Pembiayaan Pengelolaan Sampah Kota Bandung

47

4.1.4. Peraturan

Peraturan yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan Kota Bandung meliputi : 1. Peraturan Walikota Bandung Nomor 101 tahun 2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung. 2. Peraturan Daerah Nomor 27 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung. 3. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. 4. Keputusan Walikota Bandung Nomor 644 Tahun 2002 tentang Tarif Jasa Kebersihan di Kota Bandung. Berdasarkan peraturan-peraturan yang ada, terdapat peraturan yang mengatur masalah usaha 3R dengan tujuan minimasi jumlah sampah yaitu Peraturan Daerah Nomor 27 tahun 2001. Sehubungan dengan kejadian longsor pada TPA Leuwigajah diterbitkan beberapa kali Surat Edaran Walikota Bandung yang berisi himbauan kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan 3R.

4.1.5. Peranserta Masyarakat

Bentuk peranserta masyarakat yang sudah berjalan adalah membayar iuran sampah untuk biaya opersional pengumpulan sampah oleh RTRW dan retribusi untuk biaya opersional pemindahan, pengangkutan dan pembuangan sampah ke TPS oleh PD Kebersihan. Sistem operasi yang digunakan baik oleh RTRW maupun PD Kebersihan adalah sistem tercampur sehingga masyarakat tidak terdorong untuk melakukan pemilahan di sumber. Pembinaan masyarakat untuk mau melakukan pemilahan juga belum tampak dilakukan oleh RTRW ataupun PD Kebersihan. Aspek peran serta atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah kota dalam model pengembangan kelembagaan melibatkan seluruh stakeholder. Penelitian melibatkan masyarakat penghasil sampah yaitu rumah tangga; masyarakat pengelola sampah yaitu RT, RW, kelurahan dan kecamatan; 48 masyarakat pemanfaat sampah yang meliputi pemulung, lapak, bandar, pabrik kompos dan produk daur ulang; masyarakat pemerhati lingkungan dan pemerintah. Dengan mengkaji keinginan dan potensi dari setiap kelompok masyarakat dapat meningkatkan tingkat partispasi dalam usaha mengurangi atau meminimalkan sampah di sumber.

4.2. Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Sampah

4.2.1. Masyarakat Penghasil Sampah

Menurut Matsunaga dan Themelis 2002 pengelolaan sampah menjadi suatu masalah pada wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi. Bila tingkat kepadatan masih rendah atau dibawah 50 jiwa per hektar maka pengelolaan sampah kota bisa dilakukan secara swakelola atau oleh masyarakat secara langsung. Hal ini ditunjukkan di wilayah pedesaan tidak diperlukan pengelolaan sampah. Berdasarkan hal tersebut maka pengkajian karakteristik rumah tangga terhadap pengelolaan sampah dilakukan terhadap tiga wilayah dengan tiga tingkatan kepadatan yaitu kepadatan tinggi, sedang dan rendah. Masyarakat penghasil sampah domestik adalah rumah tangga. Sebagai salah satu stakeholder dalam pengelolaan sampah kota, rumah tangga dianalisis dalam tiga wilayah kepadatan. Masyarakat penghasil sampah merupakan faktor penting dalam pengelolaan sampah, karena merupakan sumber sampah terbesar. Bila penghasil sampah ini dapat menurunkan timbulan sampah, maka akan mengurangi beban pengelola sampah. Metode cross tabulation chi square digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik rumah tangga dengan aspek pengelolaan sampah di rumah. Hubungan yang diperoleh adalah dalam hal 1 jumlah sampah perhari, 2 yang menangani sampah di rumah sebelum dibuang, 3 pengetahuan tentang 3R reduce, reuse, recycling, 4 pemilahan, 5 pelaksanaan reduce, 6 pelaksanaan reuse dan 7 kesediaan melakukan recycling daur ulang. Aspek nomor 4 sampai nomor 7 merupakan komponen partisipasi masyarakat. Hasil uji hubungan antara karakteristik rumah tangga dengan pengelolaan sampah di rumah dengan menggunakan cross tabulation chi square disajikan pada Lampiran 5.