen Kebudayan dan Pariwisata. Medan: makalah yang tidak dipublikasi
juga menyebutkan bila kerajinan tradisional berkembang pada masa mendatang pasti akan meningkatkan taraf ekonomi. Karena, aspek-aspek tradisional yang asli dan khas
suatu daerah dapat dijadikan sebagai alat promosi wisata yang ampuh untuk menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke daerah itu.
Pendapat tersebut sepertinya benar-benar terlihat nyata di Tuktuk Siadong. Masyarakat selain menjual alam yang indah, para pelaku kebudayaan juga menjual
artefak seperti patung, tongkat, miniatur, gantungan kunci asbak dan sebagainya yang bernuansa kebatakan. Masyarakat sekitar sebagai pelaku kebudayaan benar-benar
memanfaatkan situasi psikologis para wisatawan. dimana ketika berlibur wisatawan mengharapkan ketenangan dari alam pedesaan dan pulang membawa oleh-oleh sebagai
penanda mereka telah mengunjungi suatu daerah wisata. Benda-benda ini juga menunjukan prestise seseorang.
Sebuah toko yang terdapat di Tuktuk Siadong bernama Parpolu menjual benda- benda budaya batak lengkap dengan cerita yang terkandung didalamnya. Seringkali para
wisatawan yang datang disuguhkannya dengan cerita mengenai suatu barang atau benda yang ingin dibeli wisatawan meskipun tak jadi membeli, tak masalah bagi beliau. Tak
sepenuhnya wisatawan langsung membeli barang dagangan yang ditawarkan akan tetapi ketika mendengar cerita mengenai benda-benda yang terdapat di kios tak jarang pula
wisatawan tertarik kemudian membeli untuk dijadikan koleksi atau buah tangan dari berwisata.
Universitas Sumatera Utara
102
Alasan wisatawan tersebut berbeda-beda sampai akhirnya membeli. Akan tetapi, beberapa dari wisatawan yang peneliti jumpai memiliki motif yang sama ketika membeli
replika Batak. Mereka menyebutkan replika benda budaya Batak tersebut unik, tradisional dan sebagai souvenir dari Samosir. Terkadang wisatawan hanya membeli
patung yang sudah dimodifikasi dari beberapa bentuk patung atau hanya membeli gantungan kunci.
Seorang wisatawan yang berasal dari etnis Batak, menyebutkan alasan membeli benda replika sebagai identitas kebatakannya. Sehingga ketika membeli replika tersebut
ia akan menjaganya, meletakannya pada sebuah tempat terbuka agar benda tersebut dapat dilihat oleh orang lain yang berkunjung ke rumahnya di kota. Secara eksplisit terungkap
bahwa ada semacam prestise untuk beliau ketika membuat ukiran Batak di dalam rumahnya.
“Aku membeli patung ini untuk nunjukan sama kawanku di kota bahwa aku punya benda opung kita. Yah meskipun cuma replika, setidaknya
nampak batakku” tutur Nainggolan.
Berbeda dengan wisatawan Nainggolan, seorang wisatawan yang beretnis Tionghoa mengatakan bahwa ia sekedar membelikannya untuk ole-ole untuk teman
sekantor yang memang sudah memintanya sebagai buah tangan. Sehingga memang yang dapat disimpulkan oleh penulis bahwa replika ini memiliki nilai yang berbeda, tergantung
dari wisatawan tersebut. Bahkan seorang turis asing yang sangat mengagumi replika Batak, akan membawa contoh benda Batak untuk dikerjakan oleh pengukir.
Universitas Sumatera Utara
103
Sumber: Candra Sinabutar, 2014. Sebuah souvenir yang dimodifikasi dari beberapa benda budaya Batak.
Universitas Sumatera Utara
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan