Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan Berbasis Partisipasi Masyarakat
81 manajemen; kapasitas lembaga yang bertanggung jawab terhadap kapabilitas staf;
dan sektor swasta yang terlibat dan peranserta masyarakat dan kelompok pengguna Schubeler 1996.
Wade et al. 2006 melakukan pengkajian pengelolaan sampah rumah tangga di Kaunas, Lithuania. Peneliti menyusun dua skenario pengelolaan, yang
pertama dengan implementasi pemilahan dan daur ulang; yang kedua dengan multi treatment yang meliputi pemilahan, daur ulang dan pemulihan energi atau
yang disebut dengan mechanical-biological treatment MBT. Dengan skenario pertama sampah yang akan sampai ke TPA sekitar 65 persen, sementara dengan
skenario kedua sampah yang perlu dibuang ke TPA sekitar 31 persen. Penelitian ini hanya melihat segi teknologi belum dihitung aspek ekonominya.
Kirkeby et al. 2006 melakukan pengkajian lingkungan dari teknologi dan system pengelolaan sampah. Model yang baru dikembangkan adalah
EASEWASTE singkatan dari Environmental Assessment of Solid Waste System and Technologies. Model ini dapat mengidentifikasi solusi paling ramah
lingkungan yang akan berbeda tergantung materi limbah dan wilayah. Model ini telah digunakan untuk mengevaluasi dua skenario yang berbeda dalam
pengelolaan sampah di Denmark yang berdasar pada life cycle analysis untuk menurunkan dampak pengelolaan sampah terhadap lingkungan.
Henry et al. 2006 meneliti pengelolaan sampah di Kenya dari sudut pandang pemerintah pusat dan lokal. Adanya kemiskinan dan migrasi dari desa
ke kota yang mengakibatkan permukiman tidak terencana menambah masalah pengelolaan persampahan. Temuan dari penelitian ini adalah terjadinya
peningkatan pengumpulan sampah pada saat musim hujan. Pada lokasi penelitian di beberapa pemerintah daerah kelebihan pegawai yang tidak mempunyai keahlian
sehingga keuangan pemerintah daerah lebih banyak digunakan untuk membayar pegawai. Hal ini mengakibatkan ketidak efisienan pengelolaan persampahan kota.
Law enforcement terhadap pembuangan limbah padat, pengumpulan retribusi dan manajemen relatif rendah. Temuan lainnya adalah adanya kesediaan membayar
retribusi yang tinggi dari masyarakat ekonomi menengah ke atas dan dari wilayah Central Business District
CBD yang telah melakukan pembayaran biaya pengelolaan sampah 10 kali lebih besar dibanding dengan wilayah lain.
82 Pengelolaan sampah di wilayah tersebut, dilakukan oleh pengelola swasta yang
mendapat lisensi dari pemerintah daerah setempat. Penelitian meliputi analisis terhadap semua stakeholder yang selanjutnya
diproses melalui analisis prospektif untuk memperoleh skenario pengembangan kelembagaan pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat. Setiap
stakeholder berperan dalam pengembangan kelembagaan berdasarkan kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya. Masyarakat penghasil sampah adalah penghasil
sampah terbesar dibandingkan sumber sampah kota lainnya. Keterbatasan pengetahuan tentang 3R membuat sampah menjadi barang tidak bernilai. Kaum
ibu sebagai sosok yang paling berperan dalam menangani sampah rumah tangga perlu ditingkatkan pengetahuannya tentang 3R. Melalui pemilahan maka akan
diperoleh sampah basah yang berguna untuk dijadikan kompos dan sampah kering yang bernilai jual. Masyarakat pengelola sampah, yaitu RT dan RW, adalah
pelaksana pengelolaan sampah dan pembina masyarakat ditingkat lokal. Sosialisasi tentang pengelolaan sampah, termasuk 3R, dapat dilakukan oleh
RTRW. Masyarakat pemanfaat sampah berpotensi untuk mengurangi sampah yang harus dibuang ke TPA, namun menghadapi kendala utama yaitu dalam hal
pemasaran produk daur ulang sampah. Dukungan yang diperlukan adalah bantuan modal atau subsidi dan pemasaran produk. Masyarakat pemerhati lingkungan,
umumnya berupa LSM, berpotensi dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat dalam 3R namun seringkali menghadapi kendala berupa keterbatasan
dana kegiatan. Pemerintah, dalam hal ini PD Kebersihan, tidak memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.
Pengelolaan sangat bersifat teknis dan belum mendukung partisipasi masyarakat dalam 3R.
Skenario terpilih yang dihasilkan adalah Agak Optimis, yaitu ada sinergi antara lembaga dan partisipasi masyarakat. Skenario ini bertumpu pada gerakan
3R terutama pada daur ulang sampah menjadi kompos dan produk daur ulang. Sosialisasi 3R tetap dilakukan dengan tujuan pemahaman masyarakat terhadap
3R, terutama para ibu rumah tangga. Kebijakan pemerintah mengarah pada pemberian dukungan terhadap aktivitas daur ulang sampah basah dan kering
berupa bantuan permodalan dan pemasaran. Rekomendasi untuk mencapai
83 skenario tersebut adalah sosialisasi 3R dan memberikan kesempatan yang luas
dalam pemanfaatan sampah untuk kompos atau produk daur ulang. Dalam Struktur Organisasi Pemerintah Kota Bandung terdapat tiga badan yang bisa
bekerja sama dengan PD Kebersihan dalam mendukung usaha daur ulang sampah. Badan-badan tersebut adalah Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Pertanian,
dan Badan Pemberdayaan Masyarakat. Pembinaan bagi pengusaha kompos dan daur ulang bisa dilakukan oleh Sub Bidang Usaha Ekonomi Rakyat yang berada
dibawah Badan Pemberdayaan Masyarakat. Dinas Pertamanan dan Pemakaman dan Dinas Pertanian adalah dua dinas yang dapat menyerap produk kompos dari
para pengusaha kompos. Tabel 21 berikut ini memperlihatkan hasil analisis, pengembangan dan implementasi dari skenario pengembangan kelembagaan.
Diagram pengembangan kelembagaan pengelolaan sampah kota berbasis partisipasi masyarakat digambarkan pada Gambar 16.
Gambar 16 Diagram pengembangan kelembagaan pengelolaan sampah kota berbasis partisipasi masyarakat
Tabel 21 Hasil analisis, pengembangan dan implementasi skenario pengembangan kelembagaan pengelolaan persampahan kota berbasis partisipasi masyarakat
Kelompok Hasil Analisis
Pengembangan Implementasi
Masyarakat penghasil
sampah 1. Rumah tangga adalah penghasil
terbesar sampah kota. 2. Mayoritas tingkat timbulan sampah =
10 liter per rumah per hari. 3. Mayoritas penanganan sampah rumah
tangga = ibu. 4. Mayoritas masyarakat belum
memahami dan melakukan 3R. 5. Sampah rumah tangga mengandung
60 sampah basah dan 40 sampah kering.
6. Pengumpulan sampah dilakukan oleh RT.
1. Ibu rumah tangga paham 3R. 2. Melalui 3R maka tingkat timbulan
sampah rumah tangga menurun sehingga jumlah sampah kota
menurun. 3. Rumah tangga melakukan pemilahan
sampah basah dan sampah kering. 4. Rumah tangga lambat laun mau
melakukan daur ulang berupa pembuatan kompos secara individual
atau komunal. 1. Ibu rumah tangga memperoleh pengetahuan
tentang 3R sampai tingkat paham dan terampil.
2. Melakukan pemilahan sampah. 3. Pada tahap lanjut melakukan komposting
individual atau komunal.
Masyarakat pengelola
sampah 1. RT adalah pelaksana pengumpulan
sampah rumah tangga sampah tercampur.
2. RW adalah koordinator RT dan penentu besarnya iuran sampah.
3. Tidak ada hubungan antara RW dengan masyarakat pemanfaat sampah.
1. RT dan RW sebagai organisasi penanganan dan pembinaan
persampahan lokal. 2. RT melakukan pengumpulan
sampah terpilah dan penyedia sampah basah dan kering untuk
masyarakat pemanfaat sampah. 3. RW berperan sebagai pembina 3R,
termasuk memberikan reward dan punishment.
1. RT menjual sampah basah dan kering kepada kelompok masyarakat pemanfaat sampah.
2. RW bekerjasama dengan LSM dalam sosialisasi dan pelatihan 3R.
3. Memanfaatkan forum-forum di lingkungan RW sebagai wadah melakukan sosialisasi 3R,
misalnya forum pengajian para ibu, kegiatan ibadah, arisan warga, dan sebagainya.
4. RW memberikan insentif bagi rumah tangga yang sudah memilah sampah dan sanksi bagi
rumah tangga yang belum memilah sampah.
85
Masyarakat pemerhati
lingkungan Kegiatan LSM dalam bidang persampahan,
meliputi : 1. Sosialisi 3R
2. Pelatihan pembuatan kompos. LSM membantu RW dalam melakukan
pembinaan masyarakat tentang 3R dan pembuatan kompos skala rumah tangga.
Sosialisasi dilakukan dengan tahapan : 1. Pemahaman 3R pada kaum ibu.
2. Pelatihan pemilahan sampah menjadi sampah basah layak dikomposkan dan sampah kering
layak didaur ulang. 3. Pelatihan membuat kompos skala rumah
tangga. Masyarakat
pemanfaat sampah
Kendala pada usaha kompos dan daur ulang
1. Komposting : pemasaran. 2. Daur ulang : permodalan badan
hukum. Lebih mampu dalam produksi kompos
dan daur ulang karena adanya dukungan pemerintah berupa jaringan pemasaran
dan legalitas usaha. Pemulung tidak perlu bekerja di TPA.
1. Memanfaatkan sampah basah dan sampah kering dari RT
2. Membentuk organisasi asosiasi pengusaha kompos dan daur ulang dengan tujuan
mempermudah akses terhadap pembinaan oleh pemerintah.
3. Memperbaiki mutu produk untuk menciptakan iklim pasar yang baik.
Pemerintah 1. Kemampuan PD Kebersihan = 60-75
dari jumlah sampah. 2. Teknik operasional = sampah
tercampur. 3. Biaya operasional tinggi karena seluruh
sampah diangkut ke TPA. 4. Usaha pengomposan dan pemulungan
sampah kering dilakukan di TPA. 5. Adanya dinas lembaga teknis di
lingkungan pemerintah Kota Bandung yang dapat dikaitkan dengan masalah
sampah, yaitu Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Pertanian, dan
Badan Pemberdayaan Masyarakat. 1. Teknik operasional pengelolaan
sampah selaras dengan 3R, pengangkutan hanya pada sampah
sisa. 2. Membangun jaringan pemasaran
kompos dan produk daur ulang. 3. Membina pengusaha kompos dan
daur ulang organisasi, koperasi, bantuan hukum.
4. Pemberian insentif bagi pengusaha kompos dan daur ulang berupa
pembebasan atau keringanan pajak, bantuan modal atau kredit usaha,
dan sebagainya. 1. Jumlah sampah menurun, tingkat kemampuan
PD Kebersihan meningkat. 2. PD Kebersihan bisa lebih memfokuskan diri
sebagai regulator dibandingkan sebagai operator.
3. Bekerjasama dengan dinas-dinas yang terkait dengan pemanfaatan kompos di lingkungan
pemerintah Kota Bandung Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Pertanian.
4. Bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dalam pembinaan usaha kompos
dan daur ulang. 5. Penerbitan peraturan daerah yang mengatur
tentang 3R.
Rukun Warga RW bekerja sama dengan LSM sebagai masyarakat pemerhati lingkungan untuk melakukan sosialisasi tentang 3R kepada masyarakat penghasil
sampah. Pemerintah menerbitkan peraturan tentang insentif bagi masyarakat yang sudah melakukan 3R dan disinsentif bagi masyarakat yang belum melakukan 3R.
Pemahaman tentang 3R dan adanya peraturan insentif dan disinsentif tersebut akan mendorong masyarakat untuk menangani sampah dengan 3R, termasuk
didalamnya memilah sampah. Keadaan ini membuat penanganan sampah oleh RTRW dilakukan terhadap sampah terpilah. Sampah organik dan anorganik
selanjutnya disalurkan kepada masyarakat pemanfaat sampah, sedangkan sampah sisa dibawa ke TPS untuk selanjutnya diangkut ke TPA oleh PD Kebersihan atau
sejenisnya. Rangkaian tersebut di atas memberikan manfaat kepada setiap stakeholder.
Masyarakat penghasil sampah akan memperoleh insentif yang dapat berupa potongan biaya pengelolaan sampah, kompos yang dibuat sendiri, atau barang
bekas yang dijual sendiri. Masyarakat pengelola sampah memperoleh pendapatan dari penjualan sampah organik dan anorganik, selain itu mengecilnya jumlah
sampah yang harus dikelola karena hanya berupa sampah sisa. Masyarakat pemanfaat sampah memperoleh sampah organik segar sebagai bahan baku
kompos dan sampah anorganik yang lebih bersih dibandingkan bila pemulungan dilakukan di TPA. Manfaat ekonomi juga diperoleh para produsen daur ulang
karena adanya jaringan pemasaran yang bisa menyerap produk mereka. Pemerintah memperoleh manfaat berupa semakin kecilnya jumlah sampah yang
harus diangkut ke TPA. Hal ini secara langsung akan menurunkan biaya pengangkutan sampah dan kebutuhan lahan untuk TP A. Menyusutnya jumlah
sampah yang harus ditangani membuat fungsi pengelola sampah kota berubah dari operator menjadi regulator. Bilamana manfaat ini dapat dirasakan oleh setiap
stakeholder maka partisipasi dari setiap stakeholder akan terus berlangsung dan akan terbentuk budaya pengelolaan sampah Kota Bandung yang berbasis
partisipasi masyarakat. Peraturan insentif dan disinsentif 3R ditujukan bagi masyarakat penghasil
sampah. Peraturan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung yang mengacu pada:
87 1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21PRTM2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan KSNP-SPP;
2. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 pasal 4 ayat 2 dan pasal 6 ayat 1;
3. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan; 4. Keputusan Walikota Bandung Nomor 644 Tahun 2002 tentang Tarif Jasa
Kebersihan di Kota Bandung; 5. Surat Edaran Walikota Bandung Nomor 658.1SE.030-PD.KBR Tahun 2006
kepada para camat dan lurah untuk mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan 3R.
Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai masyarakat pemerhati lingkungan menjadi pemrakarsa dalam penyusunan rancangan akademik peraturan insentif
dan disinsentif 3R dengan mengikutsertakan seluruh stakeholder. Ruang lingkup dari rancangan peraturan insentif dan disinsentif 3R meliputi
bentuk, tata cara, pelaksanaan dan pengawasan. Bentuk insentif dapat berupa pembebasan iuran dan retribusi sampah, sedangkan bentuk disinsentif dapat
berupa pembebanan iuran dan retribusi sampah yang besarnya beberapa kali lipat. Pemungutan iuran dan retribusi sampah adalah melalui rukun warga RW dengan
alasan RW adalah pelaksana pengumpulan sampah dari rumah tangga. Untuk keperluan pengawasan dilakukan oleh perwakilan Perusahaan Derah Kebersihan
di tingkat kecamatan. 4.3.3. Simulasi Reduksi Jumlah Sampah Berdasarkan Skenario
Pengembangan Kelembagaan
Skenario pengembangan kelembagaan bertujuan mereduksi jumlah sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir TPA. Pencapaian target
reduksi dilakukan dengan dua strategi yaitu sosialisasi 3R dan membuka peluang usaha kompos dan daur ulang.
88 Usaha reduksi sampah sudah dilakukan di banyak negara melalui daur ulang
sampah. Beberapa negara telah mempunyai portofolio untuk 3R yang berisi target reduksi sampah yang harus dibuang ke TPA Policy Planning Division 2006.
Jepang telah melakukan reduksi sampah sebesar 28 selama 10 tahun yaitu tahun 1989-2000 dan mentargetkan menjadi 50 pada kurun waktu tahun 1997-2010.
Malaysia, khususnya Kuala Lumpur mempunyai target reduksi sampah sampai 35 selama 15 tahun yaitu tahun 2005-2020. Afrika Selatan mentargetkan dapat
mereduksi sampah sampai 40 selama 5 tahun yaitu tahun 2005-2010. Target daur ulang terhadap sampah di Singapura adalah sebesar 60 yang ingin dicapai
pada tahun 2012, sedangkan di Jerman sebesar 50 pada tahun 2020. Berdasarkan Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 diseebutkan bahwa reduksi sampah di Indonesia yang dibuang ke TPA ditargetkan
sebesar 20 pada tahun 2010 Departemen Pekerjaan Umum 2006. Kota Bandung sudah mempunyai peraturan yang didalamnya mengatur
masalah 3R, namun belum dilengkapi dengan ketentuan tentang insentif dan disinsentif bagi masyarakat yang sudah dan belum melakukan 3R. Namun
demikian, sampah Kota Bandung mempunyai komposisi yang memungkinkan untuk dilakukannya 3R oleh masyarakat. Komposisi tersebut adalah 63,56
berupa sampah organik dan 36,44 berupa sampah anorganik, yang 66 berasal dari rumah tangga dan 34 dari non rumah tangga.
Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat diasumsikan bahwa target reduksi sampah sebesar 20 akan dicapai dalam waktu 20 tahun, yaitu tahun 2005-2024.
Target tersebut dicapai dengan asumsi : 1 Pemilahan hanya oleh rumah tangga, 2 Sampah organik layak dikomposkan sebesar 50, 3 Sampah anorganik layak
didaur ulang sebesar 30, dan 4 Sampah residu sebesar 20 dibuang ke TPA. 4.3.3.1 Strategi Sosialisasi 3R
Berdasarkan hasil perhitungan, target reduksi sampah sebesar 20 dalam waktu 20 tahun akan tercapai bila 40 rumah tangga memilah. Keadaan ini dapat
terjadi dengan asumsi pada tahun 2004 rumah tangga belum melakukan pemilahan. Dimulai pada tahun 2005 ditargetkan ada pertambahan 2 rumah
tangga memilah. Selanjutnya terus menerus terjadi penambahan 2 setiap tahun,
89 sehingga tercapai 40 rumah tangga memilah pada tahun 2024. Melalui
sosialisasi diharapkan dapat tercapai target sebagai berikut yang disajikan pada Tabel 22.
Jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA selama tahun 2005-2024 tanpa dan dengan pemilahan oleh rumah tangga disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17 Jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA selama tahun 2005-2024 tanpa dan dengan pemilahan oleh rumah tangga hasil analisis
1000 1200
1400 1600
1800 2000
2200 2400
Tahun 2005Ta hu
n 20
06 Tahun 2007Ta
hu n 2
00 8
Tahun 2009Tahun 2010Tahun 2011Tahun 2012Ta hu
n 2 01
3 Tahun 2014Ta
hu n 2
01 5
Tahun 2016Tahun 2017Ta hu
n 2 01
8 Tahun 2019Ta
hu n 2
02 Tahun 2021Tahun 2022Tahun 2023Tahun 2024
Jumlah sampah ke TPA tanpa pemilahan tonhari Jumlah sampah ke TPA dengan pemilahan tonhari
Tabel 22 Target sosialisasi 3R pertahun dari tahun 2005 sampai 2024 hasil analisis
Tahun Tahun sosialisasi 3R
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
2021 2022
2023 2024
Tahun ke 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 S penduduk
ribu jiwa 2.287
2.342 2.399
2.458 2.517
2.579 2.641
2.705 2.771
2.838 2.907
2.978 3.050
3.125 3.201
3.278 3.358
3.440 3.523
3.609 S
sampah m3hari
6.861 7.026
7.197 7.374
7.551 7.737
7.923 8.115
8.313 8.514
8.721 8.934
9.150 9.375
9.603 9.834
10.074 10.320 10.569 10.827 S
sampah tonhari
1.372 1.405
1.439 1.475
1.510 1.547
1.585 1.623
1.663 1.703
1.744 1.787
1.830 1.875
1.921 1.967
2.015 2.064
2.114 2.165
Rumahtangga memilah
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30 32
34 36
38 40
Sampah layak kompos
0,66 1,32
1,98 2,64
3,30 3,96
4,62 5,26
5,94 6,60
7,26 7,92
8,58 9,24
9,90 10,56
11,22 11,88
12,54 13,20
Sampah layak kompos
tonhari 9,06
18,55 28,49
38,94 49,83
61,26 73,23
85,37 98,78
112,40 126,61 141,53 157,01 173,25 190,18 207,72 226,08 245,20 265,10 285,78 Produksi
kompos tonhari
3,02 6,18
9,50 12,98
16,61 20,42
24,41 28,46
32,93 37,47
42,20 47,18
52,34 57,75
63,39 69,24
75,36 81,73
88,37 95,26
Sampah layak daurulang
0,40 0,80
1,19 1,58
1,98 2,38
2,77 3,17
3,56 3,96
4,36 4,75
5,15 5,54
5,94 6,34
6,73 7,13
7,52 7,92
Sampah layak daur ulang
tonhari 5,49
11,24 17,12
23,31 29,90
36,82 43,90
51,45 59,20
67,44 76,04
84,88 94,25
103,88 114,11 124,71 135,61 147,16 158,97 171,47 Sampah ke
TPA 98,94
97,88 96,83
95,78 94,72
93,66 92,61
91,57 90,50
89,44 88,38
87,33 86,27
85,22 84,16
83,10 82,05
80,99 79,94
78,88 S
sampah ke TPA tonhari
1.357 1.375
1.393 1.413
1.430 1.449
1.468 1.486
1.505 1.523
1.541 1.561
1.579 1,598
1.617 1.635
1.653 1.672
1.690 1.708
Tingkat pelayanan
60 60,70
61,36 62
62,72 63,42
64,13 64,88
65,64 66,42
67,22 68,00
68,84 69,70
70,57 71,46
72,41 73,33
74,30 75,29
Keterangan : Tingkat pelayanan dihitung berdasarkan asumsi tidak ada penambahan peralatan operasi.
91
Sesuai dengan jumlah kecamatan, sosialisasi dilaksanakan dengan membagi Kota Bandung menjadi 26 area sosialisasi dengan target dalam 20 tahun akan
diperoleh 40 rumah tangga memilah. Setiap area sosialisasi dibagi menjadi 20 ring sosialisasi yang berarti pada tahun pertama sosialisasi dilakukan pada ring 1,
tahun kedua pada ring 1 dan 2, dan seterusnya Gambar 18.
Sosialisasi selama 20 tahun tersebut dapat dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu jangka pendek, menengah, dan panjang. Sosialisasi dilakukan oleh LSM yang
bekerjasama dengan RW. 4.3.3.2. Strategi Pemasaran Kompos
Strategi kedua adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berminat dalam usaha pembuatan kompos dan produksi berbahan baku sampah
kering daur ulang. Hasil penelitian memberikan dua gambaran yaitu: 1 Masalah pada usaha pembuatan kompos adalah dalam hal pemasaran kompos, 2
Masalah pada usaha daur ulang adalah dalam hal permodalan dan badan hukum. Gambar 18 Pergerakan radius sosialisasi pada setiap kecamatan hasil analisis
92
Gambar 19 Jumlah sampah layak kompos, produksi kompos dan sampah layak daur ulang tahun 2005-2024 hasil analisis
Jumlah kompos yang dihasilkan pada tahun 2004 adalah 3,02 tonhari dan akan terus meningkat sampai 95,26 tonhari pada tahun 2024, sedangkan sampah
layak daur ulang akan terus meningkat dari 5,49 tonhari pada tahun 2005 menjadi 171,47 tonhari pada tahun 2024. Permasalahan yang ada pada usaha pembuatan
kompos adalah : 1 Produk kompos dalam jumlah kecil menyulitkan dalam pemasaran, 2 Mutu kompos tidak terjamin, 3 Harga kompos kalah bersaing
dengan harga pupuk, 4 Masyarakat lebih akrab dengan pupuk dibandingkan kompos, 5 Belum terbentuknya pangsa pasar produk kompos.
Permasalahan yang ada pada usaha daur ulang adalah kesulitan dalam hal permodalan dan badan hukum, sehingga tidak mampu menyerap bahan daur ulang
yang ada dan keterbatasan pada pemasaran produk. Solusi untuk kedua permasalahan tersebut adalah : 1 Memberikan subsidi bagi produsen kompos
sedemikian rupa sehingga mutu dan harga kompos dapat bersaing dengan pupuk, dan bantuan modal kepada produsen daur ulang. 2 Memberikan status hukum
kepada perusahaan kompos dan daur ulang yang telah memenuhi persyaratan keorganisasian. 3 Membentuk jaringan produsen kompos, mulai dari penghasil
kompos sampai dengan penjual kompos. 4 Memasyarakatkan manfaat
100 200
300 400
Tahun 2005 Ta
hu n 2
00 6
Ta hu
n 2 00
7 Tahun 2008
Ta hu
n 2 00
9 Tahun 2010
Tahun 2011 Ta
hu n 2
01 2
Tahun 2013 Tahun 2014
Ta hu
n 2 01
5 Tahun 2016
Tahun 2017 Ta
hu n 2
01 8
Tahun 2019 Tahun 2020
Ta hu
n 2 02
1 Tahun 2022
Tahun 2023 Ta
hu n 2
02 4
Sampah layak kompos tonhari Produksi kompos tonhari
Sampah layak daur ulang tonhari
93 penggunaan kompos kepada masyarakat. 5 Menerbitkan peraturan daerah
tentang usaha daur ulang, termasuk didalamnya kewajiban penyerapan kompos oleh institusi pemerintah pengguna kompos.
Khusus bagi kompos, di lingkungan Pemerintah Kota Bandung terdapat institusi pengguna kompos, yaitu : 1 Dinas Pertanian : ada 4.313 ha sawah padi
kering; 377 ha kebun jagung, ketela, kacang tanah; 511 ha kebun sayur; 0,1 ha kebun tanaman hias; 0,4 ha kebun tanaman obat. 2 Dinas Pertamanan dan
Pemakaman : ada 291,79 ha hutan kota. 3 Kelompok binaan dari Badan Pemberdayaan Masyarakat. Untuk hal tersebut, PD Kebersihan dapat menjalin
kerjasama dengan Dinas atau Badan yang berada di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Strategi jangka pendek, menengah dan panjang selama 20 tahun masa
sosialisasi 3R dan pemasaran kompos dan produk daur ulang disajikan pada Tabel 23.
Masyarakat pemerhati lingkungan berupa LSM melakukan sosialisasi 3R kepada masyarakat penghasil sampah secara terus menerus selama masa 20 tahun.
Pada jangka pendek sosialisasi berfokus pada pemahaman 3R, pelatihan pemilahan dan pembuatan kompos. Target pada tahap ini adalah pemahaman 3R
oleh masyarakat penghasil sampah dan 10 rumah tangga sudah melakukan pemilahan. Pada jangka menengah dan panjang, LSM hanya akan melakukan
pemantauan terhadap kegiatan 3R yang dilakukan oleh masyarakat penghasil sampah. Pada tahap menengah dan panjang tersebut, jumlah rumah tangga yang
melakukan pemilahan meningkat sampai mencapai 40 pada tahun ke 20. Masyarakat ditargetkan semakin mahir dalam pemilahan yang lambat laun
menjadi suatu budaya dalam penanganan sampah oleh rumah tangga.
94 Tabel 23 Strategi jangka pendek, menengah dan panjang pada sosialisasi 3R dan
pemasaran kompos dan produk daur ulang
Kelompok Jangka pendek
Jangka menengah Jangka panjang
Tahun ke 1 - 5
6 - 10 11 - 20
Masyarakat penghasil sampah
• Pemahaman 3R • Rumah tangga
memilah 10 • Memilah tahap awal
• Rumah tangga memilah 20
• Memilah tahap mahir
• Rumah tangga memilah 40
• Memilah sudah menjadi budaya
Masyarakat pengelola sampah
• Mulai memberlakukan
operasi untuk sampah terpilah
• Bekerjasama dengan kelompok
pemanfaat samp ah Pengelola sampah
sebagai penyedia bahan baku kompos
dan daur ulang Pengelola sampah
sebagai penyedia bahan baku kompos
dan daur ulang
Masyarakat pemanfaat sampah
Pemulungan sampah mulai bergeser dari
TPA ke TPS Usaha pembuatan
kompos dan daur ulang sudah berjalan
Perhatian pada mutu kompos dan produk
daur ulang Masyarakat
pemerhati lingkungan • Penyuluhan melalui
media cetak dan elektronik tentang
3R dan manfaat kompos
• Pelatihan pemilahan • Pelatihan
pengomposan Pemantauan dan
pembinaan tidak langsung
Pemantauan
Pemerintah • Penyusunan
peraturan tentang sistem insentif dan
disinsentif pada pemilahan
• Mulai pemberlakuan
sistem insentif dan disinsentif
pemilahan
• Penyusunan standar mutu kompos dan
produk daur ulang • Sistem insentif dan
disinsentif pemilahan berlaku
penuh • Pelaksanaan standar
mutu kompos dan produk daur ulang
Sejalan dengan pemilahan oleh masyarakat penghasil sampah, pengelolaan sampah dilakukan terhadap sampah yang telah terpilah menjadi sampah organik
layak dikomposkan, sampah anorganik layak didaur ulang, dan sampah sisa. Sampah terpilah ini kemudian diserap oleh masyarakat pemanfaat sampah. Cara
ini membuat pemulungan sampah bergeser dari TPA ke TPS. Pada masa menengah, usaha daur ulang sampah sudah berjalan baik dan meningkat menjadi
perhatian terhadap mutu produk pada masa jangka panjang. Pemerintah menyusun peraturan tentang sistem insentif dan disinsentif pada
pemilahan. Insentif akan diberikan kepada masyarakat penghasil sampah yang
95 sudah melakukan pemilahan, sedangkan disinsentif dikenakan kepada masyarakat
yang belum memilah. Insentif dan disinsentif bisa berupa perbedaan besarnya iuran atau retribusi sampah. Peraturan ini akan mulai diberlakukan pada masa
jangka menengah dan berlaku penuh pada masa jangka panjang. Sejalan dengan sudah berjalannya usaha pemanfaatan sampah, pemerintah menyusun peraturan
tentang standar mutu produk daur ulang. Standar ini akan diberlakukan pada masa jangka panjang.